KUPANG – Warga eks Timor Timur masih belum kehilangan harapan, meski sudah lebih dari 20 tahun perjuangan untuk mendapatkan kembali hak mereka belum menemui titik terang. Harapan itu kian membuncah, ketika tim dari Sekretarian Jenderal (Setjen) Dewan Ketahanan Nasional hadir untuk bertatap muka dan mendengar langsung curahan hati mereka di Bakunase, Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang, Kamis (22/9/2022).
Adalah Frits Marsel Adu, S.H., M.H., M.Th., Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cakra Perjuangan Jakarta, yang telah memediasi pertemuan ini. Hati Frits tersentuh saat para warga eks Timor Timur itu memohon kepada dirinya untuk membantu mereka.
“Ini urusan kemanusiaan, jadi saya merasa wajib untuk membantu,” ujar pengacara asal Rote itu.
Frits Adu mengatakan, sejauh ini dirinya sudah menempuh berbagai cara untuk membantu warga eks pengungsi Timur Timor itu.
“Langkah-langkah yang sudah kami tempuh yaitu melakukan pendekatan ke beberapa instansi, seperti, Komnas HAM, Ombudsman, juga ke DPR RI. Tetapi sampai dengan saat ini belum ada realisasi,” ungkapnya.
Ia menambahkan, di samping cara yang sudah ditempuh, pihaknya saat ini hanya berharap kepada Wantannas untuk menjadi mediator untuk mencari solusi, karena baginya ini adalah sesuatu persoalan negara yang sangat krusial.
“DPR RI juga kami sudah audiensi dan direkomendasikan tetapi tidak ada realisasinya. Jadi sekarang saya coba bersandar dan berharap Sekretariat Jendral Dewan Pertahanan Nasional yang hari ini diwakili oleh Pak Maman bersama timnya. Saya mengucapkan terima kasih karena Tim.Wantannas mau hadir di tempat ini. Sebagai kuasa hukum dari pengurus pemilik aset, saya berharap apa yang sudah disampaikan oleh Tim Setjen Wantannas dapat terwujud. Ini sandaran kami yang terakhir” ungkap Frits.
Ia menjelaskan, aset pengungsi eks Timor Timor itu sudah diinventarisir. Ada formulir yang pernah dikeluarkan oleh negara Timor Leste, yang menerangkan bahwa ada aset-aset itu adalah warga negara asing yang mempunyai aset di Timor Leste. Nilainya lebih dari Rp2 triliun. Dokumen-dokumennya juga lengkap.
Keluhan Warga Eks Timor Timur
Salah seorang warga eks Timor Timur bernama Wasni Doloksaribu tak kuasa menahan tangis saat diberi kesempatan untuk mengungkapkan isi hatinya di hadapan Tim Wantannas. Kenangan pahit yang pernah dialaminya sebagai pengungsi eks Timor Timur seakan kembali membentang dalam ingatan ketika ia mengisahkan lara hatinya menanti kepastian ganti rugi atas aset-aset keluarganya yang tertinggal di Timor Leste.
“Kami juga cinta merah putih, Bapak. Kami bukan minta-minta, kami hanya berharap tolong ganti hak kami,” tuturnya sambil terisak.
Seketika, halaman rumah salah seorang warga eks Timor Timur yang juga dijadikan sebagai sekretariat Yayasan Wira Kasih Lestari itu diselimuti suasana haru biru. Beberapa ibu tua tampak mengusapkan air mata. Mungkin air mata haru, atau air mata kepedihan, bisa juga air mata rindu akan perhatian, atau bisa jadi air mata penyesalan, hanya mereka sendiri yang tahu. Yang pasti, air mata itu menjadi ungkapan hati paling sederhana atas penderitaan yang mereka alami bertahun-tahun setelah mereka “terusir” dari Timor Timur.
“Tolong sampaikan ke Jakarta, Pak, keluhan kami ini. Kalau saja bapak mau ke rumah saya, saya senang sekali Pak, biar Bapak tahu seperti apa kondisi rumah saya. Kami ditugaskan pak di sana (Timor Timur, red), tetapi saat kami kembali ke sini tidak ada yang perhatikan kami Pak,” keluh Wasni sendu.
Wasni berharap pemerintah menghargai perjuangan para eks warga Timor Timur yang sudah rela meninggalkan segalanya di Timor Timur (sekarang Timor Leste), demi cinta kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, juga demi cinta kepada merah putih.
“Jangan seperti yang sekarang, yang panjat bendera langsung dikasih hadiah. Bagaimana dengan nasib suami kami yang di sana waktu itu rela berjuang, nyawanya dipertaruhkan. Ada kecemburuan sosial dari kami Pak, bukan orang yang sempurna. Tolong sampaikan aspirasi kami, Bapak, biar kami bisa nikmati sebelum Tuhan panggil,” pinta Wasni.
Tidak hanya Wasni yang punya pengalaman seperti itu. Semua yang hadir punya pengalaman yang sama, merasa tersisih, terabaikan, dan tidak dianggap oleh negara. Mereka tidak merasakan kehadiran yang sungguh dari negara untuk mereka.
Jawaban Tim Setjen Wantannas
Tim Setjen Wantannas yang dipimpin oleh Marsekal Muda TNI, Maman Suherman, menyatakan siap menjadi mediator dalam membantu menyelamatkan aset warga eks Timor Timur yang ada di negara Timor Leste.
“Kami ke sini diinisiasi oleh Pak Frits Adu, yang datang ke kantor untuk menyampaikan bahwa ada permasalahan nasional. Ini adalah permasalahan negara, sehingga negara harus hadir dan harus turun tangan,” ucap jenderal bintang dua itu.
Maman menjelaskan, tugas Wantannas adalah merumuskan kebijakan yang ada di daerah untuk kepentingan negara, juga menyampaikan aspirasi permasalahan yang ada di masyarakat dan perkembangan nasional maupun internasional yang sekarang maupun yang akan datang.
“Kami datang ke sini sebagai mediator dari bapak-bapak sekalian kepada pimpinan. Mudah-mudahan kedatangan kami ini menjadi jembatan. Kami akan menjadi mediator yang akan menyampaikan hal ini kepada Presiden, karena ini adalah tugas kami,” jelasnya.
Meski demikian, Maman mengaku bahwa Tim-nya bukanlah malaikat yang bisa menyelesaikan segala sesuatu semudah membalikan telapak tangan. Semuanya butuh proses, dan proses yang lama adalah ketika sudah sampai di meja Presiden, karena setiap hari ada ribuan surat yang masuk ke meja Presiden.
Selain itu, kata Maman, leading sektor yang bertugas untuk mengurus permasalahan ini adalah Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Dalam Negeri.
“Kedua kementerian ini nanti yang akan mengurus lebih lanjut setelah mendapat masukan dari Dewan Pertahanan Nasional. Kami juga berjanji bahwa aspirasi dari bapak dan mama sekalian akan sampai kepada Presiden dan ini kepastian yang akan kami sampaikan tinggal kebijakan dari pimpinan,” terangnya.
Marsda Maman Suherman juga memberi peneguhan kepada warga, bahwa perjuangan itu membutuhkan kesabaran, butuh waktu yang panjang, bahkan kadangkala para pejuangnya sendiri tidak bisa merasakan hasil perjuangan, tetapi yang menikmati adalah anak cucu.
“Berangkat dari situ, perjuangan yang sudah berlangsung selama 23 tahun ini merupakan perjuangan yang panjang dan masih menunggu kesabaran dan hari ini. Kami datang bersilaturahmi dengan Bapak-bapak sekalian untuk memberikan semangat heroik, kesabaran, dan perjuangan. Kami membantu karena tugas kami adalah sebagai penulis analisa dan penulis kebijakan yang disampaikan kepada pimpinan nasional,” paparnya.
Ia berpesan agar warga eks pengungsi Timur Timor untuk tetap berjuang, karena baginya, perjuangan itu adalah ibadah.
“Saya harap, teruskan perjuangannya dengan bertahan pada kesabaran. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa dapat memberkati kita semua dan memuluskan upaya dan usaha kita sekalian,” harapnya.
Penulis: Joe Radha