KUPANG, NL – Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah XV (LLDIKTI XV) mencatat, lebih dari 50 persen Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, belum terakreditasi.
Data ini terungkap pada kegiatan jumpa pers bersama Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah XV, Prof. Dr. Adrianus Amheka, ST., M. Eng pada Rabu, 12 April 2023.
Dirincikan bahwa dari 58 PTS yang ada di NTT, hanya ada 9 (14,75%) yang memiliki status Akreditasi B (Baik Sekali), 20 (34,42%) berstatus Akreditasi C, 28 belum terakreditasi, dan ada 1 perguruan tinggi yang baru dibuka. Disampaikan pula bahwa dari jumlah tersebut, belum ada satupun PTS di NTT yang statusnya berkreditasi A.
Prof. Amheka menerangkan, walaupun secara kelembagaan perguruan tinggi dimaksud belum terakreditasi, namun biasanya program studinya pasti sudah terakreditasi.
“Melalui Tim Teknis dan Pokja yang terbentuk, kami terus mengupayakan semaksimal mungkin untuk mengingatkan PTS yang telah berakhir masa akreditasinya, atau belum terakreditasi sama sekali, untuk segera mengajukan akreditasinya, sesuai dengan peraturan atau undang-undang yang berlaku,” bebernya.
Menjawab pertanyaan wartawan terkait nihilnya PTS yang berakreditasi A, Prof. Amheka menjelaskan bahwa memang tidak mudah untuk mendapatkan Akreditasi A, karena ada 9 standar yang harus dipenuhi oleh para pengelola PTS.
“Di situ ada 9 standar yang harus dipenuhi. Dan kita masih kesulitan untuk memenuhi semua standar yang ditentukan sehingga masih sulit untuk bisa mendapatkan nilai maksimal,” ujarnya.
Menurutnya, salah satu kendala yang berpengaruh cukup signifikan terhadap penilaian adalah kurangnya tenaga pengajar yang bergelar doktor.
“Dari data yang ada kita bisa lihat bahwa dari 3054 tenaga dosen yang mengajar di seluruh PTS yang ada di NTT, hanya sekitar 200 orang yang bergelar doktor. Padahal jabatan akademik dosen berpengaruh cukup besar terhadap penilaian akreditasi,” sebutnya.
Namun, Prof. Amheka menegaskan bahwa pihaknya akan terus mendorong agar PTS yang ada di NTT agar terus meningkatkan mutu dan memenuhi seluruh standar yang dibutuhkan agar bisa menghasilkan lulusan yang bermutu pula.
Selain itu, Prof. Amheka juga mengharapkan agar pihak PTS mendukung upaya LLDIKTI XV dalam hal akselerasi peningkatan jabatan fungsional para dosen.
Ia mengakui bahwa dalam dua tahun terakhir upaya akselerasi ini cukup berhasil, meskipun dari sisi kuantitas belum signifikan.
Ia juga mengimbau agar pihak PTS lebih responsif untuk mendorong para dosennya agar lebih aktif dan progresif dalam upaya untuk meningkatkan jabatan fungsional, karena hal itu juga akan berdampak pada sertifikasi para dosen.
“Tahun 2022, hanya 689 dosen yang dibayar tunjangan sertifikat pendidiknya. Kita berharap tahun berikutnya ada peningkatan,” tandasnya. (JR)