KUPANG, nusalontar.com | Keterangan Zet Sony Libing selaku saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pemanfaatan aset Pemprov NTT seluas seluas 31.670 m2 di Pantai Pede, Labuan Bajo, Manggarai Barat, dibantah oleh kuasa hukum PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM), Khresna Guntarto.
Dalam keterangannya, Sony Libing mengatakan bahwa PT SIM tidak membayar kontribusi selama tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2015 hingga 2017.
Menanggapi hal itu, Khresna menegaskan bahwa PT SIM telah melakukan pembayaran sesuai dengan perjanjian kerja sama (PKS) yang telah disepakati. Pembayaran kontribusi tahunan tersebut, tambah Khresna, dilakukan oleh PT SIM dimulai pada tanggal Hotel Plago beroperasi.
Diketahui, Pemprov NTT dan PT SIM melakukan perjanjian Bangun Guna Serah (BGS) pada 2014 lalu, meski perjanjian mulai berlaku sejak saat itu, Hotel Plago baru beroperasi pada tahun 2017.
“Lalu terjadi pembayaran untuk tahun 2018 dan 2019,” ujar Khresna, Jumat, 26 Januari 2024 usai sidang di Pengadilan Tipikor Kupang.
Namun, lanjut Khresna, di tahun 2020 PT SIM sudah tak membayar kontribusi karena telah di PHK.
“Hal itu bisa dibuktikan di dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang merujuk pada audit perhitungan kerugian negara (PKN) dari BPKP Perwakilan NTT yang mengakui ada grace periode yang mana belum memiliki kewajiban membayar di tiga tahun pertama, yakni 2014 hingga 2016,” bebernya.
Hasil audit BPKP NTT yang dipakai tersebut, jelas Khresna, juga mengakui bahwa terjadi pembayaran Rp255 juta per tahun di tahun 2017, 2018, dan 2019 oleh PT SIM kepada Pemprov NTT.
“Hanya saja, dalam dakwaan tersebut BPKP NTT melakukan audit pada 2023 dengan mengacu pada kesimpulan penilai Pemprov NTT yang beranggapan nilai kontribusi tahunan adalah Rp1,5 miliar per tahun, sehingga disimpulkan secara sewenang-wenang terjadi kerugian negara dari kontribusi yang seharusnya diperoleh sejak 2017-2022 sejumlah Rp8,5 miliar,” papar Khresna.
Padahal, sambungnya, sudah ditetapkan di dalam PKS mengenai kontribusi tahunan itu adalah Rp255 juta per tahun.
“Penilaian tersebut sudah sesuai dengan aturan. Kemudian, pada faktanya PT SIM telah di-PHK dan bangunan telah diambil alih Pemprov NTT,” tambah Khresna.
Sementara itu, Ketua Tim Advokasi Peduli dan Selamatkan Pantai Pede sekaligus penasihat hukum para terdakwa, Dr. Yanto M.P Ekon, S.H., M.H., menegaskan, penuntut umum menutup mata adanya bangunan hotel yang sudah berdiri tegak dan diambil alih Pemprov NTT.
Ahli hukum kenamaan NTT itu menyebut, yang membuat pendapatan daerah hilang dari Hotel Plago adalah perbuatan Pemprov NTT di bawah naungan Gubernur Viktor Laiskodat (VBL)
Karena, terang Yanto, Pemprov NTT-lah yang telah melakukan PHK terhadap PT SIM dan menunjuk mitra baru PT Flobamor yang ternyata tidak memberikan kontribusi apapun.
“PT SIM sudah membangun Hotel senilai Rp25 miliar, tidak boleh diabaikan begitu saja. Apakah Pemprov NTT dapat berlaku seperti preman, merampas bangunan hotel begitu saja dan meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT menuduh orang korupsi dengan sewenang-wenang?” tutup Yanto.