NUSALONTAR.COM – Maumere – Pernyataan Pater Otto Gusti Madung tentang kemungkinan Gereja Katolik menikahkan pasangan LGBT memantik diskusi dan perdebatan, baik di kolom komentar pemberitaan media dimaksud, juga di grup-grup whatsapp dimana link berita itu dibagikan.
Dikutip dari UCAnews.com, (The Union of Catholic Asian News) sebuah media online berbahasa Inggris, komentar Pater Otto Gusti SVD diberikan dalam pembicaraan dengan suatu kelompok jurnalis. Hasil diskusi ini jadi viral setelah diposting di Facebook pada 23 Mei.
“Menurut saya, hal itu mungkin bahwa perkawinan sesama jenis akan diakui dalam gereja Katolik”, kata imam, yang juga rektor STFK Ledalero itu, dikutip dari UCAnews.
UCAnews menulis bahwa kampus ini (STFK Ledalelro) dikenal dengan sikap inklusifnya dan sering mengundang orang LBGT untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan.
UCAnews juga menulis, Pater Madung menyatakan bahwa agama dan spiritualitas hanya memiliki legitimasi untuk eksis jika mereka tinggal bersama orang-orang seperti LGBT dan berusaha mengurangi penderitaan mereka di dunia.
Pernyataan pastor ini, tulis UCAnews, telah memantik kritik dari orang Katolik yang menuduhnya seorang yang liberal yang dapat menyebabkan kerusakan serius bagi gereja.
“Interpretasi terhadap kitab suci dan dogma adalah produk sejarah dan konteks tertentu dan karena itu ia butuh interpretasi baru untuk berbicara kepada orang-orang di masa kini. Hanya dengan itu kemudian gereja menjadi tanda kehadiran yang membebaskan dari Allah. Orang yang membaca peristiwa sejarah harus menggunakan mata Allah, yakni mata solidaritas, empati, cinta dan perlindungan (care), bukan mata kekuasaan yang menindas atau diskriminasi. LGBT sangat menderita karena mereka didiskriminasikan,” jelas Pater Madung, dikutip dari UCAnews.
Konfirmasi Nusalontar.com
Pater Dr. Otto Gusti ketika dikonfirmasi mengenai kebenaran pernyataannya itu pada Kamis (27/052021) malam, melalui pesan whatsapp menjawab bahwa kemungkinan (pernikahan LGBT, red) itu bisa saja terjadi.
“Kemungkinan itu bisa saja ada di masa depan. Bukan berharap,” imbuhnya.
Lebih lanjut pegiat isu-isu HAM itu menjelaskan “Basis argumentasi etis mengapa Gereja Katolik tidak mengakui pernikahan sesama jenis antara lain konsep hukum kodrat (ius naturale). Ius naturale adalah ungkapan dari hukum Ilahi atau ius divinum. Ergo, bertindak melawan hukum kodrat sama dengan melawan perintah atau hukum Allah yang artinya dosa. Karena itu praktik pernikahan sejenis dianggap dosa.”
Doktor lulusan Jerman itu melanjutkan, “Akan tetapi, sesungguhnya premis hukum kodrat itu bukan sesuatu yang jatuh dari langit, tapi hasil dari pembuktian ilmu pengetahuan. Untuk mengetahui bahwa sesuatu itu sesuai dengan prinsip hukum kodrat, para ahli etika juga merujuk pada penemuan ilmu pengetahuan. Dari penemuan ilmu kedokteran kita tahu bahwa homoseksualitas itu bukan sesuatu yang abnormal tapi bersifat kodrati.”
“Atas alasan itu WHO pada tahun 1990 sudah mencoret homoseksualitas dari penyakit mental. Artinya, LGBT adalah sesuatu yang kodrati dan kalau kodrati, ia merupakan ungkapan dari ius divinum,” pungkasnya. (JR)