Pejuang Kemanusiaan Itu Sudah Pergi, RIP Sr. Eustochia

Foto: Penakatolik.com

Inspirasi – Nusalontar.com

“Pejuang kemanusiaan itu sudah pergi, selamat jalan Mama Sr. Eustochia,” demikian pesan yang saya baca di sebuah di Whatsapp group (WAg).

Bacaan Lainnya

Beberapa menit sebelumnya, seorang teman yang sedang ngobrol dengan saya tiba-tiba kaget setelah membaca pesan di handphone-nya.

“Aduh, Mama Suster Eustochia sudah meninggal,” kata dia. “Kau kenal tidak? Suster Eustochia orang Ende,” tanya dia lagi.

Saya hanya menggeleng dengan wajah bingung.

Ngero, masa kau tidak kenal Suster Eustochia?”, katanya lagi.

“Saya tidak mungkin kenal seluruh orang Ende,” jawab saya.

“Iya, tapi Suster ini terkenal. Dia pendiri TRUK-F,” katanya lagi.

Penasaran, saya kemudian melakukan pencarian di “Kaka Google”. Di sana ada banyak sekali pemberitaan tentang perjuangan Sr. Eustochia.

Tergambar pula, dalam pemberitaan-pemberitaan yang saya baca itu, betapa gigihnya Sr. Eustochia menjaga dan merawat kehidupan melalui perjuangan-perjuangannya untuk kemanusiaan.

Pendiri TRUK-F

Berawal pada tahun 1997 di Boganatar, TRUK-F akhirnya terbentuk pada tahun 1999.

Sebagaimana ditulis oleh Yuven Fernandez dari Penakatolik.com, Sr. Estochia, SSpS, menuturkan bahwa awalnya ia hanya membentuk kelompok ibu-ibu di Paroki Boganatar untuk berlatih keterampilan menjahit memasak dan menyulam.

Dalam kelompok itulah Sr. Estochia mendengar ada keluhan tentang kekerasan dalam rumah tangga yang sering diterima, namun didiamkan saja atas nama budaya patriarki.

Atas keprihatinan terhadap persoalan yang dikeluhkan oleh ibu-ibu itu, bersama Pater Ansel Dore Dae, SVD, Pater Philipus Tule, SVD, dan Bapak Alex Longginus, Sr. Eustochia akhirnya mendirikan sebuah lembaga independen yang akan bergerak di bidang kemanusiaan.

Lembaga itu kemudian diberi nama Tim Relawan Untuk Kemanusiaan-Flores (TRUK-F).

“Pengalaman paling menarik dan menjadi spirit saya dalam membela kaum perempuan dan anak, setelah membantu ibu-ibu di Paroki Boganatar, adalah ketika diminta oleh Uskup Belo (Uskup Dili,Timor Timur – waktu itu), untuk membantu ibu-ibu pengungsi Timor Timur yang diperlakukan secara tidak bermoral, dipaksa oleh suami mereka untuk menjual diri karena alasan ekonomi,” tutur Sr. Estochia, sebagaimana ditulis Yuven Fernandez di Penakatolik.com.

“Saat itu saya merasakan getaran nurani seorang ibu yang tidak berdaya di hadapan suaminya. Orang yang diharapkan sebagai pelindung dan pencari nafkah dalam keluarga menjadi begitu kejam, tapi malah menjual isterinya sendiri,” sambung Sr. Eustochia.

Selain itu, ada satu kasus lagi yang menjadikannya sangat gigih dalam memperjuangkan kemanusiaan, terutama hak-hak anak, yakni, pendampingannya terhadap seorang anak berusia 4 tahun yang menjadi korban kekerasan seksual oleh ayah kandungnya sendiri.

“Dua pengalaman ini menggugah hati saya untuk berjuang terus menyuarakan kaum lemah yang tidak bersuara lewat wadah TRUK-F,” ucapnya.

Sudah ribuan kasus yang ditangani oleh Sr. Eustochia. Sudah amat banyak orang yang dibela, ada sekian banyak kehidupan yang telah dirawatnya.

Sr. Eustochia kini telah berada di ujung perjuangannya di dunia. Pagi ini, Senin 8 November 2021, Sr. Eustochia dikabarkan telah berpulang. Tuhan telah memanggilnya pulang untuk memberinya apresiasi dari muka ke muka di Surga. Kita percaya, Sr. Eustochia kini telah memandang wajah Allah.

Selamat jalan Mama Suster, doakan kami senantiasa, agar selalu merawat kehidupan.

Penulis: Joe Radha

Pos terkait