Kupang, NusaLontar,Com – “Tentang permasalahan atau persoalan teman – teman kita (warga eks Timor Timur) di sana, menurut saya, seharusnya, sebagai pemimpin, atau pejabat, yang sudah tahu persoalan teman – teman kita di sana, kalaupun belum ada program, belum ada anggaran, melihat situasi seperti itu, harus berani kasih keluar uang pribadi untuk bantu mereka, kalau tidak ada uang pribadi, pinjam atau jual engkau punya harta kekayaan, mobil pribadi atau apa saja untuk bantu mereka. Jadi pemimpin itu harus berani menjadi miskin. Percuma kalau engkau kaya, engkau tertawa, sementara warga di sana menderita,” demikian ungkapan hati John Batafor yang disampaikan melalui pesan suara kepada NusaLontar.Com, pada Sabtu (30/01/2021).
Kisah perjumpaan John Batafor dengan warga Eks Timor Timur (Tim – Tim) bermula ketika John dirujuk dari Lewoleba untuk berobat ke Kupang guna mengobati penyakit yang dideritanya beberapa minggu yang lewat.
Saat merasa kondisi kesehatannya sudah membaik beberapa hari yang lalu, pentolan Relawan Taman Daun Lewoleba itu mencoba mengakses pemberitaan. Lalu ditemukanlah informasi tentang kondisi warga eks Tim – Tim di Noelbaki yang berada dalam kondisi memprihatinkan.
Tergerak oleh informasi yang diperoleh, John Batafor berjuang untuk bisa ke Noelbaki guna melihat langsung kondisi warga eks Tim – Tim yang ada di sana. “Tujuan ke sana, meskipun saya sedang sakit, sedang susah, tapi saya berpikir bahwa di sana (mereka) pasti lebih sakit, lebih susah,” tuturnya.
Dalam pemberitaan, kata John, di sana (Noelbaki) anak – anak banyak yg sakit. “Dan ternyata setelah saya ke sana, saya lihat mereka situasinya buruk sekali. Atap rumah bocor, air merembes masuk, mengalir ke mana – mana. Orang sehat juga pasti sakit kalau keadaannya begitu,” ungkapnya dengan nada sedih.
Menurut pria yang pada saat ada bencana erupsi Ile Lewotolok – Lembata, bersama teman – teman relawannya memberi makanan hewan ternak yang ditinggalkan warganya ini, kondisi lingkungan warga eks Tim – Tim di Noelbaki buruk sekali.
“Kondisi mereka buruk dan tidak sehat. Air mengalir ke mana – mana . Air mengalir dari tempat cucian atau kmar mandi ke tempat di mana anak – anak bermain. Saya saksikan sendiri dan saya dokumentasikan itu semua. Ada video – videonya,” kisah John.
Setelah menyaksikan langsung dan berbagi cerita dengan beberapa warga, John Batafor mutuskan untuk membeli beras sebanyak 30 karung ukuran lima kilogram.
“Saya kontak beberapa teman relawan yang juga kebetulan berada di Kupang untuk datang dan bawa beras untuk warga. Saat ini kami hanya bisa bantu ini,” ucapnya getir.
John menambahkan bahwa mereka sudah bicara dengan warga. “Kami sudh bicara juga soal kondisi mereka. Soal atap yang perlu diganti dan lain – ain. Saya tidak janji, tapi saya bersama teman – teman komunitas Relawan Taman Daun saya akan berusaha, terutama untuk memperbaiki atap mereka yang rusak. Apalagi ini musim hujan. Sampai saat ini saya belum tahu bagaimana caranya, tapi saya akan mengusahakan itu bersama teman – teman relawan Taman Daun yang lain,” jelas pentolan Komunitas Taman Daun yang telah memperbaiki puluhan atap rumah warga tidakampu di Lembata ini.
Di akhir pesannya John mengatakan bahwa tidak sulit untuk mencari jalan keluar dari persoalan ini. “Yang penting ada kemauan, juga ada hati. Jika ada kemauan dan punya hati saya yakin kita bisa menyelesaikan persoalan in,” pungkasnya.
Masalah Warga Eks Tim – Tim adalah Persoalan Struktural
Merujuk hasil penelitian Didimus Dedi Dhosa (2019) yang diterbitkan pada jurnal Pendidikan dan Kebudayaan MISSIO, menunjukkan bahwa problem warga sintas Timor Timur di Timor Barat bukan sekedar problem individual melainkan masalah struktural yang diakibatkan oleh kebijakan negara.
Sosiolog Universitas Katolik Widya Mandira itu saat dimintai komentar tentang persoalan ini mengatakan, “Akses yang sulit terhadap tanah untuk pembangunan tempat tinggal, dan areal pertanian, menyebabkan warga eks Timor Timur terjebak dalam lilitan kemiskinan yang akut. Mereka harus tinggal di atas tanah pemerintah pada masa yang tak menentu, dengan status konversi tanah yang tidak jelas bagi mereka.”
“Mereka bahkan harus mengolah tanah warga lokal, dengan status bagi hasil produksi yang acapkali timpang. Ketimpangan ekonomi seperti inilah yang membidani lahirnya konflik horizontal antara warga lokal versus warga eks Timor Timur, yang sebetulnya merupakan akibat dari problem struktural negara,” tambah Dosen Sosiologi itu.
Menurutnya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memastikan status tanah bagi warga eks Timor Timur di Timor Barat. Kebijakan redistribusi tanah yang adil bagi warga eks Timor Timur perlu dipertimbangkan secara serius oleh pemerintah. “Ini adalah langkah mendasar yang harus diambil untuk mengurai benang kusut konflik yang sering muncul selama ini di Timor Barat,” tutup Dedi.
(JR)