Opini – Nusalontar.com
Oleh: Fransiskus No Awe*
Kontestasi politik di Ngada telah usai seiring dilantiknya pasangan Andreas Paru dan Raymundus Bena (AP-RB) sebagai bupati dan wakil bupati Ngada. Proses demokrasi di Ngada meninggalkan jejak yang perlu dievaluasi dan dikritisi demi meningkatkan kualitas demokrasi dan efektifitas kontestasi di masa yang akan datang.
Artikel ini mencoba menakar, mengevaluasi, dan merefleksikan perhelatan demokrasi dan kontestasi politik di Ngada dengan melihat bagaimana proses komunikasi dan interaksi politik, serta sejauh mana pengaruh politisi, framing media, dan peran legislatif dalam perhelatan demokrasi di Ngada.
Tipikal Warga Pemilih
Fenomena politik dan tipikal warga pemilih di Ngada sangat cair dan dinamis. Masyarakat akar rumput tidak tersegmentasi dalam euforia politik identitas dan tidak berafiliasi secara ketat dengan partai politik tertentu. Warga pemilih termasuk tim sukses bisa beralih dari satu partai ke partai yang lain atau satu paslon ke paslon yang lain.
Hal ini disebabkan tiga hal, pertama, kemudahan mengakses informasi sehingga warga pemilih dengan mudah memperoleh informasi mengenai figur politisi disertai visi, misi, dan sepak terjangnya.
Kedua, partai politik tidak mempunyai basis pendukung yang fanatik karena ketiadaan ideologi partai yang mengakar dan mengikat di tingkat masyarakat. Selain itu, sistem penentuan kandidat secara oligarki oleh pimpinan partai di Jakarta menjadikan warga pemilih di daerah seakan dijauhkan dari rangkulan partai politik.
Ketiga, warga pemilih dengan mudah menjalin relasi personal dengan para politisi. Relasi ini dibangun baik berdasarkan ikatan kekeluargaan, kekuatan kapital, kepentingan ekonomi politik, maupun ketertarikan pada figur politisi yang dinilai memiliki kompetensi leadership dan wacana pembangunan yang kontekstual untuk mengubah kondisi sosial dan ekonomi di Ngada.
Cairnya dinamika politik di Ngada juga tampak dari ketiadaan basis pendukung berdasarkan identitas, sehingga jualan politik identitas tidak berpengaruh pada warga pemilih di Ngada. Hal ini dikarenakan persebaran jumlah pemilih yang hampir merata di tiap wilayah dan faktor persebaran elit politik tiap daerah dalam satu partai maupun partai koalisi. Dengan adanya peleburan elit politik dari berbagai wilayah dapil dalam partai atau partai koalisi maka hal ini meruntuhkan isu jualan politik identitas etnis.
Di tengah situasi politik dan warga pemilih yang cair ini, muncul terobosan-terobosan baru dalam proses dan interaksi politik di Ngada seperti marketing politik, strategi patron-klien dan framing opini publik yang dimainkan oleh para pelaku politik, lembaga survei juga anggota legislatif.
Marketing Politik
Panggung kampanye adalah media strategis untuk memasarkan produk politik baik kompetensi leadership (personal branding), tagline marketing, negosiasi wacana politik, maupun isu-isu strategis untuk membangun Ngada.
Sebagian politisi memasarkan produk politiknya (political will) dengan elegan dan berkualitas. Di atas panggung demokrasi, mereka tidak hanya memaparkan visi misi tetapi juga membangun dialektika politik dengan warga pemilih sembari menawarkan program-program kerja. Dialektika ini menunjukkan bahwa warga pemilih mempunyai hak dan kesempatan untuk menentukan program pembangunan di Ngada.
Dialektika dan interaksi di panggung demokrasi ini cukup efektif membangun relasi kedekatan psikologi antara pemilih dan politisi. Selain itu, panggung demokrasi di bumbui narasi-narasi karitatif politisi yang tentunya turut meningkatkan ketertarikan warga pemilih terhadap dirinya.
Dalam perhelatan demokrasi Ngada, ditemukan juga sebagian politisi yang kurang memaksimalkan panggung demokrasi secara baik. Panggung kampanye menjadi arena mengumbar kebencian maupun memainkan playing victim. Alih-alih mendulang dukungan suara, strategi playing victim malah bernasib naas. Panggung demokrasi menjadi nir-substansi dengan strategi itu. Playing victim yang dimainkan justru kontraproduktif dengan realitas warga pemilih. Warga pemilih cenderung tertarik pada tagline wacana pembangunan yang kontekstual untuk mengubah kondisi sosial ekonomi di Ngada.
Tampilan politisi maupun jurkam (juru kampanye) yang cenderung ke arah demagog (obral janji) juga kurang berpengaruh mendulang dukungan pemilih. Pemilih lebih tertarik pada track record, personal branding, disertai narasi-narasi karitatif yang telah dilakukan oleh para politisi atau pasangan calon. Semakin banyak narasi karitatif (kedermawaan) maka semakin menaikan popularitas figur tersebut yang kemudian memiliki signifikansi terhadap kepercayaan warga terhadap figur yang dimaksud.
Strategi Patron-Klien
Tak dapat dipungkiri hampir semua politisi atau paslon memakai strategi patron-klien. Yang membedakan antar paslon atau politisi adalah cakupan keluasan jaringan, keintiman dengan pemilih maupun lamanya waktu membangun relasi patron-klien.
Patron-klien merupakan hubungan timbal balik antara dua orang (yang memiliki perbedaan status sosial ekonomi) yang dijalin secara khusus atau dengan dasar saling menguntungkan, serta saling memberi dan menerima.
Dalam konteks politik di Ngada, jaringan relasi patron-klien ini dibangun oleh politisi baik secara individual maupun secara kolektif. Jaringan individual dibangun dengan berbagai metode seperti memberi sumbangan karitatif kepada kelompok-kelompok tani, komunitas gereja, bantuan orang perorang maupun jaringan ikatan kekeluargaan dan relasi kekerabatan perkawinan.
Jaringan patron-klien juga dibangun melalui tim partai politik atau partai koalisi. Anggota legislatif dari partai pendukung atau partai koalisi memiliki kekuatan ampuh untuk menggalang dukungan warga pemilih.
Anggota legislatif yang telah memiliki basis pemilih dan jaringan ke masing-masing wilayah dapil kemudian mentransformasikan basis pemilihnya itu untuk mendukung paslon usungan partai atau partai koalisi. Sistim kerja kampanye para anggota DPR ini nampak lebih tertata dan sistematis.
Dengan memanfaatkan posisi dan tanggung jawabnya sebagai legislator, mereka memberi bantuan dana reses yang menjadi hak para konstituennya ataupun bantuan sosial lainnya seperti bantuan covid. Bantuan reses ini desa-desa. Dengan demikian, anggota DPR memiliki andil untuk meningkatkan keeratan dan keintiman warga pemilih (para konstituen) dengan paslon dukungannya.
Jaringan patron-klien yang dibangun oleh anggota DPR terbukti sangat efektif dan efisien dalam mengikat massa pemilih. Paslon atau koalisi yang unggul jumlah armada legislatif tentu jauh lebih kuat dan lebih luas relasi patron-kliennya.
Framing Opini Publik
Dalam persaingan politik, opini publik dijadikan sebagai instrumen untuk menggalang dukungan publik. Opini publik sebagai bagian dari strategi politik yang kerapkali digunakan pasangan calon baik di tingkat nasional maupun daerah.
Bentuk empirik opini publik adalah hasil survei lembaga-lembaga survei. Pada umumnya hasil survei dilaporkan dalam bentuk statistik yang mana setiap pasangan calon menempatkan posisinya pada tingkat tertinggi. Pasangan calon dan tim sukses kemudian memframing hasil survei tersebut untuk menggiring keyakinan publik dan menjadikan hasil survei sebagai acuan bagi pemilih. Dengan opini publik berupa statistik diharapkan dapat meningkatkan elektabilitas paslon atau politisi.
Dalam kontestasi pilkada Ngada, AP-RB termasuk yang cukup gencar memainkan framing opini publik di panggung kampanye. Dalam konteks pertarungan politik, paslon ini termasuk sukses memainkan strategi menggiring opini publik dengan statistik hasil survei lembaga indikator Indonesia. Hasil survei tersebut menempatkan APRB sebagai pemuncak statistik dengan tingkat dukungan warga tertinggi dari pasangan lain sebesar 33,1%, disusul urutan kedua 16,4%, ketiga 12%, keempat 11,2% dan kelima 5,6%.
Hasil survei ini kemudian dinarasikan secara terus menerus dalam setiap kampanye tatap muka maupun secara intens promosi di media sosial yang tentunya bertujuan untuk meningkatkan keyakinan publik terhadap APRB.
Sebagai bagian dari strategi politik, pemakaian opini publik untuk menggiring dukungan publik terlihat wajar dan sah-sah saja. Di sini orang tidak mempertanyakan soal metodologis dan validitas survei. Apakah sampel survei diambil dari masa yang sudah diidentifikasi dengan figur atau partai tertentu atau masa yang belum memiliki partai dukungan. Namun karena ini adalah bagian dari strategi, siapa saja dapat memanfaatkannya untuk kepentingan politiknya.
Akhirul Kalam
Pada akhirnya proses dan dinamika politik membutuhkan strategi-strategi apik untuk menggalang dukungan dan meraih simpati warga pemilih. Seorang politisi harus mampu memasarkan produk politiknya (politic will), bijak merancang wacana pembangunan yang kontekstual, serta piawai mengatur strategi-strateginya.
Selain itu baik politisi maupun proses politik harus menegakan etos dan moralitas yang mantap dan elegan sebagaimana esensi politik yang luhur dan mulia adanya. Di sisi lain parpol sebagai pilar demokrasi harus kembali membangun ideologi kerakyatan dan menguatkan kapasitasnya agar mampu merangkul dan mendengar keluhan-keluhan rakyat.
*Fransiskus No Awe; Peminat Cultural Studies, tinggal di Malanuza, Ngada, NTT