Kelas Menulis Narasi Pantau Melawat Lima Kota 

Peserta kelas menulis Pantau

KUPANG – Pertama kali sejak pandemi Covid-19 melanda dunia, Yayasan Pantau, sebuah organisasi Jakarta, yang bergerak di bidang pelatihan jurnalisme di Indonesia, kembali membuka kelas jurnalisme narasi secara tatap muka.

Narrative Journalism Tour 2022 dimulai di Kupang, 3-7 Oktober 2022, dan total akan dilakukan di lima kota.
Rangkaian kelas yang didukung oleh Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta ini selanjutnya akan tur ke Semarang, Manado, Palangkaraya dan Pekanbaru.

Bacaan Lainnya

“Sebagai dua negara demokrasi terbesar dan paling dinamis di dunia, Amerika Serikat memiliki komitmen yang sama dengan Indonesia untuk melindungi kelompok-kelompok rentannya,” ujar Michael Quinlan, Juru Bicara dan Atase Pers Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta.

Quinlan mengatakan Amerika Serikat mendukung upaya Indonesia untuk menegakkan dan menggalakkan perlindungan bagi minoritas.

“Media memainkan peran penting dalam menyuarakan suara dan pandangan yang termarjinalisasi – dan pelaporan dengan jurnalisme yang baik dapat membentuk opini dan mempengaruhi perilaku dan pengambilan keputusan. Untuk mencapai tujuan ini, kami bangga dapat bermitra dengan Yayasan Pantau, yang sangat memahami kebutuhan di lapangan. Kami juga senang bekerja sama dengan Universitas George Washington, untuk berbagi tentang praktik terbaik jurnalisme dari perspektif AS. Kami menantikan untuk membaca kisah-kisah menarik yang dihasilkan pelatihan ini, dan berharap kisah-kisah ini dan para peserta akan menginspirasi yang lain untuk melakukan yang sama,” ujarnya.

Kelas yang berlangsung selama lima hari di Kupang dipandu oleh Janet Steele, guru besar di George Washington University dan Fahri Salam, Pemimpin Redaksi Project Multatuli. Lima belas peserta dipilih dari berbagai kota dan latar belakang, termasuk jurnalis, aktivis, mahasiswa dari Flores, Timor, Sumba, Alor, Sabu, Lembata, Rote dan Papua.

Bagi Janet Steele, ini adalah kunjungannya kembali ke Indonesia setelah negara-negara memberlakukan pembatasan kunjungan ke Indonesia pada 2019 lalu. Sebelumnya dia rutin mengisi kelas Jurnalisme Sastrawi-sebutan lain untuk jurnalisme narasi- bersama Andreas Harsono, pendiri Yayasan Pantau di Jakarta.

“Kami sangat menghargai kedatangan Janet kembali untuk mengajar di kelas-kelas Pantau. Pada saat bersamaan kelas pertama di Kupang, rumah Janet di Sanibel terkena topan Ian. Kita ikut sedih dan dia tentu cemas dengan dengan rumahnya di Sanibel,” kata Andreas.

Di Kupang kelas ini ditaja bersama Institute of Resource Governance and Social Changes (IRGSC). Ardy Milik, peneliti junior dari IRGSC berharap hadirnya kelas jurnalisme narasi di Kupang, dapat memberi warna baru dalam cerita-cerita faktual tentang Nusa Tenggara Timur, yang belum tersampaikan ke publik.

“Kolaborasi Pantau dan IRGSC  adalah bentuk dukungan  dalam memajukan kualitas jurnalisme di wilayah Indonesia timur terutama Nusa Tenggara Timur,” katanya.

Dia berharap terselenggaranya program ini mampu meningkatkan kapasitas jurnalis dan penulis baik secara personal maupun komunitasnya. Terutama dalam menyuarakan isu demokrasi, minoritas dan hak asasi manusia.

Elfika Karwayu, mahasiswa Universitas Nusa Nipa Indonesia dari Maumere menilai  kelas jurnalisme narasi ini memberinya pengetahuan baru.

“Kelas ini adalah pengalaman luar biasa bagi saya. Tentu saya akan bagikan ilmunya kepada teman-teman mahasiswa di Maumere,” kata Fika.

Yayasan Pantau telah memulai kelas-kelas Jurnalisme Narasi maupun Jurnalisme Sastrawi, sejak 2001. Materi dalam kelas ini mengikuti gerakan Tom Wolfe yang menggabungkan disiplin jurnalisme, riset, dan daya pikat sastra. (*/JR)

Pos terkait