ENDE – Sebagai organisasi pembinaan dan perjuangan, PMKRI Ende mempunyai cara berbeda dalam memberi dukungan atas kehadiran Joko Widodo di Bumi Pancasila.
Dalam rangka menyambut kedatangan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada 1 Juni mendatang di Kota Serambi Pancasila – Ende, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ende menggelar aksi damai.
Aksi yang dilakukan pada Senin (30 Mei 2022) tepatnya di halaman Marga PMKRI ini memiliki beberapa tuntutan.
Pertama, PMKRI mendesak pihak kepolisian (Polda NTT) untuk mengusut tuntas kasus Astrid Manafe dan Lael di Kupang, serta kasus Anselmus Wora di Ende.
Selain itu, PMKRI Ende mempertanyakan kepada Pemkab Ende, apa alasan Pemkab sehingga Presiden tidak diagendakan ke Serambi Soekarno.
Tolak Amnesia Pemerintah
Kepada Nusalontar.com, Ketua Presidium PMKRI Ende, Ryan Laka Ma’u mengungkapkan bahwa PMKRI Ende tidak menolak kedatangan Presiden Jokowi.
“Kami tidak tolak kedatangan Presiden. Yang kami tolak itu amnesia pemerintah. Kami mempertanyakan, mengapa Serambi Soekarno tidak masuk dalam rundown acara kunjungan Presiden RI Joko Widodo di Kabupaten Ende, padahal sejarah mengakui bahwa Ende adalah kota penelur ideologi Pancasila,” tutur Ryan.
Menurut Ryan, Pemkab Ende seolah-olah ingin menghilangkan sepenggal jejak sejarah yang terlupakan dari bangsa Indonesia, yakni, bahwa misionaris SVD, Gereja Katolik, telah memberikan sumbangsih atau kontribusi besar terhadap kemerdekaan bangsa Indonesia.
Ryan Laka Ma’u menegaskan, kontribusi Gereja Katolik terhadap bangsa indonesia bukan cerita dongeng yang sengaja ditulis, melainkan fakta sejarah yang mesti dilestarikan dan pantas dihormati dalam setiap momentum pesta kebangsaan.
“Serambi Bung Karno adalah tiga batu tungku yang tak terpisahkan dari napak tilas Bung Karno selama di Ende. Pasalnya, selama masa pengasingan Bung Karno di Ende, beliau seringkali berinteraksi dan berdiskusi bersama pastor-pastor serta membaca berbagai jenis buku di kompleks gereja Katedral, yang saat ini dikenal sebagai serambi Bung Karno tersebut,” terang Ryan Laka Mau.
Ryan menjelaskan, aksi damai yang dilakukan PMKRI bermaksud untuk merangkul kembali sepenggal sejarah yang “sengaja” dilupakan oleh Pemkab Ende. Dengan demikian, tak ada satupun sejarah yang terlupakan.
Kutuk Tindakan Premanisme
Ryan berharap, masyarakat tidak terprovokasi dan beranggapan bahwa aksi PMKRI Cabang Ende merupakan bentuk penolakan terhadap kedatangan Joko Widodo.
“PMKRI Cabang Ende hadir untuk mengingatkan pemerintah agar tidak melupakan sejarah di Kabupaten Ende,” tegas Ryan.
Ryan juga menegaskan bahwa PMKRI Cabang Ende mengutuk tindakan rasis dalam bentuk pengancaman membunuh anggota PMKRI Ende yang terlibat dalam aksi dari sekelompok yang diduga preman orderan kekuasaan.
Ironisnya lagi, aksi damai PMKRI Cabang Ende ini tidak dikawal oleh pihak keamanan sehingga menimbulkan gejolak konflik horisontal yang mengancam jalannya aksi demonstrasi damai PMKRI Cabang Ende.
“Aneh, pihak keamanan tidak mengambil peran dalam menetralisasi situasi yang mulai rusuh ini. Padahal sebelum melakukan aksi damai, pihak PMKRI Ende sudah memberikan surat ijin keramaian,” jelas Ryan.
Ryan menuturkan, pada melakukan aksi damai, ia dan kawan-kawannya dihadang oleh beberapa oknum masyarakat.
“Para penghadang juga mengancam membunuh kami di dalam Margasiswa. Mereka sempat masuk ke dalam marga untuk mengancam membunuh kami. Bahkan mobil yang menjadi fasilitas aksi ini pun di rusak oleh masyarakat,” jelas Ryan.
Ia menambahkan, apapun bentuk intimidasi dari sejumlah masyarakat yang menolak aksi damai PMKRI, sama sekali tidak mematahkan semangat mereka.
“Kami memperjuangkan kepentingan Gereja dan Tanah Air. Karena kepentingan itu patut untuk diperjuangkan,” pungkasnya. (Denty S)