ENDE – Masyarakat Dusun Guna, Desa Sanggarhorho, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, mengeluhkan aktifitas penambangan bahan mineral bukan logam dan batuan (bahan galian C) maupun kegiatan produksi Aspal Mixing Plant (AMP) oleh PT. Novita Karya Taga yang berada di dusun tersebut.
Aktivitas yang sudah berjalan hingga sepuluh tahun ini sudah menimbulkan dampak yang meresahkan masyarakat setempat. Keluhan masyarakat ini bukannya tanpa alasan, tapi berdasarkan apa yang sungguh-sungguh mereka alami.
Kepada NUSALONTAR.COM, beberapa warga yang sempat diwawancarai mengungkapkan bahwa hasil komoditi berupa kelapa maupun kakao semakin sedikit sejak hadirnya aktifitas AMP itu. Berdasarkan pantauan NUSALONTAR.COM, memang, di area aliran sungai dari Dusun Guna menuju Dusun Pisombopo kurang lebih 300 meter dari lokasi AMP sampai di bagian bawah Tiwu Bongo terdapat perkebunan warga.
Selain itu, ketika intensitas curah hujan tinggi, masyarakat khawatir terjadi banjir bandang. Terkait itu, warga mengaku, Manajemen PT. Novita Karya Taga pernah menjanjikan untuk membangun tanggul penahan (bronjong) di bantaran kali, agar tidak terjadi erosi ketika banjir datang. Sebab, jika terjadi erosi atau pengikisan bantaran kali, maka yang kadi korban adalah kebun warga.
Hingga saat ini, janji pembangunan bronjong itu tidak pernah terealisasi. Tidak hanya itu, limbah AMP juga tidak ditangani dengan baik sehingga berdampak pada ekosistem sungai juga lingkungan sekitar.
Salah seorang warga yang memiliki kebun di area galian tersebut mengungkapkan bahwa
sebelum adanya AMP, hasil komoditi yang didapatkan tidak seperti saat ini. Menurutnya, hasil kebunnya saat ini menurun jauh dibandingkan sebelum AMP hadir di area itu.
“Dulu kalau panen buah kelapa hasilnya cukup memuaskan, tapi sekarang sudah sangat berkurang. Di kebun kita rasa bising sekali. Bau asap juga sangat mengganggu. Tapi yang lebih kami khawatirkan itu banjir sampai di area kebun kalau tidak ada bronjong atau tanggul penahan,” ungkapnya.
Dampak lain yang juga dirasakan, terutama pada musim kemarau, akibat beroperasinya mesin AMP adalah debu yang menutupi dedaunan tanaman pertanian.
“Kalau musim kemarau daun-daun pasti penuh debu, apalagi sayur-sayur seperti daun ubi maupun daun pepaya. Tentu saja hal itu berpengaruh untuk kesehatan kami,” curhatnya.
Warga lain yang juga enggan disebutkan namanya juga mengatakan bahwa keberadaan AMP ini sangat meresahkan, sebab pemukiman warga yang berada di dekat area kali mulai terancam. Ditambah lagi tidak ada bronjong yang menjadi penopang tanah, sehingga setiap kali hujan pasti ada tanah di pinggir kali yang terkikis.
“Setiap kali hujan, tanah yang di pinggir kali terkikis apalagi tidak ada bronjong begini. Dampak lainnya adalah, ketika musim kemarau, daun pasti penuh debu, itu kan bisa menghambat proses fotosintesis, dan itu menghambat pertumbuhan tanaman. Ada juga asap AMP, sudah jelas menimbulkan polusi udara,” ucapnya
Dengan adanya pengikisan bantaran kali, tambahnya, dikuatirkan juga akan berpengaruh pada keberadaan jembatan gantung yang menjadi penghubung masyarakat antara dua desa, yakni Desa Sanggarhorho dan Desa Kerirea. Menurut dia, lebar kali di lokasi galian C itu dulunya hanya 30-an meter, namun saat ini sudah mencapai 50-an meter.
Ia mengakui bahwa memang butuh kajian untuk menarik kesimpulan sebagaimana yang ia utarakan. Namun, menurutnya dampak yang dirasakan warga itu nyata dirasakan saat ini.
Warga berharap, pemerintah daerah bisa memperhatikan keluhan masyarakat terkait dampak yang diakibatkan oleh tambang galian C maupun AMP tersebut sehingga masyarakat tidak dirugikan.
Kata mereka, pada prinsipnya masyarakat tidak menolak pembangunan, namun apabila dalam pelaksanaan pembangunan ada dampak yang dirasakan masyarakat, maka, pemerintah wajib memperhatikan dan mempertimbangkan keluhan yang dirasakan masyarakat.
“Kami tahu, kami tidak punya hak atau wewenang untuk menutup proyek ini. Yang kami mau adalah pihak PT. Novita Karya Taga ketemu langsung dengan masyarakat tanpa diwakili. Sehingga mereka bisa lakukan sosialisasi ulang kepada masyarakat dan mendengarkan secara langsung apa dampak yang saat ini kami rasakan. Jadi dengan begini semua pihak tidak ada yang dirugikan,” ungkap mereka.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT. Novita Karya Taga (NUSALONTAR.COM menghubungi nomor kontak Direktur PT. Novita Karya Taga, red) belum berhasil dikonfirmasi terkait tanggapan terhadap keluhan yang dirasakan oleh masyarakat tersebut. Beberapa kali dikirimkan pesan WhatsApp, hanya dibaca, tapi tidak membalas.
NUSALONTAR.COM juga berusaha menghubungi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ende, Haris Abdul Majid, namun ia beralasan sedang ada kedukaan. Ketika dihubungi kembali beberapa hari kemudian, pesan WhatsApp hanya dibaca, tapi tidak membalas. (Denti)