Ketua Golkar Ende, Hery Wadhi: Kami Tunggu Nama

Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Ende Herman Yosef Wadhi (Foto: Klik-NTT,com)

ENDE, NUSALONTAR.com – Gonjang – ganjing kesepakatan partai koalisi MJ Jilid II untuk menyodorkan dua nama ke DPRD Ende untuk dipilih menjadi wakil bupati masih menyisakan teka – teki. Waktu terus berjalan tapi partai – partai koalisi MJ Jilid II yang mestinya mengusulkan dua nama hingga saat ini terkesan hanya “kasak – kusuk tanpa ada kejelasan”.

Untuk mendapatkan kejelasan informasi berkaitan dengan proses itu, NUSALONTAR mencoba menghubungi Herman Yosef Wadhi (Hery Wadhi), ketua DPD II Golkar Ende yang namanya juga masuk dalam bursa kandidat calon wakil bupati yang diusulkan, pada Rabu (27/01/2021).

Bacaan Lainnya

Kepada NUSALONTAR Hery menyampaikan bahwa Partai Golkar sesungguhnya telah mengantongi dua nama calon (sesuai dengan SK DPP Golkar) sejak bulan September 2020. “Nama itu sudah kami sampaikan kepada bapak Bupati, juga kepada teman – teman koalisi yang lain, dalam bentuk SK dari DPP,” tutur Hery.

Namun, karena Golkar mengusulkan dua nama, lanjut Hery, maka partai koalisi yang lain merasa bahwa itu tidak adil. Mesti ada satu nama lagi dari enam partai koalisi yang lain supaya tidak terkesan bahwa Partai Golkar memonopoli, meskipun secara politik, juga dari sisi etis, semua partai  paham bahwa Golkarlah yang seharusnya mendapat jatah wakil bupati. Akan tetapi, partai koalisi yang lain juga berhak menyodorkan nama. Dari dua nama yang diusulkan ke DPRD itu, para anggota DPRD-lah yang akan menentukan pilihan.

Partai Golkar, menurut Hery, sesungguhnya siap untuk mengeliminir satu nama dan menyisakan satu nama yang bakal diusulkan bersama – sama dengan satu nama lagi dari partai koalisi yang lain, namun hingga saat ini nama yang dinanti tak kunjung disodorkan. “September (2020-red) kami diminta untuk coret satu nama, tapi saya tidak bisa memberi pendasaran kepada propinsi dan pusat (DPD I dan DPP) untuk coret nama salah satu itu karena, nanti mereka tanya, Hery, kamu (di) Ende katanya calon lebih dari dua itu tu mana buktinya? Hanya di omongan saja pak. Oktober, hanya di omong pak. November, hanya di omong pak. Desember, hanya di omong pak. Empat bulan hanya ada di omongan, saya tidak bisa jawab begitu. Trus sekarang kalau ada yang bilang Golkar yang terlambat, bagaimana itu?,” papar Hery.

Hery menjelaskan bahwa jika salah satu kader yang diusulkan oleh partai Golkar dicoret, harus ada nama penggantinya yang diusulkan secara resmi oleh partai koalisi yang lain, dibuktikan dengan surat rekomendasi atau SK dari DPP-nya. Tapi hingga saat ini satu nama yang ingin diusulkan oleh partai koalisi yang lain itu tidak ada rekomendasi atau Surat Keputusan-nya, sebagaimana yang Partai Golkar lakukan.

“Tentunya berdasarkan realitas politik yang ada, pada akhirnya Golkar akan menetapkan satu nama saja, tapi penetapan itu mesti berdasarkan pada rekomendasi resmi atau Surat Keputusan dari DPP. Surat rekomendasi atau SK DPP itulah yang jadi dasarnya. Kalau hanya omong di mulut saja, dasarnya apa Golkar mencoret satu nama?,” ungkap Hery.

Hery juga mengemukakan bahwa kalaupun saat ini sudah ada nama yang direkomendasikan, tentunya butuh waktu bagi Golkar untuk memrosesnya. “Pastinya kami punya mekanisme partai dalam memutuskan untuk mencoret satu nama. Jika nanti nama calon dari partai koalisi yang lain itu sudah ada, teman – teman (dari partai lain-red) juga harus mengerti. Kami tunggu selama empat bulan, lalu sekarang seandainya sudah ada SK kami harus segera coret, tidak bisa begitu juga,” tutup mantan anggota DPRD dua periode itu.

Selain Hery Wadhi, NUSALONTAR juga menghubungi ketua PKS Ende, Chairul Anwar. Melalui pesan Whatsap Anwar menyampaikan, ”Partai koalisi selain Golkar masih melakukan komunikasi untuk nantinya menentukan 2 nama yang akan kita ajukan ke Bupati untuk selanjutnya diberikan ke DPRD untuk dilakukan  pemilihan. Kita masih menunggu Nasdem dan Demokrat yang infonya juga akan mendorong salah satu kadernya untuk ikut di pencalonan wakil bupati. PKS pada posisi menunggu 2 nama yang akan muncul setelah itu akan kita tentukan kemana akan menentukan dukungan.”

Akademisi: Elit Politik Lokal Harus Didesak Untuk Menanggalkan Pertarungan Sempit

Sosiolog Universitas Katolik Widya Mandira (UNIKA), Didimus Dedi Dhosa, ketika dimintai komentarnya tentang konstelasi politik di Ende mengatakan, “Terkatung-katungnya posisi wakil bupati Kabupaten Ende menujukkan buruknya kultur demokrasi di tingkat lokal. Hal ini bukan semata-mata dialami oleh Kabupaten Ende melainkan juga dialami oleh daerah-daerah di tempat lain, termasuk Kabupaten Malaka-Nusa Tenggara Timur pada era kekuasaan Stef Bria Seran (2015-2020).

Menurut Dosen yang sering menulis opini di berbagai media cetak ini, buruknya kultur demokrasi lokal pasca-otoritarian disebabkan oleh nafsu kekuasaan elit-elit politik yang ingin mempertahankan kekuasaan, dan dengan kekuasaan itu, mereka dapat menata sumber daya kapital di tingkat lokal untuk kepentingan sempit partai-partai politik, birokrasi dan membangun patronase politik di tingkat lokal.

“Dalam alur pikir seperti ini, tarik-ulur posisi wakil bupati di Ende, boleh jadi, tidak semata-mata persoalan elit politik di tingkat lokal, melainkan juga pertarungan politik di tingkat pusat yang ingin membangun kekuatan  politik patronase hingga tingkat lokal. Di sinilah kompleksitas relasi politik lokal menjadi semakin parah. Sebab, politik lokal telah menjadi arena kontestasi antara elite pusat yang berkolaborasi dengan elit lokal,” jelas Dosen yang juga peneliti ini.

Dedi berharap agar elit politik lokal harus didesak oleh warga di Kabupaten Ende agar mereka segera menanggalkan pertarungan sempit membangun patronase politik, dan lebih mengutamakan kepentingan publik warga di Kabupaten Ende selama mengusung wakil bupati Ende.

(JR/Red)

Pos terkait