LEMBATA – Polemik terkait besaran honor bupati Lembata kini mencuat lagi. Polemik itu muncul lagi lantaran Plt. Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday, menolak untuk mengambil honor Rp408 juta sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Bupati (Perbup) yang ditandatangani Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur (almarhum) itu.
Penolakan tersebut membuat media sosial maupun media online diramaikan dengan apresiasi terhadap Thomas Ola. Namun, hal itu rupanya membuat gerah politisi Golkar. Sekretaris Golkar Lembata, Piter Bala Wukak, bahkan memberi komentar menohok bahwa Sekda Paskalis Tapobali tidak tahu berterima kasih.
“Saya kira Sekda (Paskalis Tapobali-Red) tidak tahu berterimakasih. Harusnya beliau bisa memberikan klarifikasi saat itu kepada Plt. Bupati Lembata dan msyarakat peserta diskusi bahwa peraturan tentang penetapan honor bupati, sebesar 408 juta itu, sudah dilakukan perubahan,” kata Balas Wukak, dikutip dari MediaSurya.com.
Tidak hanya berhenti sampai di situ, Partai Golkar bahkan diberitakan tengah mempertimbangkan untuk mempolisikan Plt. Bupati Thomas Ola, terkait pernyataan Thomas itu.
Plt. Bupati Thomas Ola sendiri santai menanggapi ancaman pelaporan itu.
Bahkan Thomas Ola malah mempersilahkan untuk melapor saja. “Silahkan lapor. Sy mau fokus urus rakyat,” kata Thomas
Penjelasan Gabriel Raring
Melihat dinamika yang ada, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Gabriel Raring, pun ikut memberikan komentar. Melalui pesan WhatsApp yang dikirim ke Redaksi NUSALONTAR.COM, Gabriel memberikan beberapa poin catatan, yang menurutnya harus dipahami oleh masyarakat.
Menurut Gabriel, honor itu diatur dalam peraturan yang namanya Peraturan Bupati (Perbub). Perbub mengatur tentang Standar Biaya Khusus (SBK). Kata Gabriel, itu adalah domain Kepala Daerah tanpa pembahasan dengan lembaga DPRD.
Gabriel mengatakan bahwa Perbup ini sudah disahkan oleh Bupati sebelum pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daeran (RAPBD) setiap tahunnya. Menjadi rujukan oleh setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk menyusun rencana kerja dan rencana anggarannya.
“Saat pembahasan rancangan APBD khusus 2021 yang mengatur honor yang fantastis untuk kepala daerah itu, kami di Badan Anggaran (Banggar) mempersoalkan ini karena tdk sesuai dg amanat Perpres 33 tahun 2020 tentang Standar Biaya Regional. Namun terkesan ‘diabaikan’ dengan sekian banyak dalil ‘pembenar’ yang disampaikan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dalam rapat bersama, mengesampingkan Perpres 33,” ungkap Gabriel.
Mekanisme pembahasan lanjutan yang salah satunya adalah Pendapat Akhir Fraksi pun, sambung Gabriel, beberapa Fraksi memberikan catatan, evaluasi, dan rekomendasi khusus terkait honor yang termuat dalam Perbup 331 tahun 2020.
“Mungkin dilihat sebagai pandangan politik makanya tidak dihiraukan juga,” imbuhnya.
“Alhasil, honor itu tetap terakomodir dalam Perda tentang APBD TA 2021, yang saat implementasi di bulan pertama, Januari 2021, menuai polemik karena mencuat ke publik, yang ditulis oleh wartawan dari Media SERGAP, bukan media lokal yang ada di Kabupaten Lembata,” jelasnya.
“Karena informasi tentang honor fantastis itu mencuat ke publik, Bupati Yentji pun meminta untuk penundaan realisasi, termasuk untuk tunjangan-tunjangan yang diterimakan kepada DPRD, sambil meminta pihak TAPD dan Inspektorat untuk melakukan evaluasi dan kajian ulang. Hal yang sangat lucu dan ironis, tapi inilah realitasnya,” sambungnya.
Imbas dari bocornya “rahasia” honor bupati itu, kata Gabriel, tunjangan perumahan, tunjangan transportasi, dan Reses DPRD tidak dibayar rutin setiap bulannya hingga bulan April 2021. Sedangkan terkait honor Bupati, Wakil Bupati, dan pejabat eksekutif, besarannya seperti apa, secara pribadi bahkan secara lembaga pun kami tdk tahu.
“Semua hak dewan digantung atas nama dikaji ulang, sampai Inpektorat diperintahkan turun untuk memeriksa rumah tempat tinggal ADPRD, kendaraan yang dipakai ADPRD. Baru di bulan april hak ADPRD dapat direalisasikan,” sesalnya.
Gabriel menyambung, “Sementara honor honor pemerintah, termasuk honor fantastis bupati, secara pribadi, bahkan mayoritas ADPRD tidak pernah tahu. Di bayarkan kapan dan besarannya berapa, apakah sesuai perda APBD TA 2021 ataukah turun sesuai dengan hasil kajian para pihak yang diperintahkan almarhum Bupati Lembata, saya dan mayoritas kami ADPRD tidak tahu karena sangat tertutup.”
Menurut Gabriel, jika polemik ini kembali mencuat setelah Bupati Yentji meninggal, itu merupakan hal yang wajar karena buruknya tata kelola pemerintahan di Kabupaten Lembata.
“Pasca meninggalnya almarhum Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur, jika hal ini kembali dipertanyakan dan menjadi polemik ditengah masyarakat, itu adalah hal yang HARUS dan NORMAL, karena tata kelola Pemerintah Daerah jauh dari Asas Transparansi dan Akuntabilitas; buah dari manajemen kepemimpinan Top Leader yang ABS alias Asal Bapa Senang,” sergahnya.
Gabriel pun menjelaskan posisinya terkait Surat Keputusan Bupati Nomor 79 Tahun 2021.
“Tentang Surat Keputusan Bupati nomor 79 tahun 2021, secara pribadi, bahkan mayoritas dewan, TIDAK mengetahuinya.
Baru tahu saat hal ini dipersoalkan lagi. Secara fisik pun kami belum diterimakan SK Bupati nomor 79 tahun 2021,” sebut Gabriel.
Di akhir komentarnya, Gabriel Raring mengucapkan terima kasih atas kontrol yang diberikan oleh masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, sekaligus meminta maaf kepada masyarakat Lembata karena dirinya turut berkontribusi terkait honor itu, baik secara kelembagaan maupun sebagai wakil rakyat.
“Beberapa catatan pribadi ini bukan untuk pembenaran diri, tetapi sharing objektif berkaitan dengan dinamika dan realitas yang terjadi,” tutupnya. (JR)