KABUPATEN KUPANG – Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tpidkor) Polres Kupang menetapkan Kepala Seksi Perlindungan Konservasi Sumber Daya Alam, Ekosistem, & Pemberdayaan Masyarakat pada UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Wilayah Kabupaten Kupang Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi NTT, menjadi tersangka.
Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial AYONF (44 tahun) ini ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi berupa penyalahgunaan kewenangan dalam pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan tanaman I (P1) Reboisasi Intensif dan Agroforestry oleh Tim UPT KPH Wilayah Kabupaten Kupang Seluas 505 HA pada BPDASHL Benain Noelmina Tahun 2020.
Kapolres Kupang, AKBP FX Irwan Aryanto, yang didampingi didampingi Kasat Reskrim Iptu Lufthi D Aditya, serta Kanit Tipikor Ipda Toby Naraha, dalam keterangan pers kepada wartawan pada Kamis, 10 November 2022, menjelaskan bahwa Unit Tipidkor telah melakukan serangkaian tindakan penyidikan terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi ini sebelum menetapkan AYONF alias Obed menjadi tersangka.
“Penyidik telah memeriksa 55 orang saksi, 1 Ahli Keuangan Negara, dan Polisi telah menyita dokumen terkait perkara dimaksud sebanyak 34 item,” ujar Kapolres.
Kapolres Irwan menambahkan, berdasarkan hasil audit dari Inspektorat Daerah Provinsi NTT, perbuatan tersangka telah merugikan keuangan negara sebesar Rp423.024.000.
Dalam rincian anggaran yang diberikan oleh Tim Penyidik, diketahui bahwa proyek ini memiliki pagu anggaran senilai Rp541.020.000,- yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) pada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Benain Noelmina tahun 2020 (dana APBN).
Dana tersebut dialokasikan untuk Desa Uiasa, Kecamatan Semau, Rp111.900.000, Desa Fatumonas, Kecamatan Amfoang Tengah, Rp115.140.000, Desa Akle Kecamatan Semau Selatan, Rp231.180.000 dan Desa Oenuntono, Kecamatan Amabi Oefeto Timur Rp112.800.000.
Mekanisme pencairan dana ke rekening tim pelaksana pekerjaan melalui rekening BRI dalam tiga tahap, masing-masing tahap I sebesar Rp216.408.000, tahap II sebesar Rp162.306.000, dan tahap III sebesar Rp162.306.000.
Namun, dalam pelaksanaannya, pekerjaan selesai tetapi uang untuk Kelompok Tani (Poktan) hanya dibayarkan Rp117.996.000.
Dana tersebut dicairkan untuk Desa Uiasa Rp54.986.994, Desa Fatumonas Rp20.000.000, Desa Akle Rp30.000.000, dan Desa Oenuntono Rp13.000.000.
Pekerjaan dilakukan sejak Mei 2020 dan berakhir Desember 2020. Tersangka selaku ketua pelaksana kegiatan swakelola menunjuk secara lisan Poktan sebagai pelaksana pekerjaan pemeliharaan tanaman I, tanpa didukung kontrak kerja secara tertulis.
Seluruh dana yang dicairkan langsung diambil dan dipegang oleh tersangka tanpa melibatkan bendahara sehingga seluruh dana dikelola oleh tersangka hingga pembayaran ke Poktan. Tersangka juga tidak membayar upah Hari Orang Kerja (HOK) Poktan sesuai dokumen dalam rencana kerja.
Di Desa Fatumonas, dari alokasi dana Rp115.140.000, tersangka hanya menyalurkan dana ke dua Poktan (O’Aem dan Kauniki) sebesar Rp20 juta. Ada selisih Rp95.140.000. Untuk Desa Akle, dari alokasi dana Rp201.180.000, tersalur hanya Rp30 juta ke Poktan Kaisalun dan ada selisih Rp171.180.000. Desa Uiasa, dari alokasi dana Rp111.900.000, hanya disalurkan Rp54.985.954 ke Poktan Bangun Hidup, ada selisih Rp56.914.005. Sedangkan untuk Desa Oenuntono, dari alokasi dana Rp112.800.000 hanya Rp13 juta yang disalurkan ke Poktan sehingga ada selisih Rp99.800.000.
Pembayaran ke Poktan pun tanpa bukti serta hingga saat ini tim pelaksana belum membuat laporan pertanggungjawaban ke Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Benain Noelmina.
“Dana tersebut di gunakan oleh tersangka selaku ketua tim pelaksana kegiatan, untuk kepentingan pribadi seperti makan, minum, rokok, BBM, dan kegiatan yang bukan peruntukannya,” tandas Kapolres.
Kapolres menjelaskan bahwa dari rangkaian tindakan penyidikan, diperoleh bukti yang kuat, dan melalui mekanisme tahapan gelar perkara penyidik telah menetapkan AYONF alias Obed selaku Ketua Tim Pelaksana Kegiatan PI sebagai Tersangka.
Adapun pasal yang disangkakan ialah Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 UU RI No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 tahun; denda paling sedikit Rp200.000.000,- dan paling banyak Rp1.000.000.000.
Perlu diketahui, tersangka telah memenuhi panggilan penyidik pada tanggal 8 November 2022, kemudian dilakukan pemeriksaan selama 6 jam. Setelah pemeriksaan, tersangka langsung ditangkap dan ditempatkan pada Rutan Polres Kupang. (JR)