KUPANG – Malang benar nasib Melati (bukan nama sebenarnya), setelah diperkosa oleh oknum anggota TNI berinisial JRN, yang notabene adalah suami dari sepupunya sendiri, sampai hamil dan melahirkan seorang anak, Melati pun harus menerima kepahitan lain yakni dikeluarkan dari sekolah tempatnya menuntut ilmu. Pihak sekolah beralasan bahwa peraturan sekolah menuntut agar anak yang hamil harus dikeluarkan dari sekolah.
Sebagaimana dituturkan oleh ayah dan ibu tirinya kepada NUSALONTAR.COM, Melati mengaku dua kali diperkosa. Kali pertama saat Melati masih kelas VI SD, dan kali kedua pada saat Melati telah duduk di kelas X atau kelas satu SMA.
Menurut pengakuan ibu tiri korban, tanggal 26 November 2020 Melati berada di rumah sakit untuk menemani kakaknya yang sakit di Rumah Sakit (RS) Mamami Kupang. Di rumah sakit itulah Melati mengeluh sakit, merasa mual, bahkan sampai muntah-muntah.
“Waktu itu dia jaga kakaknya yang masuk rumah sakit. Malamnya Melati mengeluh sakit. Badannya panas dan muntah-muntah. Karena itu Melati dibawa oleh keluarga ke UGD untuk pemeriksaan. Dari situlah kita tahu kalau dia hamil,” tutur ibu tiri Melati.
Sejak tahu bahwa dirinya hamil, korban hanya diam dan menangis. Ketika ditanya siapa yang telah menghamilinya, korban hanya membisu. Tidak bicara apa-apa.
“Kami semua paksa dia untuk mengaku siapa yang telah menghamilinya, namun dia hanya diam dan menangis. Tak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya,” kata ibu tiri korban kepada tim media di kediamannya di kawasan Oebobo Kupang.
Korban baru mengaku pada tanggal 12 Desember 2020. Dalam pengakuannya, korban menceritakan bahwa dia hamil karena diperkosa oleh JRN, suami dari sepupunya yang adalah anggota TNI aktif.
Setelah mendapat pengakuan dari korban ibu tirinya langsung menghubungi Rumah Perempuan untuk mendapat pendampingan.
“Kebetulan ada teman saya yang pernah mengalami kasus yang mirip, dia anjurkan saya untuk meminta pendampingan di Rumah Perempuan,” ucapnya.
Keesokan harinya, pihak Rumah Perempuan bersama ibu tiri korban bersama-sama ke Detasemen Polisi Militer (Denpom) lX/1 Kupang untuk membuat laporan. Selanjutnya kasus itu dikawal oleh pihak Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kupang.
Ketika dilakukan pemeriksaan oleh pihak Denpom itulah, terbongkar semua perlakuan tak senonoh yang dilakukan oleh oknum TNI berinisial JRN yang tak lain adalah menantu dari tantenya, tempat korban tinggal.
Kepada pihak Denpom, kata ibu tiri korban, Melati mengungkapkan bahwa sejak masih SD, dirinya sudah kerapkali mengalami pelecehan dari pelaku. Misalnya ketika sehabis mandi dan masih mengenakan handuk, pelaku suka meremas buah dada korban.
Dalam pengakuan korban kepada pihak Denpom, terbongkar pula, bahwa ternyata saat korban masih berada di kelas VI SD (berusia 11 tahun) korban pernah diperkosa oleh pelaku.
Kehamilannya sendiri terjadi karena ia diperkosa untuk kedua kalinya oleh pelaku sekitar bulan Juni tahun 2020. Waktu itu Melati dijemput oleh pelaku dari rumah orang tuanya di Oebobo ke tempat tinggal pelaku di Liliba dengan alasan untuk menjaga anaknya. Namun ternyata pelaku menggunakan kesempatan itu untuk melampiaskan nafsunya, sehingga mengakibatkan Melati hamil dan melahirkan seorang anak.
Tinggal dengan Tantenya
Dengan senyum getir dan mata berkaca-kaca ayah Melati mengisahkan bahwa sejak kecil Melati sudah tinggal dengan tante kandungnya (saudari dari ayahnya), yang juga adalah ibu kandung dari isteri pelaku.
“Dia itu (Melati, red) menggantikan nama Te’onya (bahasa Rote: tante). Namanya saja persis nama Te’o-nya, yang berbeda hanya nama depannya saja. Oleh karena itu sejak umur dua tahun dia sudah diambil oleh tantenya untuk tinggal bersama mereka,” kisah Ayah Melati.
Kata ayah dan ibu tiri korban, dalam pengakuan kepada Denpom, setelah diperkosa, Melati pernah mengadukan perbuatan pelaku kepada Te’o atau tantenya, namun ditanggapi masa bodoh atau tidak direspon dengan baik oleh tantenya.
“Ketika duduk di bangku SMP, waktu main ke sini, Melati tidak mau pulang lagi ke rumah tantenya. Tapi saya paksa dia untuk pulang. Karena biar bagaimanapun dia sudah tinggal dengan tantenya sejak ia masih kecil. Kadangkala sepanjang perjalanan pulang dia menangis. Tapi saat itu kan saya tidak tahu bahwa dia diperlakukan buruk oleh tantenya, dan bahkan dilecehkan dan diperkosa oleh menantu Te’o atau tantenya itu,” beber ibu tiri korban.
Sedang Disidang
Karena ini merupakan kasus yang melibatkan oknum anggota TNI dari Kodim 1627 Rote, yang ternyata ditugaskan di Korem 161/ Wira Sakti Kupang, pihak keluarga juga menghubungi pihak Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan anak (P2TP2A) untuk bisa mendapat pendampingan hukum.
Pihak P2TP2A yang diwakili oleh Djois Jultin Hanas, kepada tim media menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses hukum kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur ini. Kata Djois, ini merupakan amanat undang-undang yang harus ditegakkan.
“Kami dari P2TP2A akan terus berusaha semaksimal mungkin memperjuangkan hak korban untuk mendapatkan keadilan. Ini menyangkut anak di bawah umur dan kaum perempuan yang lemah, karenanya kami akan terus kawal proses hukumnya yang saat ini sudah disidangkan di Pengadilan Militer Kupang, dan kini memasuki tahap pemeriksaan saksi-saksi,” ungkap aktivis pembela perempuan dan anak ini.
Pihak DenPom lX/1 Kupang yang juga didatangi tim media mengarahkan untuk langsung ke pengadilan militer Kupang, karena berkasnya telah dilimpahkan ke sana.
Sementara itu pihak Pengadilan Militer Kupang, ketika dikonfirmasi pada Rabu (08/09/2021) melalui Lettu Jaguar selaku Panitera Pengganti, menjelaskan bahwa kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang dimaksudkan memang sedang disidang.
“Dari kami, cuma bisa sampaikan bahwa proses hukumnya sedang berjalan, sidang sampai pada tahap pemeriksaan saksi-saksi, rencananya Senin kemarin sidang lanjutan namun ditunda karena, Oditur sedang sakit. Nanti sidang lagi akan kami infokan, namun seperti halnya kasus-kasus lain yang melibatkan anak di bawah umur maka sidang dilaksanakan tertutup untuk umum,” jelas Lettu Jaguar.
Masalah ini juga mendapat perhatian Komnas Perlindungan Anak, Aris Merdeka Sirait. Ketika dihubungi via pasan Whatsapp, Aris menegaskan bahwa tidak ada orang yang kebal hukum di negeri ini, apalagi untuk kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Aris menyampaikan bahwa dia akan terus memonitor perkembangan kasus ini, dan meminta pihak media untuk membantu mengawal persoalan ini.
Pihak keluarga sendiri sungguh berharap agar mereka bisa mendapatkan keadilan dalam kasus ini.
“Masa depan anak kami hancur gara-gara perbuatan pelaku yang bejat itu. Kami berharap mendapatkan keadilan. Kami dengar pelaku punya keluarga ada “orang kuat” di Kodam, tapi kami percaya bahwa hukum di negeri ini berlaku sama untuk setiap warga negara,” tutur ayah korban.
Kasus ini sedang disidang di Pengadilan Militer Kupang dengan nomor perkara: 13-K/PM.III-15/AD/VI/2021. (JR)