LEMBATA – Kejaksaan Negeri (Kejari Lembata) akan melimpahkan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan kapal rakyat (DAK Transportasi) pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perhubungan Kabupaten Lembata Tahun Anggaran 2019, ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang.
Tiga tersangka telah ditetapkan oleh tim penyidik Tipidsus Kejari Kabupaten Lembata dalam kasus dugaan korupsi ini.
Tersangka yang ditetapkan adalah MF selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), PB selaku pengguna anggaran, dan (PA) dan MAF selaku pengguna anggaran.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Lembata, Azrijal, S.H., M.H., kepada wartawan, Senin (14/11/2022) mengaku bahwa saat ini penyidik Tipidsus sedang melakukan pemberkasan atas tiga tersangka yang telah ditetapkan dan ditahan oleh Kejari Kabupaten Lembata.
Menurut Kajari Lembata, untuk ketiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi kapal Pinisi Aku Lembata, segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang untuk disidangkan.
“Tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi kapal pinisi aku lembata yakni MF, PB, dan MAF segera dikirim ke Pengadilan Tipikor Kupang untuk disidangkan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, dalam kasus ini, kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan pelaku berdasarkan perhitungan dari akuntan adalah sebesar Rp700.595.100.
Pria yang akrab disapa Azrijal ini, menjelaskan bahwa pada tahun 2019, Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perhubungan Kabupaten Lembata mendapatkan alokasi DAK Affirmasi Transportasi dari Kemendes RI senilai Rp2.508.056.000,00.
Pekerjaan sejak tanggal 05 Juli 2019 hingga 1 Desember 2019, namun pekerjaan tersebut tidak dapat diselesaikan tepat waktu dan PPK bersama Penyedia bersepakat melakukan addendum sebanyak 4 (empat) kali yang terdiri dari Addendum penambahan waktu dan perubahan tahun anggaran hingga akhirnya pekerjaan tersebut diserahterimakan tanggal 12 Maret 2020 tanpa disertai dengan dokumen-dokumen kelengkapan kapal (Surat Ijin tersebut merupakan pekerjaan finishing dan menjadi bagian dari kontrak yang harus diselesaikan oleh Penyedia), serta dokumen dan uji berlayar, surat ukur, gros akta.
Dan keterlambatan pekerjaan tersebut PPK hanya mengenakan denda keterlambatan kerja selama 21 (dua puluh satu) hari yang dihitung setelah tanggal 19 Februari 2020 sebesar Rp52.413.900,00- (lima puluh dua juta empat ratus tiga belas ribu sembilan ratus rupiah) yang diperhitungkan pada saat pembayaran 90%.
Selanjutnya pekerjaan di serah terima akhir (PHO) pada tanggal 23 November 2021, dan pembayaran yang dilakukan 90% Senilai Rp2.121.515.000, dan sisa sebesar Rp374.385.000 yang terdiri dari 10% untuk fisik pekerjaan dan 5% Jaminan Retensi.
Dalam tahap penyidikan, kata Azrijal, telah diperiksa sebanyak 33 orang saksi, 6 orang ahli, dan menyita beberapa dokumen terkait pengadaan Kapal Rakyat (DAK) Transportasi pada Dinas PUPRP Kabupaten Lembata TA.2019, dan ditemukan beberapa item-item pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak dan berdasarkan penghitungan kerugian negara oleh akuntan publik terdapat kerugian keuangan negara senilai Rp700.595.100,00 (T
tujuh ratus juta lima ratus sembilan puluh lima ribu seratus rupiah).
Selanjutnya penyidik menyimpulkan dan menetapkan tersangka atas nama MF selaku PPK, PB selaku pengguna anggaran, dan HAM selaku penyedia yang saat ini sedang menjalani pidana di Lapas Kelas 1 Makasar dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UURI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UURI nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UURI nomor 31 tahun 1999 Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.(*)