KUPANG, NL – Salinan fotocopy amar putusan perkara nomor 199/PDT,G/2022/PN.KPG tanggal 6 April 2023 diduga bocor ke publik sebelum dibacakan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang.
Atas dugaan kebocoran amar putusan dimaksud, Advokat Marthen L. Bessie melaporkan pihak Pengadilan Negeri Klas 1A Kupang, ke Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA).
Kepada awak media, Marthen L. Bessie mengungkapkan, putusan perkara nomor 199/PDT,G/2022/PN.KPG tanggal 6 April 2023 dibacakan ketua majelis hakim pada pukul 10:00 WITA.
Namun anehnya, pada pukul 09:00 WITA isi putusan yang belum dibacakan tersebut, sudah bocor ke publik dan berada di tangan tergugat dalam bentuk foto copy.
Alhasil, pihak tergugat maupun kuasa hukumnya tidak menghadiri sidang pembacaan amar putusan tersebut. Seolah-olah pihak tergugat sudah mengetahui isi amar putusan tersebut. Hal ini bertentangan dengan hukum, dan melanggar hukum acara perdata.
“Sebab berdasarkan hukum acara perdata, setelah pemberitahuan putusan kepada para pihak, kemudian panitera pengganti boleh menyerahkan salinan atau turunan putusan perkara a quo tersebut kepada para pihak,” tegas Marthen Bessie kepada wartawan, Rabu 10 Mei 2023.
Terkait bocornya amar putusan ini ke tangan para tergugat, Marthen bersama tim kuasa hukum sudah menanyakan kepada mantan Ketua PN Kupang Wari Nujiati.
Namun hingga saat ini, baik dari pihak panitera, ataupun PTSP belum ada yang mengakui perbuatannya atas dugaan bocornya amar putusan tersebut.
Dengan demikian Marthen Bessie bersama tim kuasa hukum penggugat akhirnya melaporkan bocornya amar putusan ini ke Badan Pengawas Mahkamah Agung.
“Bahwa perbuatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, baik yang berada di Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA maupun pihak-pihak lain yang tidak bertanggungjawab telah mencederai PN Kupang Kelas 1A kepada para Pencari Keadilan di Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA tersebut,” tegasnya.
“Oleh karena itu demi penegakkan Hukum maka pihak-pihak yang terkait dalam perkara tersebut wajib diberikan sanksi sepantas dengan perbuatannya,” tandas Marthen Bessie. (*)