Kebahagiaan Tidak Jatuh dari Langit

Ilustrasi pasangan bahagia (MalangVoice)
Ilustrasi pasangan bahagia (MalangVoice)

OaseNusalontar.com

Impian setiap pasangan yang menikah adalah bahagia dalam dan melalui perkawinan, sampai kematian memisahkan. Tapi kadang impian dan harapan ini jauh dari kenyataan.

Bacaan Lainnya

Tanyakan pada mereka yang sudah menikah. Apakah bahagia? Harus diakui bahwa ada pasangan yang memang bahagia. Ada yang pura-pura bahagia. Ada yang bingung untuk bahagia. Ada pula yang tidak tahu atau merasa asing dengan kebahagiaan dalam perkawinan.

Ternyata, perkawinan tidak selalu membuat orang bahagia. Ya, menikah bukan jaminan untuk bahagia. Ada orang yang tidak menikah tapi bahagia.

Perkawinan kadang tidak seindah impian dan harapan. Justru perkawinan menghadapkan pasangan pada realitas yang tak terduga, konflik, diam-diaman, dendam, selingkuh dll.

Ada yang beranggapan bahwa bahagia dalam perkawinan kalau punya harta. Betulkah? Banyak orang justru selalu bertengkar karena masalah harta. Waktu kebersamaan berkurang karena dihabiskan demi harta, lalu kehadiran, perhatian dan kasih sayang diabaikan. Harta bisa menjadi sumber konflik.

Bahagia kalau punya anak. Memang keluarga terasa sempurna ketika dikaruniai anak. Apakah dengan kehadiran anak lantas keluarga bahagia? Nyatanya, banyak konflik terjadi karena ulah anak. Anak melawan dan membangkang orang tua. Anak terjebak dalam pergaulan yang salah. Anak bisa menjadi sumber konflik.

Keluarga bahagia kalau rajin berdoa. Semua pergi ke gereja. Tetapi apakah itu menjamin bahagia? Nyatanya setelah keluar gereja, suami marah terhadap istri. Anak buat masalah. Istri berkelahi dengan tetangga.

Ada yang merasa perkawinan justru membatasi kebebasan. Perkawinan seperti membawanya ke pulau asing, menyendiri di kamar dan meratapi nasib. Menyesal karena telah menikah, “Kalau saya tahu begini dari dulu, saya tidak mau menikah.”

Pisah ranjang, perceraian bahkan lari adalah konsekwensi dari perkawinan yang tidak bahagia. Alasannya hampir sama, karena sudah tidak cinta lagi. Benarkah?

Tidak! Cinta tidak harus ada 100% di awal. Bisa saja hanya beberapa persen. Sisanya dicari dan diusahakan sepanjang hidup. Cinta selalu diciptakan dan dibangun. Maka kebahagiaan juga selalu diciptakan dan diusahakan.

Perkawinan memang tidak selalu membuat orang bahagia, tetapi orang dapat membuat perkawinannya bahagia. Intinya di sini! Bahagianya perkawinan bergantung pada pilihan; komitmen, komunikasi dan kerja sama.

Kebahagiaan tidak jatuh dari langit, tetapi ada pada usaha bersama. Kebahagiaan itu tercipta ketika masing-masing mengalahkan ego dan menjadi pribadi yang dibutuhkan oleh pasangan.

Seperti apa perjalanan perkawinan tergantung pilihan; mau bahagia atau tidak. Tidak perlu mengharapkan harta, atau orang lain untuk mendapatkan kebahagiaan. Bahagia itu ketika bisa mengalahkan ego masing-masing, saling memahami, saling percaya, jujur dalam berkomunikasi and so on.

Tidak mudah memang. Namun itulah konsekuensi dari pilihan dan komitmen dalam mengarungi bahtera perkawinan di tengah ombak dan arus pencobaan hidup.

Konflik atau masalah dalam perkawinan selalu ada. Pasang surut dalam perkawinan tak bisa dihindari. Tapi jangan biarkan semua itu merenggut kebahagiaan dalam keluarga.

Kendalikan hati, pikiran, kehendak dan perasaan. Perkawinan menjadi tidak bahagia karena pribadi lepas kontrol, terlalu posesif dan membiarkan kebahagiaan hilang ditelan napsu dan keinginan pribadi.

Memang perkawinan tidak selalu membuat orang bahagia. Tetapi orang dapat membuat perkawinannya bahagia.

P. Yoseph Pati Mudaj, Msf

Pos terkait