Melihat dengan Mata Hati di Elsafan

 

ESEINUSALONTAR.COM

Bacaan Lainnya

Oleh: Jondry Siki, CMF
(Alumnus Fakultas Filsafat Unwira Kupang)

Kaum disabilitas adalah kaum yang terisolir di tengah masyarakat. Kendati memiliki bakat yang telah diasah, namun persepsi masyarakat kepada mereka tetap saja tidak berubah bahkan mereka kerap kali mendapat diskriminasi dalam pelayanan publik. Ada beragam jenis penyandang disabilitas yang kita jumpai di tengah masyarakat, seperti lumpuh, bisu, tuli dan buta.

Kendati demikian, kepedulian terhadap kaum disabilitas juga masih menggema di nurani setiap orang. Panti-panti sosial, baik yang dikelola oleh negara maupun swasta, hadir untuk meringankan beban kaum difabel. Dari sekian banyak yayasan yang mendidik kaum disabilitas yang tersebar di tanah air, terdapat satu yayasan yang luar biasa di mana para pendirinya adalah kaum tunanetra. Yayasan itu bernama Elsafan.

Yayasan Elsafan bergerak untuk menghimpun dan mendidik anak-anak tunanetra yang tidak bisa dididik oleh orang tua mereka di rumah. Yayasan ini sungguh berjalan dalam terang penyelenggaraan Ilahi.

Yayasan Elsafan: Rumah Tunanetra demi Tunanetra.

Pendirian Yayasan Elsafan bermula dari keprihatinan seorang tunanetra bernama Ritson Manyonyo akan kaum tunanetra yang kurang mendapat akses pendidikan yang layak. Atas dorongan penyelenggaraan Ilahi, ia bersama 8 rekan lainnya mendeklarasikan Elsafan Ministry di rumah Tony Simon, Jln Culan No.2 Senen, Jakarta pada 7 Februari 2006.

Kedelapan orang yang menggagas Elsafan Ministry adalah Ritson Manyonyo, Tony Simon, Fajar Kurniawan, Robert Hutabarat, Cicilia Herawati, Gabriella Kumalayani, Mastarully Simanjuntak dan Januar Lim (Penglihatan normal) dan Kristina Silva. Jadi para penggagas Elasafan berjumlah sembilan di mana tujuh orang tunanetra dan dua orang berpenglihatan normal.

Dalam pertemuan yang berlangsung pada 2 Februari 2006, kesembilan orang ini berembug untuk menentukan nama lembaga yang akan mereka dirikan untuk membina dan mendidik anak-anak tunanetra. Ada yang mengusulkan Edelweiss, ada yang mengusulkan Harmoni. Namun saat semua kembali ke kediaman masing-masing, Silva membuka kamus Kitab Suci dan menemukan naman Elsafan. Lalu nama itu diperdengarkan kepada Ritson.

Nama Elsafan berasal dari bahasa Ibrani yang berarti Tuhan Pelindungku. Nama itu kemudian membuat Ritson jatuh cinta, sebab mempunyai makna filosofis yang tinggi dimana seorang tunanetra bisa beraktivitas karena dilindungi dan dituntun oleh Tuhan. Nama ini pun diperkenalkan kepada teman-teman pendiri yang lain lalu disetujui sebagai nama resmi lembaga.

Tujuan mulia dari Lembaga Elsafan Ministry adalah untuk menghimpun dan mendidik anak-anak tunanetra. Berkat penyelenggaraan Ilahi, lembaga ini membuka sayap kepada perlindungan Tuhan dari situasi yang khaotik hingga bertahan dalam terpaan badai zaman.

 

Tunanetra Berprestasi

Elsafan Ministry adalah lembaga yang berjuang untuk mengurus orang-orang buta. Lembaga ini pada awal mula masih mencari jati diri untuk bisa berdiri sebagai lembaga yang independen. Mulanya lembaga ini masih menimba ilmu dari Lembaga Laetitia dan Lembaga Fajar Harapan. Meski banyak cibiran yang mereka tuai, lembaga ini kemudian berhasil dalam mendidik anak-anak tunanetra dalam meraih prestasi dan kejuaraan nasional.

Pada tanggal 23 Mei 2007, Ritson bersama Ibu Kristin Untari Setiawan menuju Kantor Notaris Lannie Indah Kesuma, SH, Jln Pahlawan Revolusi Blok A No.10 Pondok Bambu II Jakarta Timur. Di hadapan notaris, proses pembuatan Akta Pendirian Yayasan Elsafan dimulai dengan nomor 05. Dengan demikian, Elsafan Misnistry beralih menjadi Yayasan sehingga mempunyai kekuatan hukum dari Kementrian Hukum dan HAM pada 26 November 2007
.
Dalam kurun waktu 10 tahun Elsafan, anak-anak Elsafan telah meraih banyak prestasi baik tingkat daerah DKI Jakarta maupun tingkat nasional. Berikut ini akan disajikan beberapa prestasi yang diraih oleh anak-anak tunanetra dari Yayasan Elsafan, di antaranya: Juara I Porseni menyanyi SMPLB se-Provinsi DKI Jakarta tahun 2014 oleh Yohanes Emanuel, Juara 1 bermain piano se-wilayah Jakarta Timur, atas nama Junius Garry Paimin, tahun 2015, Juara I menyanyi lagu mandarin se-Jakarta Utara oleh Septiandi Aldin tahun 2015 dan juara I menyanyi tingkat DKI dan Jawa Barat tahun 2013. Juara favorit menyanyi tingkat DKI Jakarta tahun 2014 oleh Marchelino Runga, Juara I lomba IT tingkat nasional oleh Resa Alvira Setiadi, tahun 2015, Juara I lomba baca puisi tingkat Jakarta Timur oleh Bernadus Dustin tahun 2014, juara I lomba renang tingkat DKI Jakarta tahun 2013 atas nama Chandy Mardin, Juara I lomba baca puisi tingkat DKI Jakarta tahun 2014 atas nama Aini Duha Hidaya, Juara I menyanyi tingkat DKI Jakarta oleh Yenni Melania Alicia Damanik tahun 2014, Juara I Catur Jakarta Timur tahun 2015 oleh George Arnold Poli’I, juara I renang 50 m dan juara I memainkan alat music modern tingkat DKI Jakarta tahun 2013, juara I Lomba menyanyi tingkat Sulawesi Tengah, Banten, Jakarta dan Jawa Barat tahun 2014 oleh Mutiara Mayestika Suda dan Juara I lomba “One Word” tingkat DKI Jakarta oleh Yayasan Elsafan tahun 2013. Demikian sederetan juara yang diraih oleh anak-anak tunanetra Yayasan Elsafan dalam kurun waktu 10 tahun pendiriannya.

Hari ini sudah 16 tahun Yayasan Elsafan berdiri, dan tentu saja masih banyak prestasi lain yang ditorehkan dalam catatan sejarah Elsafan namun belum semua dipublikasikan. Hal ini mau menunjukan bahwa kebutaan bukanlah alasan untuk tidak bisa meraih gelar juara. Setiap orang dilahirkan unik dengan kemampuan masing-masing. Jadi tidak benar jika tunanetra tidak bisa melakukan apa-apa.

Melihat yang Tidak Dilihat Mata Biasa

Yayasan Elsafan hadir sebagai kejutan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kekhasan dan keunikan yang dimiliki oleh Yayasan Elsafan ini membuat mereka menjadi spesial dan istimewa. Letak keunikan itu adalah para pendiri pengurus yayasan ini adalah orang-orang tunanetra. Dan secara akal sehat hal ini mustahil bagaimana orang buta bisa menuntun orang buta.

Cara pandang itu telah diubah oleh yayasan ini, bahwa sesungguhnya orang buta bisa bekerja untuk orang buta. Meskipun tidak mampu melihat dengan mata fisikal, namun mata hati mereka melek dan mampu melihat jauh melampaui yang tak bisa dilihat oleh mata manusia yang normal. Gerakan Roh Kudus telah membawa Ritson menjadi terang bagi anak-anak tunanetra.

Hari ini, 7 Februari 2022 Yayasan Elsafan merayakan 16 tahun pendiriannya. Kendati mendapat ujian dan tantangan, yayasan ini melaju dengan baik sesuai dengan marwah nama Elsafan “Tuhan Pelindungku”. Kata ini menjadi spiritualitas dalam melayani kaum buta yang terlantar di rumah karena kurang mendapat perhatian dari orang tua.

Yayasan Elsafan telah menjadi “mata” bagi anak-anak tunanetra sehingga mampu melihat masa depan mereka dengan mata hati yang jernih. Mereka melihat jauh melampaui apa yang dilihat mata biasa. Mereka telah menjadi sumber inspirasi dalam menanggung segala susah dan derita yang biasa namun dianggap sebagai beban hidup yang paling berat.

Tuhan telah memelekkan mata anak-anak di Yayasan Elsafan dengan mata hati yang jernih dan tulus dengan sejuta prestasi baik tingkat provinsi maupun tingkat nasional. Semua ini boleh terjadi karena Tuhan yang melindungi semua orang yang telah berjasa dalam mendidik dan membina anak-anak Elsafan menjadi pribadi yang kuat dalam menghadapi tantangan hidup yang mereka jumpai.

Mari belajar untuk melihat dengan mata hati di Yayasan Elsafan. Yayasan yang selalu dalam naungan dan lindungan Tuhan. Semoga Tuhan terus menuntun laju yayasan ini menjadi terang dalam menapaki panggilan untuk merawat dan mengurus kaum tunanetra.

Tunanetra “Sederajat” dalam Harkat dan Martabat

Manusia adalah citra Allah. Ia segambar dengan Allah penciptanya. Namun konsep ini berubah sama sekali di depan manusia karena jabatan dan kesempurnaan fisik. Banyak orang merasa terhina karena kondisi ekonomi dan fisik mereka yang tidak sempurna. Salah satu kelompok yang selalu diasingkan di tengah masyarakat adalah kaum disabilitas.

Dalam beragam kesempatan kelompok ini selalu didiskriminasi dalam pelayanan publik. Mereka dilarang untuk memiliki kartu ATM pribadi, mereka tidak mendapat pekerjaan di dalam kehidupan publik, mereka selalu dianaktirikan dalam berbagai kesempatan.

Melalui Yayasan Elsafan kita belajar bagaimana menghadapi kaum disabilitas yang kurang beruntung dalam kehidupan masyarakat karena kondisi fisik mereka. Kendati demikian, mereka adalah bagian dari kita yang dititipkan Tuhan untuk bisa saling melengkapi dalam hidup.

Mereka tidak pernah menginginkan diri mereka lahir sebagai orang tunanetra. Mereka tidak pernah bercita-cita sebagai kaum disabilitas dan mereka juga tidak pernah memilih untuk hidup sebagai orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik. Namun mereka ada untuk kita saling melengkapi dengan cara hidup kita masing-masing. Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan aneka keunikan. Kendati mereka buta, mereka masih mampu melihat yang tidak bisa dilihat oleh mata manusia normal.

Mari kita dukung Yayasan Elsafan dengan doa dan derma. Bagi kita yang ingin berbagi rezeki dengan para tunanetra di Yayasan Elsafan, kita bisa langsung menghubungi Bank Mandiri, Nama Rekening: Yayasan Elsafan, No Rekening: 125 000 972 8197. Setelah ditransfer, mohon memberi kabar kepada Yayasan via email: yayasanelsafan@yahoo.com dengan disertai data diri:
Nama:
No Tlp/Wa:
Alamat surat:
Tanggal Transfer:
Jumlah dana:

Sebagai tanda terima kasih maka pihak Yayasan akan mengirimkan kwitansi dan bulletin Elsafan ke alamat para penderma. Yayasan Elsafan: Jl Delima I No. 13-14, Kel Malaka Sari, Kec. Duren Sawit Jakarta Timur 13460
T: 021-86611458, 0813-10502362 F: 021-86613325 Wa: 08.

 

Pos terkait