Jadi Saksi Sidang Tipikor Hotel Plago, Begini Keterangan Frans Salem

Suasana sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pemanfaatan aset Pemprov NTT seluas seluas 31.670 m2 di Pantai Pede, Labuan Bajo, Manggarai Barat.

KUPANG, nusalontar.com | Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pemanfaatan aset milik Pemprov NTT di Pantai Pede, Labuan Bajo, Manggarai Barat, seluas 31.670 meter persegi, pada Jumat, 26 Januari 2024, juga menghadirkan
Frans Salem sebagai saksi.

Frans Salem adalah mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Nusa Tenggara Timur (NTT) periode 2010-2017.

Bacaan Lainnya

Frans dihadirkan menjadi saksi untuk persidangan terdakwa Bahasili Papan yang merupakan salah satu dari empat tersangka dalam kasus tersebut.

Dalam sidang tersebut, Frans Salem mengatakan bahwa sebelum PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM) masuk menjadi investor dan membangun Hotel Plago di atas tanah milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT di Pantai Pede, Labuan Bajo, tempat tersebut hanyalah tanah kosong yang tidak menghasilkan.

Dalam keterangannya, Frans Salem mengaku pembangunan Hotel Plago oleh PT SIM merupakan hal yang baik bagi pemanfaatan aset Pemprov NTT.

“Saya melihat ada manfaat, ada sewa tanah dan pembayaran kontribusi. Kalau tanah kita dimanfaatkan dan menguntungkan pemerintah, saya pikir ini baik,” ungkap Frans Salem dalam sidang.

Lebih lanjut ia menerangkan, selain pemprov akan mendapatkan kontribusi setiap tahunnya, dengan adanya Hotel Plago, Pemprov NTT juga memperoleh bangunan hotel tanpa mengeluarkan anggaran.

“Aset tersebut dari nol, yang tadinya tanah saja jadi akan ada bangunan hotel jadi milik Pemprov NTT,” tambah Salem.

Perlu diketahui, selama kerja sama berlangsung, Pemprov NTT mendapatkan kontribusi tahunan senilai Rp255 juta, serta memperoleh pembagian keuntungan (profit sharing) di tahun kesepuluh.

Kendati demikian, lanjut Frans, pembagian keuntungan tersebut belum terlaksana. Setelah ia pensiun, kata Frans, pemanfaatan aset di Pantai Pede tersebut dipermasalahkan, hingga terjadi pemecatan sepihak PT SIM oleh Pemprov NTT dan terjadi pemeriksaan dugaan tipikor oleh Kejaksaan Tinggi NTT.

“Sebelumnya tidak pernah ada masalah. Saya baca dari perjanjian kerja samanya, maka dari itu saya paraf. Setelah saya pensiun, prosesnya dilanjutkan oleh yang lain. Dari 2017 saya sudah pensiun,” paparnya.

Dalam perjalanan, pelaksanaan perjanjian Bangun Guna Serah (BGS) dengan PT SIM, Frans mengaku memang terjadi aksi demo dari warga sekitar Pantai Pede yang mengira akan menutup akses publik ke pantai dan warga menuntut aset tanah tersebut menjadi milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.

“Ada demo penolakan saat itu, saya mengikuti. Masyarakat minta untuk diserahkan ke kabupaten. Kita tidak bisa melakukan itu, karena masing-masing ada otonomi daerah,” ujarnya.

Frans menyebut, demonstrasi itu sempat membuat pembangunan Hotel Plago oleh PT SIM menjadi terganggu.

Namun, mengingat kewajiban mengantisipasi gangguan di dalam PKS berada di Pemprov NTT, maka saat itu Pemprov NTT ikut membantu mencari solusi dan jalan tengah sehubungan dengan aksi demonstrasi tersebut.

“Aset tetap berada di provinsi. Lalu akses masyarakat tidak dibatasi untuk ke sana (Pantai Pede),” ungkap Salem.

Lebih lanjut, saat ditanyai jaksa terkait diduga tidak adanya tender dan penunjukan langsung PT SIM dalam pemanfaatan aset tersebut hingga besaran kontribusi, Frans Salem mengaku tidak mengetahui, karena hal teknis dilakukan oleh oleh tim yang dibentuk Almarhum Gubernur Frans Lebu Raya berupa Tim Seleksi dan Tim Pengkajian yang didalamnya terdapat tugas untuk melakukan penilaian.

“Ada keputusan Gubernur tentang Tim Seleksi dan Tim Pengkajian. Lalu ada Keputusan Gubernur terkait bidang tanah Pantai Pede masuk sebagai aset yang akan dikerjasamakan dengan pihak ketiga,” terang Frans**

Pos terkait