NUSALONTAR.com – Jakarta – Tidak lolosnya Novel Baswedan menjadi pegawai KPK dalam tes baru-baru ini cukup menimbulkan kontroversi. Ada yang senang, ada pula yang protes, ada yang menganggap hal itu biasa saja.
Eko Kunthadi, seorang pegiat media sosial, pun turut mengomentari hal tersebut. Di laman facebooknya (Eko Kunthadi Page), Eko yang sering dianggap buzzer pemerintah bersama Deny Siregar, cs, itu membuat tulisan panjang tentang KPK dan Novel Baswedan berdasarkan sudut pandangnya. Tulisan itu diunggah pada hari ini, Kamis (06/05/2021) siang.
Berikut kutipan lengkap ulasan Eko Kunthadi.
KPK BUKAN HANYA NOVEL BASWEDAN
By Eko Kunthadi
Berdasarkan UU KPK yang baru, status kepegawaian KPK adalah ASN. Kalau sekarang, gak jelas statusnya. Digaji dari uang negara, tapi bukan ASN. Bukan juga pegawai swasta atau BUMN. Bukan pegawai honorer. Bukan ini. Bukan itu.
Pokoknya yang bukan bukanlah.
Jadi selama ini dari status kepegawaian saja KPK sudah lain sendiri. Punya aturan kepegawaian sendiri. Punya serikat atau organisasi karyawan sendiri. Namanya Wadah Pegawai KPK atau WP KPK.
Nah, WP KPK inilah yang kabarnya punya power yang cukup luar biasa selama ini. Atas nama WP KPK, misalnya, para pegawai bisa saja menentang keputusan pimpinannya.
Atas nama WP KPK bahkan mereka bisa mengorganisir demo menentang revisi UU KPK. Diorganisir di gedung KPK sendiri. Bahkan atas nama WP KPK, mereka menentang komisioner KPK terpilih. Luar biasa bukan?
Walhasil KPK menjelma menjadi lembaga di bawah naungan WP KPK. Tapi dibiayai negara.
Bayangkan. Karyawan KPK demo untuk menentang revisi UU. Salah satu keberatannya karena dalam revisi UU bakal ada Dewan Pengawas. Jadi para karyawan itu demo menolak diawasi. Merasa hidupnya sudah sekelas malaikat saja. Bersih tanpa cacat.
Toh, belakangan terkuak. Di KPK juga banyak malingnya. Emas batangan barang bukti hilang. Truk barang bukti raib. Bukan hanya maling, juga tukang peras. Walkot Cimahi dan Walkot Pematang Siantar sudah pernah merasakan bagaimana diperas karyawan KPK.
Selama ini isu-isu seperti itu gak pernah terkuak ke permukaan.
WP KPK juga yang kabarnya menyeret KPK agak ke Taliban -talibanan. Budaya kerja yang tumbuh di KPK mirip seperti radio Rodja. Pakaian kerja karyawan KPK sebagian mirip pelanggan 212 mart.
Jangan heran jika pengajian KPK yang dikelola karyawan kerap menghadirkan orang seperti Tengku Zulkarnain, Felix Siauw, dan sejenisnya.
WP KPK diketuai Yudi Purnomo. Dia berpatron dengan Novel Baswedan. Mereka inilah yang menguasai seluk bekukan KPK. Komisioner boleh berganti. Tapi Novel dan WP KPK tak tergantikan.
Makanya ada candaan, di KPK itu ada 5 komisioner yang berganti. Dan satu komisioner tetap. Tak tergantikan. Novel Baswedan.
Novel inilah tokoh yang selalu diglorifikasi di KPK. Orang lain adalah maling, hanya Novel saja yang bersih. KPK adalah Novel Baswedan dan Novel adalah KPK. Komisioner boleh berganti, tapi Novel Baswedan adalah selamanya. Itulah kesan yang kita tangkap dari glofikasi Novel ini.
Melalui tangan-tangan seperti ICW dan media seperti Tempo, glorifikasi pada Novel itu terus menerus dikumandangkan. Wajar sih. Menurut Prof. Romli Atmasasmita ICW kabarnya banyak dapat kucuran dana asing yang mengalir melalui KPK. Mungkin lewat tangan geng Novellah kucuran itu bisa lancar.
Kini, berdasarkan UU semua pegawai KPK harus dialihkan menjadi ASN. Mereka harus melewati tes wawasan kebangsaan. KPK bekerjasama dengan BAIS, BIN, BKN, sampai BNPT. Ini adalah test standar orang untuk masuk jadi ASN.
Test wawasan kebangsaan ini bukan kayak ujian sekolah. Yang outoutnya hanya benar dan salah. Tetapi dari berbagai jawaban bisa ditangkap isi pikiran dan pemahaman kebangsaan yang bersangkutan.
Tes itu ditambah dengan profiling dari masing-masing calon ASN itu. Mungkin digunakan untuk mengkonfirmasi kesimpulan dari hasil tes tadi.
Ada 1351 pegawai KPK yang mengikuti tes wawasan kebangsaan. Dari jumlah itu 1274 dinyatakan lulus. Sedangkan 75 orang dinyatakan tidak lulus. Dua orang karyawan tidak mengikuti tes sama sekali.
Karena di MK sedang berlangsung yudicial review UU KPK yang baru, yang salah poinnya satunya juga mengatur soal kepegawaian itu, hasil test itu masih belum diumumkan oleh pimpinan KPK. Padahal kabarnya sejak awal April hasil tesnya sudah selesai.
Sepertinya langkah yang sama juga dilakukan geng karyawan KPK. Nah, begitu JR ditolak MK. Mulailah kasak-kusuk dimulai. Hasil tes yang semestinya konfidensial beredar ke publik. Nama-nama orang yang gak lulus juga beredar.
Karena Novel Baswedan, Yudi Purnomo dan beberapa nama pengurus WP KPK gak lulus, mulailah gerilya isu dimainkan. Sekali lagi, Novel dan Yudi adalah orang suci. Kalau sampai gak lulus, maka test wawasan kebangsaan itulah yang salah. Novel gak pernah salah.
Mereka malah bikin isu test calon ASN dirancang untuk menyingkirkan Novel Baswedan dari KPK. Lha, kan test yang sama juga dilakukan oleh CPNS di seluruh Indonesia.
Atau maksudnya begini. Orang lain kalau mau masuk ASN wajib ikut test wawasan kebangsaan. Tapi tidak berlaku pada Novel Baswedan. Orang suci tidak kayak ditest lagi kesuciannya.
Hanya karena Novel dan beberapa pentolan WP. KPK gak lulus test wawasan kebangsaan maka 1247 karyawan KPK lain menjadi nothing. Glorifikasi terhadap Novel Baswedan pada akhirnya menjerumuskan KPK sebagai lembaga kerdil, hanya bergatung pada satu karyawan. Triliunan duit negara untuk membiayai KPK, gak ada arti. Sebab KPK hanya kulit. Isinya cuma Novel Baswedan. Titik.
Saya melihat dengan test ini justru semakin terbuka siapa orang dan kelompok yang ingin mengerdilkan KPK. Masa lembaga berbiaya triliunan isinya cuma Novel Baswedan doang.
Sebetulnya gak lulus test masuk ASN, kan gak dosa. Setiap penerimaan ASN ada puluhan ribu orang gak lulus. Biasa saja. Bahkan Kahiyang Ayu, putri Presiden Jokowi juga pernah gak lulus saat test sebagai calon ASN di Solo. Anak Presiden gak lulus biasa saja. Tapi kenapa kalau Novel gak lulus, rasanya setengah kiamat. Kayak ada konspirasi besar.
Yang kedua, proses test wawasan kebangsaan itu menyangkut juga ideologi berbangsa. Kesetiaan pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintah yang syah. Itu standar bagi ASN. Nah, kalau ada calon ASN, misalnya, punya pikiran menegakkan khilafah. Atau punya pikiran mengubah ideologi negara. Atau punya pikiran mengganti pemerintahan yang syah. Terus dia gak lulus, ya sudah semestinya.
Kita gak tahu kenapa mereka gak lulus. Tapi dengan kerjasama berbagai lembaga seperti BIN, BAIS, BNPT, KBN kita yakin mekanisme test sudah sesuai.
Bagi yang gak lulus gak usahlah caper. Apalagi bikin manuver dan beklrkoar-koar. Percaya deh, gak jadi ASN bukan berarti kiamat .
Buat Novel Baswedan, kalau gak jadi ASN kan masih bisa jadi petani burung walet. Atau melamar jadi anggota TUGPP.
“Mas, apakah orang-oeang itu masih berdoa, semoga Bapak Anies selalu berada dalam lindungan Novel Baswedan… “
Gak tahu Kum…😀😀.
(JR)