NUSALONTAR.COM – Ende – Anggota DPD RI dari provinsi Nusa Tenggara Timur, Angelius Wake Kako (AWK), mengatakan bahwa dalam membangun pariwisata di NTT, khususnya Labuan Bajo, para pemimpin daerah se-Flores-Lembata harus bersinergi. Hal ini diperlukan agar pariwisata di Labuan Bajo memiliki efek ekonomi ke daerah-daerah lain di Flores.
Pernyataan tersebut disampaikan AWK dalam webinar berjudul “Memastikan Pariwisata Berkelanjutan dan Berkeadilan untuk NTT” yang diselenggarakan komunitas “Zoom in On Flores” pada Kamis, (27/05/2021).
“Selama ini pemerintah daerah di NTT masih mengurus pariwisata dengan ego sektoral,” tutur AWK.
Dalam diskusi yang digagas oleh periset lembaga penelitian Sunspirit for Justice and Peace Indonesia itu, kata AWK juga mengatakan bahwa kehadiran investor harus dimanfaatkan agar masyarakat lokal memiliki bargaining yang kuat. Salah satu bargaining yang bisa dibangun adalah bagaimana memastikan bahwa sumber daya agraria masyarakat Flores memiliki sumbangsih untuk pariwisata.
“Hasil pertanian, perkebunan, dan peternakan yang lahir dari kolektivitas ekonomi masyarakat Flores harus bisa masuk ke sektor pariwisata. Jangan sampai untuk urusan pangan, kita masih impor dari daerah luar Flores atau NTT. Sinergi antar daerah menentukan, daerah mana menyediakan apa (produksi), disediakan dalam jumlah berapa, dan ditujukan untuk daerah mana (pasar). Ini harus dikuatkan agar sumberdaya pasar di daerah Flores dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Flores sendiri,” ujar Senator termuda di Indonesia ini.
Dengan optimis AWK mengatakan, memang penetrasi pasar sangat kuat dalam pariwisata, tetapi masyarakat harus bersatu agar mampu membangun bargaining. Namun menurutnya persatuan ini harus juga terpimpin.
“Bukan dipimpin Bupati Labuan Bajo saja. Tetapi seluruh Bupati dalam kawasan pariwisata yang hendak dibangun. Pemimpin daerah harus bisa membangun komunikasi dengan investor,” imbuhnya.
Bagi AWK, hal yang mendesak sekarang adalah, di akar rumput, gerakan anak muda di NTT perlu dikonsolidasikan untuk membangun pertanian yang siap dengan tuntutan pasar.
Alumnus SMA Negeri 1 Ende itu menilai bahwa pemerintah daerah juga perlu hadir dalam memfasilitasi input produksi pertanian yang bagus agar kualitas pertanian kita berkualitas tinggi.
Merespon diskusi peserta Zoom mengenai BPO-LBF, AWK mengatakan bahwa Otoritas pariwisata di Flores tersebut harus bisa memediasi kepentingan antar daerah ini.
Menurutnya, pemimpin daerah di Flores-Lembata perlu duduk bersama untuk merumuskan cetak biru pembangunan pariwisata berbasis pertanian.
“Kalau tidak memikirkan kepentingan masyarakat Flores, sebaiknya lembaga ini dibubarkan saja. Jangan hanya mau mengambil wilayah administrasi Flores, tetapi kepentingan masyarakatnya tidak diakomodir,” tegasnya.
Menutup diskusi, Alumnus Universitas Flores itu juga meminta agar lembaga BPO-LBF harus fokus ke Flores, mengingat dasar hukumnya, yaitu Perpres 32 Tahun 2018 Tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores, adalah untuk wilayah itu, dan bukan sampai ke Bima.
“Saya tidak tahu, bagaimana bisa lembaga memperluas kawasan sampai ke sana,” pungkas politisi asal Ende ini.
(*/JR)