Tak Kenal Lelah Perjuangkan Keadilan bagi Roy Bolle, Kuasa Hukum Kembali Datangi Kejari Kota Kupang untuk Ketiga Kalinya

Kuasa hukum keluarga almarhum Roy Herman Bolle beraudiensi dengan pihak Kejari Kota Kupang

NUSALONTAR.COM, Kupang | Kuasa Hukum keluarga Roy Herman Bolle, korban pembunuhan di depan Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang beberapa waktu lalu, terus berjuang untuk mendapatkan keadailan.

Pada hari Kamis, 12 Oktober 2023 sore, Paul bersama dua rekannya, Dicky Ndun dan Matias Kayun kembali mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kupang untuk ketiga kalinya.

Bacaan Lainnya

Mereka mendatangi Kejari Kota Kupang untuk meminta kejelasan terkait tidak diperpanjangnya masa tahanan terhadap salah satu tersangka pembunuhan, yakni tersangka atas nama Marthen Soleman Konay (MSK).

“Ini untuk ketiga kalinya kami datang dalam upaya mengawal kasus pembunuhan terhadap saudara kami Roy Herman Bolle yahng terjadi di Oesapa beberapa waktu lalu,” ujar Paul Hariwijaya kepada wartawan usai bertemu dengan pihak Kejari Kota Kupang.

Paul menjelaskan, kedatangan mereka adalah untuk menanyakan tentang langkah apa saja yang telah diambil oleh pihak Kejari Kota Kupang terkait tidak tercantumnya nama MSK dalam SPDP dimaksud.

Namun, kata Paul, hingga saat ini, pihaknya tidak mendapatkan hasil apapun dari perjuangan mereka agar tersangka atas MSK bisa diperpanjang masa tahanannya.

“Kejaksaan Negeri Kota Kupang tetap pada jawaban mereka, tetap tegas mengatakan bahwa penahanan terhadap saudara Marthen Soleman Konay tidak akan diperpanjang atau ditolak dengan alasan nama Marthen Soleman Konay tidak ada dalam SPDP,” ujar Paul.

Paul menjelaskan, meskipun namak MSK tidak ada dalam SPDP, namun pemberitahuan tentang penetapan tersangka dan informasi tentang penahanan terhadap MSK sudah diberitahukan pertanggal 25 Septeber 2023. Dan fakta itu sudah dikonfirmasi pula terhadap penyidik.

“Berdasarkan informasi dari penyidik, memang tidak ada nama Marthen Konay dalam SPDP. Tetapi pemberitahuan tentang penetapan tersangka dan penahanan Marthen sudah diberitahukan per tanggal 25 September 2023,” ujar Paul.

Menurut dia, mereka sudah mengkonfirmasi informasi ini ke Kejaksaan Negeri Kota Kupang, dan pihak kejaksaan mengakui adanya pemberitahuan tentang penetapan tersangka dan penahanan Marthen Konay.

Paul mempertanyakan kinerja Kejaksaan Negeri Kota Kupang yang tidak memberikan petunjuk atau penjelasan setelah menerima pemberitahuan dari penyidik mengenai penetapan tersangka baru, meskipun tidak tercantum dalam SPDP.

“Kenapa sehari atau beberapa hari setelah penahanan, Kejari Kota Kupang tidak memberikan petunjuk atau penjelasan terkait pemberitahuan penetapan tersangka dan penahanan Marthen Konay yang harus dilengkapi dengan SPDP, atau harus termuat dalam SPDP sendiri,” ujar Paul.

Paul mengaku khawatir, jika nama Marthen Konay tidak tercantum dalam SPDP, maka dia harus dibebaskan demi hukum, meski polisi memiliki cukup bukti untuk menahannya sebagai tersangka.

Paul menilai, ada dugaan praktek pembiaran di Kejaksaan Negeri Kota Kupang, yang memungkinkan pembebasan tersangka hanya karena tidak tercantum dalam SPDP.

“Kami tetap berpendapat bahwa ada dugaan praktek pembiaran di Kejari Kota Kupang. Mereka sengaja biarkan hal ini terjadi,” ungkapnya.

“Sehingga, saat penyidik hendak memperpanjang masa tahanan Marthen Konay, maka jaksa bisa dengan mudah memberikan jawaban bahwa nama Marthen Konay tidak ada dalam SPDP,” tambahnya.

Paul menegaskan, praktek seperti itu merupakan bagian dari cermin atau potret penegakan hukum yang sangat buruk dan menyedihkan.

“Karena hanya tidak tercantumnya nama Marthen Konay di SPDP, terduga pelaku yang sudah memenuhi syarat materiil sebagai tersangka dilepaskan dengan mudah seperti itu,” ungkapnya.

Paul berjanji untuk terus mengawal kasus ini, dan akan mengambil langkah hukum, jika Marthen Soleman Konay dibebaskan.

“Kalau dia bebas tentu kami selaku kuasa hukum akan ambil langkah hukum yang menurut kami relevan dan sesuai dengan aturan yang berlaku,” tegasnya.

Paul juga berencana untuk menyurati Jaksa Agung, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) dan Kapolri, untuk memperjuangkan keadilan bagi klien mereka.**

Pos terkait