LEMBATA, nusalontar.com | Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (ADPRD) Kabupaten Lembata dari Partai NasDem, John Batafor mengkritik keras rencana pembelian mobil baru untuk tiga pimpinan DPRD Lembata yang baru dilantik.
Menurut dia, ketimbang membeli mobil baru, dana yang ada sebaiknya digunakan untuk warga miskin yang sangat membutuhkan.
Bahkan, ia berpendapat bahwa rencana untuk membeli mobil baru hanya menghamburkan uang negara saja, pasalnya mobil yang lama masih sangat layak untuk digunakan.
“Dasar pembelian mobil baru dan pemutihan mobil lama tidak sesuai konteks kebutuhan masyarakat Lembata saat ini,” ungkapnya melalui sambungan telepon, Senin (23/9/2024) malam.
Ia mengakui, jika merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2022 tentang Penjualan Barang Milik Negara/Daerah Berupa Kendaraan Perorangan, kendaraan yang sudah digunakan oleh pimpinan dewan periode 2019-2024 memang dapat dijual tanpa lelang, sesuai ketentuan dalam pasal 15 poin a.
“Namun, klausul itu bermakna tidak harus dan tidak wajib,” tegasnya.
Menurut dia, kebijakan yang diambil harus melihat kemampuan keuangan dan pendapatan daerah.
“Apalagi kendaraan operasional pimpinan DPRD sebelumnya masih layak digunakan,” terangnya.
Ia menegaskan, dana miliaran yang akan digunakan untuk membeli mobil baru bisa dimanfaatkan untuk pengentasan kemiskinan dan peningkatan ekonomi masyarakat.
John Batafor juga menyinggung data Badan Pusat Statistik [BPS] 2023 yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Lembata sebesar 24,78 persen.
Jumlah ini, kata Batafor, jauh di atas rata-rata tingkat kemiskinan di NTT yakni 19,96 persen.
“Persentase ini juga hampir tiga kali lipat dari angka kemiskinan tingkat nasional, yakni 9,36 persen,” sebutnya.
Selain itu, lanjut Batafor, Indeks Pembangunan Manusia [IPM] Lembata juga lebih kecil dari provinsi dan nasional.
“Belum lagi kalau kita bicara soal pendapatan daerah yang minim dan ketergantungan yang tinggi terhadap transfer dari pusat,” imbuhnya.
Dengan kondisi daerah demikian, tambah Batafor, harusnya pemerintah dan DPRD Lembata lebih peka terhadap penderitaan masyarakat.
“Masyarakat makan saja susah, tempat tinggal seadanya, masa hati kita tidak peka sama sekali dengan kondisi mereka,” ungkap Batafor.
Akademisi dan Warga Sipil juga Menolak
Senada dengan John Batafor, aktivis dari Aliansi Peduli Rakyat Lembata [Ampera], Emanuel Boli, mengatakan bahwa sesuai regulasi memang ada celah yang bisa melegalkan pembelian mobil baru dan pemutihan mobil lama.
Namun, menurut dia, hukum yang tidak memperhitungkan moralitas adalah hukum yang tidak manusiawi.
“Semua juga tahu bahwa mobil dari pimpinan sebelumnya masih layak untuk pimpinan yang baru,” ujarnya, dikutip dari Floresa.co.
Ia berkata, memasuki usia ke-25 tahun, Kabupaten Lembata tengah menghadapi kegagalan dalam pembangunan.
“Tidak sedikit kecacatan dalam kebijakan, carut marut birokrasi di semua instansi. Hal itu tergambar terang benderang ketika kita melihat tingginya kemiskinan,” ujarnya.
Penolakan juga datang dari akademisi asal Lembata, Erich Langobelen.
Dikutip dari Floresa.co, Langobelen meminta anggota DPRD belajar dari Peten Ina, nama kantor DPRD Lembata yang berarti ‘Ingat Ibu’ dalam bahasa Lamaholot.
Langobelen menegaskan bahwa Pimpinan DPRD mestinya menganut semangat Peten Ina. Ia menjelaskan, nama Peten Ina mempunyai arti ingat segala jerih payah ibu.
Ibu, kata dia, dalam konteks ini adalah representasi dari masyarakat Lembata.
Dosen Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta itu mengatakan bahwa pembelian mobil baru dan pemutihan kendaraan pimpinan sebelumnya adalah bukti keserakahan mereka sebagai wakil rakyat.
Karena itu, ia meminta pimpinan dewan agar mampu melampaui pertimbangan emosional-subyektif dalam membuat kebijakan.
“Sebaliknya mengutamakan rasionalitas-objektif yang berdampak konstruktif bagi masyarakat umum,” tandasnya.**