Ende, NUSALONTAR.com — Dinamika politik di Kabupaten Ende kian memanas setelah Partai Nasdem dan lima partai koalisi MJ Jilid II (Partai Demokrat, PKS, PKB, PDIP, PKPI) membentuk poros tersendiri dengan merekomendasikan Erikos Emanuel Rede sebagai calon yang diusulkan ke DPRD.
Dengan adanya satu nama baru yang diusulkan oleh enam partai koalisi MJ Jilid II, maka Golkar mau tak mau harus mengeliminasi satu nama, sebab regulasi mengatur hanya dua nama yang bisa diusulkan ke DPRD untuk dipilih menjadi wakil bupati.
Berkaitan dengan konstelasi politik yang sedang mengemuka saat ini, Antonius Tonggo, Pengamat Sosial Politik asal Ende yang kini berdomisili di Yogyakarta, melalui pesan tertulisnya mengatakan bahwa saat ini kualitas elit politik di kabupaten Ende kembali diuji.
“Setelah kualitas mereka diragukan dengan berlarut-larutnya jabatan Wakil Bupati (Wabub) Ende yang lowong lama, sekarang sudah ada langkah maju di tubuh koalisi MJ Jilid II, yaitu dengan munculnya dua calon Wabup dari Golkar dan satu nama dari enam partai koalisi. Ini berarti, kualitas mereka akan diukur lagi untuk yang kedua kalinya,” tulis Anton.
“Bila kali ini ternyata diam lagi dan Ende tidak segera punya Wabup terpilih, maka publik Ende harus segera tinggalkan nama-nama elit dari tujuh Parpol yang tergabung di tubuh koalisi MJ Jilid II itu. Mereka sudah tidak punya potensi yang memadai untuk mengelola Kabupaten Ende lagi,” tegas Anton.
Jadi, tambah Anton, mestinya bulan Februari ini koalisi MJ Jilid II harus sudah serahkan dua nama calon Wabup ke tangan Bupati. Oleh karena itu, para elit koalisi MJ Jilid II harus bersikap dewasa dalam berpolitik. Harus senang melihat Ende punya Wakil Bupati, jangan hanya merasa ‘susah kalau saya tidak jadi Wabup’. Jangan juga berprinsip ‘kalau saya tidak jadi, sebaiknya kita tidak jadi semua saja’. Karena jika demikian, akhirnya Ende dibiarkan berjalan tanpa Wakil Bupati.
Ketika ditanya tentang satu nama yang harus dicopot dari tiga nama yang direkomendasikan, Anton menjawab bahwa yang jadi masalah adalah kekosongan regulasi tentang mekanisme koalisi MJ Jilid II dalam penentuan dua nama Cawabup itu.
“Regulasi negara tidak ada, juga regulasi internal koalisi MJ Jilid II pun tidak ada. Ini berarti mekanisme penentuan dua nama itu dalam kondisi ketiadaan regulasi. Baik Golkar (dalam menentukan dua nama calon) maupun enam partai (menentukan Erik Rede) dalam kondisi tanpa regulasi. Mereka asal tawur saja,” jelasnya.
Lebih jauh Anton memaparkan bahwa manusia itu makluk beradab, salah satu cirinya adalah hidup dengan norma. Bila kini norma hukumnya tidak ada, mestinya mekanisme penentuan 2 nama calon itu pakai norma lain, yaitu etika politik.
“Jika mau pakai etika, koalisi MJ Jilid II harus bermusyawarah, bukan dengan membentuk faksi-faksi dalam koalisi itu, sehingga kemunculan kubu 6 Parpol vs Golkar itu tidak perlu ada. Jika bicara etika, maka dulu 2018, masyarakat Ende tidak memilih koalisi MJ Jilid II, tapi nemilih individu Marsel & Djafar. Waktu itu, tentu Golkar-lah yang punya pesta. Golkar mengundang 6 Parpol lain untuk sukseskan Marsel Petu jadi Bupati. Ini berarti yang punya jatah Wabup adalah Golkar,” bebernya.
Pendiri Pendidikan Daya-Cipta (PD-C) – Sebuah Model Otodidag ini melanjutkan, “Nah, Golkar kan punya dua nama calon sesuai rekomendasi DPP, Hery Wadhi (HW) dan Domi Mere (DM). Secara etika, Domi Mere harus mundur diri, karena beliau berada di kubu lawan MJ pada pilkada 2013, yaitu Cawabup-nya Ka’e Don Wangge. Berarti DM adalah lawan MJ, terutama visi-misinya. Bagaimana mungkin org yang visi-missinya berbeda kok tiba-tiba meloncat ke MJ. Bagaimana dengan visi-misi DM yang beda dari MJ itu? Kalau saya DM, jelas saya sudah mundur dan tolak keputusan DPP Golkar. Jika DM tetap maju, itu artinya pemburu jabatan. Oportunis. Asal ada kesempatan, masuk saja.”
“Kalau Domi Mere mundur, akhinya tinggallah nama HW yang layak jadi Cawabup. Bahkan bisa calon tunggal. Namun karena regulasi negara mengharuskan koalisi MJ Jilid II mengajukan dua nama ke Bupati, maka nama Erik Rede-lah yang kini boleh mendampingi HW sebagai formalitas. Bila semua taat adab (etika), maka selama persyaratan administrasi terpenuhi, HW-lah yang harus dilantik jadi Wabup Ende. Karena kita tonjolkan etika, maka bola bukan lagi di tangan Golkar, tapi di semua anggota koalisi MJ Jilid II, yaitu mereka semua harus bersikap dewasa. Jangan rebut-rebutan yang tidak karu-karuan,” tutup Master Administrasi Negara, Konsentrasi kebijakan Publik, UGM ini.
(JR)