KUPANG – Rektor Universitas Widya Mandira, Philipus Tule, SVD, mengingatkan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) untuk menjadikan pendidikan sebagai sektor prioritas yang harus diperhatikan.
“Provinsi NTT, baik sebelum maupun lada masa kepemimpinan Victory-Joss, dalam sektor pendidikan selalu memperoleh ranking yang paling rendah,” ujar Pater Philipus Tule pada acara diskusi publik di Aula Eltari, Kamis (8/9/2022).
Diskusi publik dengan topik “Refleksi Kritis 4 Tahun Kepemimpinan Victory-Joss” ini menghadirkan Wakil Ketua DPRD Provinsi NTT, Dr. Ince D. P. Sayuna, SH.,M.Hum.,M.Kn, praktisi pertanian UKAW Ir. Zeth Malelak, M.Si, pengamat Hukum Tata Negara Undana, Dr. John Tuba Helan dan Rektor Unwira, Pater Dr. Philipus Tule, SVD, dengan moderator dosen FISIP Unwira, Mikhael Rajamuda Bataona.
Menurut Pater Philipus, dampak Covid-19 sangat luar biasa terhadap hampir seluruh sektor kehidupan, termasuk dalam sektor pendidikan.
Namun Philipus berharap agar Pemprov NTT tetap harus memberi arah yang jelas terhadap kebijakan di bidang pendidikan.
“Biar bagaimanapun kita butuh pendidikan untuk bisa membangun provinsi ini agar bisa menjadi lebih baik,” ujarnya.
Kata Philipus, jika membidik indeks pendidikan di Provinsi NTT berdasarkan parameter Angka Partisipasi Murni (APM) tingkat SD, SMP, SMA, dan persentase APBD untuk pendidikan, maka indeks pendidikan tertinggi adalah Kota Kupang; sedangkan indeks terendah berada di Kabupaten Lembata, Malaka, Sumba Barat Daya, dan Sumba Barat.
“Indeks pendidikan rata-rata Provinsi NTT adalah 0.66 dan masuk dalam klasifikasi sedang, sedangkan secara nasional rerata Indeks Pendidikan Indonesia 0.71. Hal ini menunjukkan Indeks Pendidikan NTT masih dibawah rerata nasional. Karena itu perlu ada upaya dan Kebijakan Politik Pembangunan yang memprioritaskan peningkatan Indeks dan kualitas pendidikan di NTT,” paparnya.
Menurut Pater Philipus, upaya yang dapat dilakukan Pemprov NTT untuk meningkatkan indeks pendidikannya adalah dengan meningkatkan APM SMP dan SMA serta meningkatkan persentase APBD (mencapai 20 % utk pendidikan). Upaya ini, tambahnya, harus dilakukan secara merata di semua kabupaten/kota agar pembangunan manusia terjadi secara merata dan mencegah terjadinya kesenjangan antar wilayah.
Selain itu, sambung Philipus, Gubernur Viktor B. Laiskodat pernah menegaskan bahwa pendidikan di NTT harus adaptif terhadap potensi daerah.
“Maksudnya bahwa pendidikan di NTT harus bisa dan lebih adaptif terhadap potensi daerah untuk mengembangkan pertanian, peternakan, kerajinan tangan, perikanan, rumput laut, garam dan pariwisata serta potensi lainnya,” ujarnya.
Berdasarkan data historis dan realitas yang ada, maka Philipus mengemukakan beberapa rekomendasi kepada Victory-Joss, di sisa masa jabatan mereka.
Pertama, NTT perlu mempertahankan dan meningkatkan kualitas pendidikan, meningkatkan angka partisipasi pendidikan, meningkatkan kemampuan finansial masyarakat NTT untuk membiayai pendidikan anak-anak, memberikan jaminan sosial pendidikan melalui beasiswa (KIP, KIP-Kuliah) yang juga disalurkan melalui Perguruan Tinggi Swasta.
Kedua, Pemprov NTT harus memperluas fokus dan kebijakan pendidikan melalui kerjasama dengan multiple helix seperti: lembaga pendidikan, pemerintah, masyarakat, lembaga agama, LSM, masyarakat, dll.
Ketiga, Pemprov NTT perlu melakukan reorientasi kebijakan pembangunan dengan menjadikan pendidikan sebagai prime mover pembangunan (dan pariwisata sebagai secondary mover pembangunan) yang akan menghasilkan SDM berkualitas, aktif, kreatif dan inovatif, demi pertumbuhan pariwisata, ekonomi, dan produksi pertanian, komoditi pasar, pelayanan kesehatan, perlindungan sosial, dan akses kepada pendidikan, serta kesempatan berusaha pada umumnya. (JR)