ALOR – Adik kandung dari Bupati Alor, Absalom Djobo, bersama putranya, Sius Djobo, mendatangi Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek, dan menyatakan dukungan mereka atas keberanian Enny Anggrek untuk meminta Komisi Pemberantasan Korupsi hadir di Kabupaten Alor guna memeriksa berbagai kejanggalan dan dugaan korupsi yang ada di kabupaten ini.
Pernyataan dukungan itu juga disampaikan oleh Absalom dan Sius dalam pernyataan pers yang disampaikan oleh mereka melalui sambungan telepon kepada media ini pada Minggu, 30 Oktober 2022.
Absalom mengatakan bahwa sudah saatnya KPK turun dan melihat secara langsung pembangunan dua mega proyek yaitu pasar Kadelang dan Gedung DPRD di Kabupaten Alor yang diduga melangkahi aturan, juga ada dugaan jual beli proyek.
“Sudah ada aturan dari pusat dalam hal ini Instruksi Presiden melalui Menteri Keuangan, untuk tidak melakukan pembangunan pada masa pandemi Covid-19, kecuali rumah sakit, puskesmas, dan jalan raya, akan tetapi kenapa di Kabupaten Alor membangun Pasar Kadelang dengan Gedung DPRD Alor dengan dana yang begitu besar tetap dilakukan?” tanya Absalom.
Absalom juga mengemukakan bahwa, setahu dia, sudah ada pembahasan antara Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Alor, akan tetapi DPRD tidak menyetujui pembangunan fisik dua mega proyek tersebut.
“Dua mega proyek itu tanpa persetujuan DPRD, tetapi Pemerintah Daerah tidak mengindahkannya, mereka paksakan membangun dua gedung tersebut, lha, ini ada apa?” ujar Absalom.
Pada kesempatan yang sama, Sius Djobo yang adalah anak Kandung dari Absalom Djobo, sekaligus keponakan kandung Bupati Alor, Amon Djobo, menyampaikan bahwa dirinya setuju dan sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek ke KPK pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang terjadi beberapa waktu lalu di Hotel Aston Kupang.
“Sebagai masyarakat saya melihat dan menduga ada permainan, karena DPRD tidak setuju tetapi pembangunan tetap berjalan. Saya menduga ada indikasi persekongkolan antara pihak Pemda dan ULP sehingga mega proyek itu ditenderkan dan dikerjakan. Ini kepentingan apa sehingga Pemda tidak mengikuti ketentuan- ketentuan khusus dari pemerintah pusat,” tohok tokoh muda Alor ini.
Anggota Partai Berkarya ini juga menyampaikan apresiasi kepada Enny Anggrek selaku Pimpinan DPRD Kabupaten Alor yang berani menyampaikan kejanggalan-kejanggalan pembangunan dua mega proyek tersebut kepada KPK.
“Saya salut dan bangga, Ibu Enny bisa menyampaikan ini. Sebagai keluarga Djobo, apa yang diutarakan ibu ketua DPRD Kabupaten Alor, saya sependapat. Menurut saya pikiran ibu ketua ada benarnya. Kenapa Pemda harus merasa takut atas permintaan Ibu Ketua DPRD agar KPK turun ke Alor untuk memeriksa dan mengaudit semua proses pelelangan kegiatan fisik yang ada di Alor? Kenapa tidak diindahkan? Seharusnya Pemda mendukung jika tidak ada indikasi-indikasi lain. Kenapa mereka takut KPK turun?” tanya Sius Djobo.
Terkait dua mega proyek gedung DPRD dan Pasar Kadelang tahap pertama yang sudah dilelang, menurut Sius, mekanisme pelelangan diduga melanggar ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Kata dia, proyek multiyear sistemnya bertahap dan ada ketentuannya masa PHO dan masa pemeliharaan.
“Masa pemeliharaan 6 bulan, jika belum mencapai 6 bulan, tidak boleh melalukan tender tahap 2. Akan tetapi pada proyek Pasar Kadelang dan Gedung DPRD, dalam masa pemeliharaan sudah dilakukan tender tahap kedua. Ini menyalahi aturan dan mekanisme. Maka dari itu, saya minta KPK turun periksa dan jika ada kejanggalan harus ditindak lanjuti sesuai aturan yang berlaku. Sudah ada aturan dari Pemerintah Pusat untuk tidak membangun. Yang lebih parah lagi sudah ada MoU dengan pihak kejaksaan Kabupaten Alor, berarti kejaksaan menyetujui padahal sudah menyalahi aturan dari Pemerintah Pusat,” kritiknya.
Sius juga menyatakan sikap terkait penandatanganan pengaduan anggota DPRD Kabupaten Alor ke Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Alor. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh para anggota DPRD yang mengadukan Enny Anggrek itu keliru.
“DPR ini wakil rakyat, kalau mereka bertolak belakang dan tidak setuju apa yang dilakukan ibu ketua, berarti semua anggota dewan tidak pro kepada rakyat tetapi kepada pemerintah. Anggota DPRD bukan perangkat kerja dalam struktur Pemda, mereka ini dipilih rakyat untuk mewakili aspirasi rakyat. Apakah mereka ini semua tergolong ada indikasi yang dimaksudkan sehingga mereka tidak setuju? KPK juga harus memeriksa semua anggota DPRD karena sebelumnya sudah ada SPPD fiktif yang mereka lakukan itu harus diperiksa, meskipun mereka telah mengembalikkan keuangannya tetapi proses hukum tetap berlaku karena permainan dokumen palsu itu tidak pantas dilakukan oleh anggota DPRD yang adalah wakil rakyat,” terangnya.
Absalom dan Sius Djobo juga menyayangkan sikap media-media massa yang ada di Alor yang tidak berani menulis kejanggalan-kejanggalan yang ada.
Mereka mengungkapkan bahwa sudah pernah dilakukan jumpa pers untuk menyatakan dukungan secara terbuka atas keberanian Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek. Namun entah kenapa tidak ada media di Kabupaten Alor yang berani memberitakan pernyataan dukungan yang disampaikan.
“Kami sudah jumpa pers, tetapi tidak ada yang mengupdate pernyataan kami, mungkin mereka takut dan tidak berani karena mereka punya kepentingan khusus karena ada kerjasama bersama Pemda,” ungkap Sius.
Oleh karena itu, kepada media ini Absalom dan Sius menyatakan bahwa, sebagai masyarakat, juga sebagai adik kandung dan keponakan kandung Bupati Alor, mereka mendukung pernyataan Ketua DPRD Kab Alor guna menghadirkan KPK di Alor.
“Kami berharap kehadiran KPK di Kabupaten Alor agar semua permasalahan terutama dua mega proyek itu terselesaikan dan sesuai aturan yang berlaku. KPK bisa melihat sehingga ke depannya pemerintah yang berikut tidak boleh ada hal- hal lagi seperti yang terjadi sekarang ini,” pungkas Absalom. (JR)