Di Taman Itu

Ilustrasi
Ilustrasi

Oase Nusalontar.com

Tuhan takut. Di Getsemani raga rapuh-Nya bertelut. “Bapa, jika boleh biarkanlah cawan ini lalu, tapi bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu yang terjadi”.

Bacaan Lainnya

Di antara pepohonan Zaitun hati Tuhan nelangsa. Namun Dia pasrah pada kehendak Bapa. Taat dan setia adalah dasarnya. Cinta dan Kasih adalah alasan pengorbanan-Nya.

Raja Israel yang dielu-elukan itu menatap “saat-Nya” dengan kaki gemetar. Tapi hati-Nya sekokoh karang. “Bapa jadilah pada-Ku seturut kehendak-Mu”.

Dosa kita Dia yang pikul, tapi kita tak pernah lelah menggerutu, dan sibuk bikin dosa baru. Begitu terus, saban hari, saban tahun.

“Berjaga-jaga dan berdoalah, agar kamu tidak jatuh dalam pencobaan”, sesederhana itu pinta-Nya.

Doa adalah senjata yang ampuh. Di taman itu, Tuhan bersujud. Dia tidak mengeluh, meski beban berat harus dipikul. Perintah Bapa-Nya seperti itu. Dosa kita mesti ditebus.

Dan kita, tak pernah jemu berbuat salah. Dosa dan khilaf selalu saja jadi hiasan kehidupan. Gerutu dan pongah tak kunjung lepas dari tutur dan sikap kita.

Tuhan juga takut. Raja yang dielu-elukan itu juga cemas. Tapi semuanya dipasrahkan pada kehendak Bapa yang empunya kuasa. Diutarakan-Nya lewat doa yang dilantunkan dengan penuh kepercayaan. Itulah sumber kekuatan-Nya.

Ah, Tuhan. Andai saja kami punya iman seperempat saja dari biji sesawi, “cawan-cawan” kami mungkin tak akan kami hindari.

Tuhan, ajari kami selalu untuk berdoa sepenuh hati, “Bapa, jadilah padaku seturut kehendakMu”. Amin.

Joe Rhada

Pos terkait