KUPANG, nusalontar.com | Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) mengumumkan Perubahan Tarif dan Pemberlakuan Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) serta Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Penyesuaian tarif pajak ini disampaikan oleh Plt. Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah, Dominikus Payong, dalam jumpa pers yang dilaksanakan di Kantor Gubernur NTT, Selasa 10 Desember 2024.
Payong menjelaskan, penyesuaian pajak yang ditetapkan ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022, tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yang kemudian diturunkan dalam PP Nomor 35 tahun 2023 tentang ketentuan umum mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.
“Kami telah menyusun dan membahas bersama DPRD tentang penyesuaian tarif pajak ini, hasilnya adalah Perda Nomor 1 Tahun 2024,” sebut Payong.
Berdasarkan perda tersebut, untuk tarif kendaraan bermotor yang sebelumnya 1,5 persen dari pokok pajak, diturunkan jadi 1,2 persen.
“Kemudian untuk bea balik nama kendaraan bermotor pertama (BBNKB 1) untuk kendaraan roda 4, turun dari 15 persen menjadi 12 persen. Sedangkan untuk denda keterlambatan yang semula 2 persen, turun menjadi 1 persen,” terang Payong.
Ia menyebutkan, penyesuaian tarif ini akan berlaku mulai bulan Januari tahun 2025 mendatang.
Payong juga mengetengahkan tentang pentingnya kolaborasi dengan pemerintah kabupaten/kota, terutama dalam memberikan penjelasan kepada masyarakat.
“Kami sudah melakukan rapat koordinasi strategis, dan kabupaten/kota harus lebih proaktif,” ucapnya.
Selain itu, ia juga mengakui tantangan utama adalah keterbatasan informasi kepada masyarakat serta kondisi ekonomi yang belum merata.
“Oleh karena itu, sosialisasi masif dan edukasi wajib pajak menjadi prioritas utama untuk memastikan kelancaran penerapan kebijakan ini,” imbuhnya.
Pemerintah Provinsi NTT berharap, dengan perubahan ini, pengelolaan pajak dapat lebih efisien, transparan, dan memberikan dampak positif terhadap pembangunan daerah serta kesejahteraan masyarakat.
Di tempat yang sama, Penyuluh Pajak KPP Pratama Kupang, Jupiter Helderberg Siburian menyampaikan bahwa pemerintah melakukan penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Ia menambahkan bahwa kenaikan ini sebetulnya sudah direncanakan sejak tahun 2021.
“Kami ingin menegaskan bahwa penyesuaian ini tidak akan berdampak signifikan pada masyarakat menengah ke bawah. Sebab, beberapa barang kebutuhan pokok seperti beras, jagung, kacang-kacangan, daging, dan telur tetap dibebaskan dari PPN. Selain itu, berbagai barang dan jasa tertentu, seperti rumah bersubsidi dan rumah dengan harga sampai Rp 5 miliar, juga diberikan keringanan” ungkapnya.
Bagi UMKM, tambah Jupiter, penyesuaian ini tidak perlu dikhawatirkan karena sejak tahun 2022, UMKM yang yang punya omset hingga Rp500 juta pertama telah dibebaskan dari pajak.
“Hal ini menjadi bentuk dukungan nyata pemerintah untuk usaha kecil dan menengah. Di sisi lain, bagi karyawan, lapisan tarif Pajak Penghasilan (PPh) juga telah dinaikkan dari Rp50 juta menjadi Rp60 juta, memberikan kelonggaran lebih kepada masyarakat berpenghasilan rendah hingga menengah,” ucapnya.
Menurut dia, penyesuaian ini dilakukan agar pengelolaan pajak lebih adil, dengan fokus pada kelompok yang memiliki kemampuan menanggung beban lebih besar.
“Kami berharap pemberitaan mengenai kebijakan ini dapat disampaikan secara positif dan menyeluruh, sehingga masyarakat memahami tujuan dan manfaatnya,” ujarnya.
Menurut Jupiter, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga diharapkan dapat menambah kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara.
“Kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk menopang pendanaan pembangunan daerah dan meningkatkan pelayanan publik,” tandasnya.**