OASE – NusaLontar.com – Jangan sedih dan menangis om pastor, demikian sapaan si kecil Nisa malam ini melalui pesan messenger ketika mendengar kisahnya, meneguhkan dan menguatkan saya. Sapaan si kecil Nisa mengingatkan saya padamu, ibu Nisa yang adalah kakaku, yang engkau jadikan saya sebagai adikmu dalam perjumpaan di jalanan menyuarakan kemanusiaan.
Seorang muslimah tulen hingga akhir hidupmu. Engkau adalah seorang muslimah tulen paling tidak menurut pandangan saya bukan karena sekedar jilbab yang engkau kenakan kemana sajapun engkau dan saya bepergiaan atau dalam diskusi-diskusi yang kita lakukan, tetapi karena keramahan dan kemanusiaan yang engkau suarakan.
Jilbab yang engkau kenakan seperti salib yang juga saya kenakan adalah instrumen yang mendekatkan saya dan engkau untuk memaknai jilbab dan salib sebagai panggilan jiwa menyuarakan suara kenabiaan dan kemanusiaan.
Ketika banyak orang masih sibuk dengan segala aturan pemakaian jilbab atau sibuk mempersoalkan berbagai ukiran mirip salib, engkau justru menjadi jibab untuk merangkul saya sebagai adikmu. Demikian juga dengan saya, menjadikan salib sebagai jalan untuk memelukmu dalam kasih persaudaraan sebagai seorang kakak dan om dari anak semata wayangmu.
Jilbab yang engkau kenakan adalah selimut kasih yang menghangatkan persaudaraan kita. Dan salib yang kukenakan adalah pengorbanan cinta yang meneguhkan silaturahmi kekeluargaan kita.
Dari jilbabmu engkau pancarkan kedamaian menyejukan sukma. Engkau hangatkan jiwaku dalam satu rangkulan kekeluargaan yang dengan jujur dan tulus didepan mamamu menjadikan saya sebagai adikmu.
Dan dalam kejujuran salib yang kukenakan, masih di depan mama kuterima dan kukatakan kepadamu, engkau kakaku, Nisa ponakanku dan mama adalah mama kita berdua. Aku dan engkau jadi satu keluarga. Ya salib yang kukenakan seakan sedang mengabarkan kepadamu; “ini adikmu” dan menyampaikan pesan kepadaku; “ini kakakmu” (bdk. Yoh 19:26-27).
Jilbabmu dan salibku telah menjadi jalan menyatukan kita berdua sebagai satu keluarga. Perbedaan yang sangat dalam diantara aku dan engkau, justru dipersatukan oleh kesucian jilbab yang engkau kenakan dan kekudusan salib yang aku kenakan.
Jilbab yang engkau kenakan dan salib yang kukenakan telah menjadikan aku dan engkau sebagai pemenang karena mampu menjadikan perbedaan sebagai jalan yang menyatukan kita dalam satu keluarga yaitu keluarga kemanusiaan.
Sapaan ponakanku Nisa, anak semata wayangmu malam ini; “om pastor jangan sedih dan menangis” mengingatkan saya akan kesucian jilbabmu yang sedang menghapus air mata kesedihanku dan akan kekudusan salibku yang mendoakanmu.
Sapaan ponakanku Nisa, anak semata wayangmu malam ini; “om pastor jangan sedih dan menangis” adalah suara kasih yang sedang menyampaikan pesanmu kepadaku; “Jilbabku tak menjauhkanmu, salibmu tak memisahkanku.”
Manila: 29-Januari 2021
Tuan Kopong MSF