PH Almarhum Roy Herman Bolle Sesalkan Keputusan Fransisko Bessi

Gambar Ilustrasi.
Ilustrasi

Nusalontar.com – Kupang, Paul Hariwijaya, Petrus Jhon Fernandez dan Matias Kayun, yang ketiganya merupakan Penasihat Hukum dari Mira Tini Singgih sekaligus Penasihat Hukum bagi keluarga korban meninggal Roy Herman Bolle, menyampaikan sejumlah pernyataan baru terkait kelanjutan dari kasus penyerangan berlokasi di depan Kampus UKAW (Universitas Kristen Artha Wacana) itu.

Di hadapan sejumlah awak media yang meliput, Paul Hariwijaya Cs menyesalkan keputusan Fransisko Bessi selaku Penasihat Hukum Keluarga Konay yang tak mau hadir pada saat kejadian tersebut.

Bacaan Lainnya

“Jika saja Penasihat Hukum keluarga Konay (Fransisko Bessi) menganggap kejadian kemarin adalah urusan yang serius, maka mestinya dia hadir di lokasi. Apalagi Weni Pandu yang mengaku sebagai utusan keluarga Konay saat itu sudah meyakinkan kami bahwa Penasihat Hukum keluarga Konay akan hadir di lokasi tanah yang dianggap mereka sebagai lokasi tanah sengketa tersebut.”

“Justru kehadiran Penasihat Hukum keluarga Konay di lokasi akan memberikan dampak edukasi hukum yang baik, sebab tentunya sejumlah advis hukum akan diberikan yang bersangkutan kepada orang-orang yang mengaku diutus kliennya tersebut,” ujar Paul Hariwijaya.

Paul memandang bahwa secara yuridis, sertifikat hak milik yang telah diterbitkan Badan Pertahanan Negara sebagai Lembaga resmi negara merupakan alas bukti yang paling sah atas kepemilikan tanah, sehingga tidak tepat jika menyebut bahwa tanah milik kliennya tersebut adalah tanah sengketa.

“Ini yang mestinya diluruskan, sehingga rombongan utusan keluarga Konay tersebut juga paham bahwa mereka akan berbenturan dengan hukum jika mereka melakukan tindakan-tindakan atau upaya-upaya represif – agresif terkait dengan penurunan material bangunan di atas lahan milik klien kami tersebut. Lagipula, bukankah seharusnya itu merupakan tugas utama dari seorang Penasihat Hukum untuk memberikan pandangan-pandangan hukum terkait permasalahan ini, sehingga setiap tindakan dari kliennya tetap dapat terukur di hadapan hukum?”, ujar Paul lagi.

“Karena itu, sulit bagi kami untuk tidak berpikir bahwa Fransisko Bessi, selaku kuasa hukum keluarga Konay tidak mengetahui hal ini. Dia mestinya menjadi orang yang juga harus tahu di tempat pertama terkait tindakan yang akan dilakukan kliennya. Bahkan bukan tidak mungkin selain mobilisasi massa dan perintah penyerangan berujung meninggalnya Roy Bolle, sudah diketahui sebelumnya oleh penasihat hukum,” tambah Paul Hariwijaya dengan mimik serius.

Sementara itu, Petrus Jhon Fernandez, salah satu anggota tim kuasa hukum keluarga korban lainnya, menambahkan informasi berbeda.

“Sangat disayangkan ya jika kemudian Fransisko Bessi selaku penasihat hukum keluarga Konay memutuskan untuk tidak datang ke lokasi, padahal sebelumnya pada tanggal 15 September itu (hari kejadian – red) pada pukul 12.17 Wita, Fransisko Bessi menelepon klien kami tapi tidak sempat diangkat (klien kami) karena sejumlah kesibukan beliau saat itu.”

“Kami juga tidak tahu, atas dasar kepentingan apa dia (Fransisko Bessi) memutuskan untuk langsung menghubungi klien kami, tanpa menghubungi kami. Kemudian yang kami tahu, pada jam yang sama itu, rekan kami Paul Hariwijaya dan sejumlah orang yang mengawasi penurunan material bangunan tersebut sudah didatangi kelompok massa yang menyebut diri mereka sebagai utusan keluarga Konay tersebut dan tak lama berselang mereka diserang kelompok tersebut,” ungkap Jhon, sapaan akrab pengacara muda tersebut.

“Aktivitas dari kliennya tentu diketahui Fransisko Bessi, tidak mungkin sebagai penasihat hukum dia tidak tahu, karena kalau suatu saat dia mengatakan tidak tahu maka untuk apa dia ditunjuk sebagai penasihat hukum, yang memberikan saran-saran hukum pada setiap tindakan kliennya? Apalagi utusan keluarga Konay di lokasi juga menyatakan yang sama, bahwa Penasihat Hukumnya akan datang”, tambah Jhon.

Sedangkan ketika dihubungi di tempat terpisah, pada Minggu (24/09), Matias Kayun, salah satu rekan Penasihat Hukum Tini Mira Singgih dan keluarga korban Roy Bolle, juga mengungkapkan hal senada sembari mengungkapkan adanya kemungkinan pelanggaran kode etik profesi Pengacara yang dilakukan oleh Penasihat Hukum Konay, Fransisko Bessi.

“Informasi somasi yang kami tujukan kepada Rince Djo – Lere mestinya sudah tersampaikan dan diketahui oleh yang bersangkutan dan juga Penasihat Hukum keluarga Konay serta keluarga Konay sendiri, apalagi dalam video juga terlihat Stefy Konay, yang dapat dianggap sebagai representasi utama dari keluarga Konay itu sendiri. Hal ini dapat dibuktikan lewat rekaman video berdurasi 6 menit 53 detik yang kebetulan direkam sendiri oleh korban penyerangan yaitu almarhum Roy Bolle,” ungkapnya.

“Dalam rekaman video tersebut, utusan keluarga Konay yaitu Weni Pandu dan Dedi Magang, memperkenalkan diri langsung kepada rekan kami Paul Hariwijaya, sebagai utusan dari keluarga Konay dan mengatakan bahwa terkait semua ini mereka juga menunggu kehadiran Penasihat Hukum ke lokasi tersebut,” tambah Matias.

“Mengapa kami sampaikan ini, sebab ini penting diketahui juga oleh semua pihak terlebih masyarakat umum sebagai bagian dari edukasi hukum, bahwa ketika terjadi sebuah peristiwa hukum maka setiap pihak yang telah berada dalam pendampingan hukum dari seorang Penasihat Hukum, semestinya menyerahkan segala urusan tersebut kepada penasihat hukum, bukan kepada segerombol orang yang memegang senjata tajam,” ujar Matias dengan gusar.

Berdasarkan video tersebut pula Matias juga mempertanyakan jika saat itu, sebagai penasihat hukum, Fransisko Bessi mengetahui akan adanya mobilisasi massa, mengapa saat para utusan keluarga Konay menunggu kehadirannya, malah yang bersangkutan memilih untuk tidak datang.

“Mestinya dia hadir di lokasi tersebut, sehingga bisa mencegah terjadi penyerangan brutal tersebut yang mengakibatkan sejumlah kerugian material dan hilangnya nyawa orang,” imbuh Matias.

Dari rangkaian fakta tersebut, Paul Hariwijaya, Jhon Fernandez maupun Matias Kayun sepakat bahwa Penasihat hukum keluarga Konay, Fransisko Bessi, diduga bertanggung jawab secara penuh untuk melawan kode etik profesi dan tidak menutup kemungkinan secara hukum adanya dugaan pelanggaran pidana atas peristiwa yang terjadi di depan kampus Universitas Kristen Artha Wacana, Oesapa itu, yang berakibat terbakarnya 4 unit sepeda motor, sejumlah luka berat pada beberapa orang dan meninggalnya Roy Herman Bolle.

“Secara kode etik profesi, dugaan kami kuat mengarah pada adanya pelanggaran kode etik profesi dari Fransisko Bessi selaku kuasa hukum Konay bahkan ada kemungkinan besar dugaan pelanggaran pidana juga. Terkait ini dalam waktu dekat kami akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan pihak organisasi pengacara,” tutup Paul Hariwijaya dengan tegas. ♠(ryf)

Pos terkait