NUSALONTAR.COM – KUPANG – Kasus dugaan korupsi proyek wisata Jembatan Titian (Jeti) Apung dan Kolam Apung berserta fasilitas lainnya memasuki babak baru. Penyidik tindak pidana korupsi (Tipikor) Polda NTT telah menetapkan tiga orang tersangka, yakni Silvester Samun, SH selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Abraham Yehezkibel Tsazaro L, SE selaku Kontraktor Pelaksana, dan Middo Arrianto Boru, ST selaku Konsultan p
Perencana, Konsultan Pengawas, dan membantu dalam melaksanakan pekerjaan.
Selain itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lembata, Apol Mayan, S.Pd selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) kembali diperiksa oleh penyidik pada Senin, (07/06/2021).
Kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi NTT telah memberikan petunjuk agar Bupati Lembata, Eliaser Yenjti Sunur diperiksa oleh penyidik Subdit 3 Tipidkor Dirreskrimsus Polda NTT. Hal itu disampaikan oleh Hendrik Tip selaku JPU Kejati NTT kepada Koordinator Umum Amppera Kupang, Emanuel Boli melalui pesan WhatsApp pada 28 Mei 2021.
“Kakak, informasi dari penyidik bahwa mereka sementara melengkapi petunjuk dari JPU. Kira-kira petunjuk apa saja yg mereka lengkapi, kakak?,” tanya Emanuel Boli kepada Hendrik Tip.
“Pagi bro, banyak petunjuknya salah satunya periksa Bupati,” kata dia.
“Justru sy kasih petunjuk untuk periksa Bupati dulu. Nanti seperti apa keterangannya, bergantung pada penyidik, bro. Kapan diperiksa nanti teman-teman penyidik yang periksa,” katanya lagi.
Sebelumnya, pengacara dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Hariz Azhar angkat bicara soal kasus dugaan korupsi proyek pembangunan destinasi wisata Jembatan Titian Apung dan Kolam Apung berserta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang merugikan keuangan negara sekitar 1,4 miliar berdasarkan hasil audit BPKP NTT.
“Memang kepala-kepala daerah yang diduga terlibat praktik korupsi mendapatkan ‘kenikmatan’ . Di beberapa tempat di Indonesia, kejadiannya seperti itu,” ucapnya Rabu (20/01/2021) kepada Emanuel Boli, via telepon seluler.
Ketidakterbukaan Polda NTT kepada publik, kata dia, semakin mengindikasikan bahwa jangan-jangan ada udang di balik bakwan,” kata dia.
Haris menambahkan, biasanya, tersangka kasus korupsi itu ditahan. Sebab, ancaman hukuman penjara lebih dari 2 (dua) tahun, normalnya ditahan.
Ia menduga ada yang aneh di pihak kepolisian.
Di tempat yang berbeda, Gebhardus A. Kedang selaku Sekretaris Jenderal Front Mahasiswa Lembata Makassar Merakyat (Front Mata Mera) mengapresiasi profesionalisme JPU Kejati NTT.
“Informasi kali ini membawa angin segar bagi publik Lembata terkait progres dari proses hukum kasus korupsi mega proyek Awololong soal petunjuk kepada Polda NTT untuk memeriksa sejauh mana peran atau dugaan keterlibatan Bupati Lembata, Yance Sunur,” kata dia, Kamis, (10/06/2021).
“Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan agar Polda NTT terus menjaga tren profesionalisme dalam proses penanganan kasus ini hingga ditangkapnya aktor intelektual kasus dugaan korupsi yang telah menyita perhatian publik NTT dan Lembata ini,” ungkapnya.
“Tegakan hukum setegak-tegaknya, segala harapan publik NTT terkhususnya masyarakat Lembata ada di pundak kalian, jangan sampai ada kong-kalikong di belakang layar sehingga memperlambat proses hukum dari kasus ini,” harapnya.
Kanit II Subdit III Ditreskrimsus Polda Nusa Tenggara Timur, AKP Budi Gunawan dalam keterangan pers, Senin (21/12/2020) mengatakan, proyek tahun anggaran 2018-2019 ini (proyek wisata Jeti Apung dan Kolam Apung berserta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong Lembata) menelan anggaran Rp6.892.900.000, namun dalam perjalanan, progres fisik pekerjaan proyek tersebut masih 0 persen, sementara realisasi anggaran sudah 85 persen dari total anggaran Rp 6.892.900.000.
Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp1.446.891.718, 27 berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian negara.
“Sejumlah dokumen kita sita dan 37 saksi kita periksa. Saat ini masih dua tersangka, tapi tidak menutup kemungkinan masih ada penambahan tersangka,” katanya.
Belum lama ini, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirrkrimsus) Polda NTT, Kombes Pol. Yohanes, S.Sos., S.I.K mengatakan, penyidik Polri dalam menangani setiap penegakan hukum kasus-kasus korupsi dengan hati-hati dan secara profesional.
Untuk diketahui, para tersangka dijerat pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman paling singkat empat tahun penjara dan paling lama dua puluh tahun penjara.
(Emanuel Boli/JR)