Kabupaten Kupang, NusaLontar.com – Pentolan Relawan Taman Daun (Lembata), John Batafor, bersama beberapa rekannya berkunjung ke Desa Noelbaki, Dusun Air Sagu, RT 09/RW 04, Kabupaten Kupang, pada Jumat (29/01/2021).
Kunjungan itu terjadi setelah John membaca pemberitaan tentang warga eks Timor Timur yang hidupnya merana di sebuah bangunan tua bekas pabrik di Noelbaki, Kabupaten Kupang, di beberapa media.
Tidak tahan dengan pemberitaan itu, John mengajak beberapa temannya yang kebetulan berada di Kupang untuk berkunjung dan memberi bantuan sebisa mereka. “Saya tidak tahan untuk mengunjungi mereka (warga Eks Tim – Tim) setelah membaca berita dari beberapa media, padahal saya datang dari Lembata ke sini (Kupang) untuk datang berobat,” demikian tutur John kepada NusaLontar.com yang dikirim melalui pesan suara whatsap.
(Tuturan lengkap dari John Batafor yang dikirim ke Redaksi NusaLontar.com akan ditayangkan pada artikel berikutnya).
John mengirimkan pesan suara kepada NusaLontar.com, untuk menceritakan apa yang dirinya alami di tempat warga eks Tim – Tim itu setelah wartawan NusaLontar meminta keterangan darinya usai membaca postingan di laman facebook John S Batafor.
Berikut postingan John di akun facebook John S Batafor:
Kupang, desa Noelbaki, dusun air sagu, rt 09 rw 04. Hari ini, saya dan teman-teman sempatkan diri untuk bertemu masyarakat Ex Timor-Timur.
Mati dan Hidup kami tetap cinta Indonesia, membela Merah Putih.
Itu adalah kalimat yang beberapa kali diucapakan Ibu Erfelinda Guteres sambil berlinang air mata, ia mengisahkan tentang perjalanan hidup sejak dari Timor – Timur hingga 21 tahun bertahan hidup dibawah rongsokan bekas pabrik kulit yang saat ini tak lagi layak untuk dihuni.
Tepatnya di Desa Noelbaki, Kabupaten Kupang, dusun air sagu, rt 09 rw 04, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia terdapat sebuah gedung bekas pabrik kulit yang didiami oleh warga eks Timor Timur sejak tahun 1999.
Mirisnya adalah bahwa atap gedung tua ini sudah sangat banyak bolong sehingga sangat sulit ketika hujan turun dan lebih parahnya ketika angin kencang datang, semua warga pasti lari keluar gedung untuk selamatkan diri karena takut atap bangunan ambruk dan membahayakan nyawa mereka.
Ketika berkunjung ke sana, kita disambut senyum ramah anak-anak putus sekolah dan beberapa orang tua yang sedang sakit lalu hanya pasrah pada keadaan karena persoalan BPJS mereka yang entah kenapa mereka sendiri tidak paham. Jika pakai uang cash pun dari mana mereka punya uang ?? sementara untuk kehidupan sehari-haripun susah.
Anak-anak mereka ada yang putus sekolah karena orang tua hampir tidak punya uang. Kerjaan saja tidak menentu.
Jangankan lahan pertanian, lahan untuk membangun rumah saja tidak mereka punya.
Hanya sekat-sekat di dalam gedung tua beratap terpal setiap kamar yang mampu merangkul mereka selama ini bahkan ada yang sudah sejak lama hingga mati pun belum pernah menikmati yang namanya kebahagiaan sebagai warga yang layak.
Mayoritas dari para penghuni kamp adalah petani yang kesehariannya menggantungkan hidup pada lahan garapan. Mereka menyewa lahan-lahan kosong milik warga lokal untuk menanam sayur. Ada juga yang menjadi buruh tani. Menggarap lahan sawah milik warga dengan sistem bagi hasil.
Yahh tapi hanya untuk sebatas makan..dan itupun dicukup-cukupi.
Sedih memang, banyak ungkapan hati yang mereka lontarkan dari balik sekat-sekat dinding bebak dan terpal baliho peninggalan masa kampanye politik yang mampu mereka jadikan pelindung saat tidur malam dari dinginnya udara malam yang berpotensi merusak 30 Kepala keluarga dan Ratusan Jiwa yang hingga kini masih bertahan tanpa arah dan tujuan.
Semoga sedikit rejeki ini mampu membuat sedikit kebahagiaan. Dan banyak Doa agar saya dan teman saya bisa datang lagi secepatnya🙏
Salam,
#TamanDaun
(JR/Red)