KUPANG – Di kawasan Oesapa, persisnya di dekat Jembatan Pohon Duri – Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, ada sebuah pabrik Tahu. Namanya Tahu Bintang.
Narti, pemilik usaha pabrik tahu tersebut mengungkapkan bahwa dirinya mulai menempati lokasi itu sejak sekitar tahun 2006 silam.
“Saya buka usaha di sini sejak tahun 2006,” tuturnya kepada NUSALONTAR.COM, Selasa (21/09/2021).
Tanpa ragu perempuan yang kini telah berusia 40 tahun itu mengisahkan suka-dukanya dalam membangun pabrik tahu yang kini memperkerjakan enam belas orang karyawan itu.
Narti mengatakan bahwa sebelum pandemi Covid-19, usahanya bisa berjalan dengan lancar dan baik. Namun, perempuan yang berasal dari Solo (Jawa Tengah) ini pun mengeluhkan lesunya penjualan tahu semenjak didera badai pandemi Covid-19.
Kata Narti, omset tahu hasil produksinya mengalami penurunan hingga 30% sejak pandemi melanda. Penurunan permintaan pasar, kata Narti, terutama sejak adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
“Sebelum pandemi, produksi Tahu kami bisa mencapai 1 ton bahan baku kacang per hari. Tapi sekarang hanya berkisar 6 sampai 8 kwintal saja kacang yang kami pergunakan,” tuturnya.
Selain lesunya permintaan pasar, Narti juga mengeluhkan mahalnya harga bahan baku.
“Masih ditambah lagi harga kacang sebagai bahan baku pembuatan tahu yang terus mengalami kenaikan, dari yang semula perkilo cuma Rp7.000, sekarang sudah Rp12.000 perkilonya. Naik sebesar Rp5.000. Jadi, keuntungan kamipun menjadi sangat menipis. Belum lagi harus bayar listrik, air, dan ini itu, juga gaji karyawan, pokoknya saat ini bisa bertahan saja sudah cukup,” keluh Narti.
Meski demikian, Narti tetap bersyukur karena ditengah kondisi yang sulit, dirinya tak sampai merumahkan karyawannya.
“Bersyukur kami masih bisa bertahan, dan gak sampai ada karyawan yang dirumahkan,” imbuhnya.
Ketika disinggung soal pengelolaan limbah Tahu miliknya, Narti menjelaskan bahwa pihaknya telah membuat bak pengolahan dan penyaringan limbah di depan pabriknya.
Bak penampung berukuran 7×5 meter yang berfungsi untuk mengurangi resiko pembuangan limbah secara langsung, yang tentunya berdampak pada pencemaran lingkungan.
“Iya kalau untuk limbah kami siapkan bak penampung air hasil produksi jadi tidak kami buang langsung ke sungai,” jelasnya.
Namun demikian, Narti mengakui bahwa pada musim-musim tertentu, terutama pada musim hujan, ada aroma yang kurang sedap dari limbah produksinya.
“Jika sudah tercium bau tidak sedap biasanya kami berusaha atasi sehingga tidak sampai mengganggu kenyamanan warga sekitar,” pungkas Narti. (Arf/JR)