KUPANG – “Di tengah PPKM level 3-4 ini, untuk suatu urusan penting di Jawa-Bali dibutuhkan imun khusus yakni kesabaran. Sabar terhadap sulit dan mahalnya pelayanan publik di Nusa Tenggara Timur (NTT). Seperti saya. Setelah berburu vaksin di Ende, Pulau Flores, saya harus mendapatkan PCR. Di NTT, layanan tes PCR tidak banyak. Di Pulau Flores ada dua Kabupaten tetapi dengan kuota terbatas. Sementara di ibukota propinsi tersedia lebih dari dua tempat,” tulis Roman Rendusara di Kompasiana.
Pria yang biasa disapa Roman itu mengisahkan bahwa pada 25 Agustus 2021 pagi dia tiba di Kupang. Tak menunggu lama, Roman langsung “tancap gas” memburu sejumlah tempat layanan PCR, berdasarkan rekomendasi dari teman/keluarganya.
“Kota Kupang yang terik tak menyurutkan semangat. Saya mendatangi Rumah Sakit Jiwa Naimata di Maulafa. Petugas keamanan di depan gerbang mengatakan, “memang di sini pernah ada untuk tes PCR, tapi alatnya sudah rusak”. Sudah tak enak hati untuk tanya soal harganya. Perhentian pertama gagal, ketus saya dalam hati,” lanjutnya.
Gagal mendapat test PCR di Rumah Sakit Jiwa Naimata, Roman menuju Laboratorium Kesehatan Provinsi NTT di Jalan A R Hakim. “Ini adalah satu-satunya laboratorium rujukan Covid-19 di NTT. Namun saat saya mengantri, petugas mengatakan kuota sudah penuh. Setiap hari hanya menerima 50 orang. Pendaftaran melalui link: . Tertera harga Rp525.000. Sayangnya link tersebut hanya dibuka pukul 07 pagi. Sebelum ke Kupang saya pernah mencoba mendaftar via link ini. Tapi tidak bisa dibuka. Selalu terbaca error,” beber Roman.
Karena tak punya pilihan lain, Roman akhirnya mendatangi RS Siloam Kupang, meskipun informasi dari teman-temannya mengatakan bahwa tes PCR di Siloam sangat mahal.
“Tidak ada pilihan lain. Dengan wajah lesu saya mendatangi RS Siloam Kupang sebab informasi yang diperoleh, sangat mahal. Saya menemui bagian front office. Sudah banyak orang mengantri, atau sekedar konsultasi. Saya mendapat jawaban jelas. Terdapat paket Platinum PCR test. Enam jam setelah sampel diambil hasilnya sudah bisa diperoleh melalui email. Registrasi menggunakan aplikasi MySiloam. Pembayaran secara digital. Sangat mahal harganya, Rp1,399.000. Ingin rasanya meluapkan kemarahan. Tapi tidak tahu kepada siapa amarah itu diluapkan. Dalam aplikasi terdapat pilihan paket reguler dengan harga Rp525.000. Hasil tes 1×24 jam. Namun, petugas front office mengatakan, paket itu berlaku mulai 1 September 2021,” papar Roman.
Atas pengalamannya itu Roman meminta pemerintah untuk membuatkan kebijakan yang tidak memberatkan rakyat.
“Masyarakat yang sangat membutuhkan tidak ada pilihan lain meskipun mahal. Saran saya kepada pemerintah, kelengkapan syarat melakukan perjalanan dengan hasil tes PCR sangat memberatkan. Sebab tidak semua daerah mampu menyediakannya. Tolong buat kebijakan yang tidak memberatkan rakyat dan tidak membuat masyarakat makin susah di tengah kesusahan ini ” tandasnya.
Pengalaman yang sama juga pernah dialami oleh Adi Leton. Selama seminggu Adi Leton tertahan selama seminggu di Kupang lantaran kesulitan mendapatkan tempat tes PCR. Tiket pesawat yang sudah dibelinya pun “hangus” dan harus membeli tiket baru.
Selain itu psikologinya juga terganggu karena mencemaskan pekerjaannya. Adi kuatir dipecat karena masa cutinya sudah lewat hampir seminggu.
Awal September Adi mengambil cuti dari tempatnya bekerja di Semarang untuk menjenguk ibunya yang sakit keras di Flores Timur (Flotim). Seminggu di Flotim, Adi harus kembali ke Semarang lantaran masa cutinya sudah habis. Sialnya, tiba di Kupang Adi harus menunggu selama satu minggu lagi untuk mendapatkan hasil tes PCR agar bisa terbang ke Surabaya, lalu meneruskan perjalanan dengan kereta api ke Semarang.
Saking jengkelnya, Adi Leton pun menumpahkan kekesalannya di akun Facebooknya.
“Cari PCR di kota Kupang macam mau menangis saja….FasKes nya payahh…..
Bapak Wartawan Joe Rhada bagaimana ini?? Banyak yang cari PCR tp sulit sekali……
Coba pemerintah sama ratakan aturan yg sudah 2x vaksin bisa pake Antigen saja, masa cuman di jawa bali saja…diskriminatif sekali….”, tulis Adi di laman Facebooknya waktu itu.
Senada dengan Roman, Adi juga berharap pemerintah bisa serius memperhatikan masalah ini. Dia berharap warga yang sudah dua kali divaksin bisa menggunakan hasil tes antigen saja untuk syarat perjalanan ke luar NTT. (JR)