Apakah PPKM Merenggut Kebebasan Manusia?

Ilustrasi (Detik)

OPINI – Nusalontar.com

Oleh: Klaudius Tahu*

Bacaan Lainnya

Manusia hanya dapat berpaling pada kebaikan bila ia bebas (Hardawiryana, 2013:539). Semakin ia mengutamakan dan mementaskan yang baik dalam tindakan hidup sehari-hari maka ia semakin bebas pula. Kebebasan yang benar hanya dapat ditemukan dan dibenarkan dalam pengabdian kepada yang baik dan adil (Embuiru, 2014:436). Maka dari itu, apakah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Manusia (PPKM) di tengah situasi darurat ganasnya Covid-19 merenggut kebebasan manusia?

Covid-19 adalah lawan dan musuh manusia yang tak kelihatan. Covid-19 adalah pembunuh bisu. Dalam diam Covid meriuhkan dunia. Gelora teriakannya terdengar riuh di tengah tangis dan duka dunia sampai detik ini. Covid-19 begitu ganas dan beringas karena hanya dalam diam Covid19 membungkam dunia. Covid-19 mengantar manusia dalam situasi sulit, ganas, dan darurat. Manusia dibuatnya cemas, takut, dan kuatir karena sudah jutaan orang di dunia ini meninggal akibat terjangkit virus corona. Dunia sedang berduka manusia sedang bertaruh nyawa. Entah sampai kapan Covid-19 menggerogoti dunia tidak ada yang memberikan jawaban secara pasti.

Covid-19 membuat dunia mengalami krisis. Manusia sungguh merasakan ganasnya corona. Situasi sulit ini mengharuskan pemerintah mengeluarkan kebijakan supaya masyarakat work from home (kerja dari rumah) dan belajar bahkan untuk kebutuhan keagamaan pun secara daring (online). Tetapi toh masih ada sebagian masyarakat yang enggan untuk mematuhi anjuran pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk mematuhi protokol kesehatan (prokes) di tengah krisis Covid tidak ditanggapi dengan bijak bahkan disepelekan. Masih banyak orang yang tidak menggunakan masker di tengah kerumunan. Bahkan saya menduga bahwa kebijakan PPKM dinilai sebagai keputusan yang membatasi kebebasan manusia sehingga tidak heran bila sebagian masyarakat masa bodoh dengan kebijakan tersebut. Masyarakat menganggap corona sebagai manipulasi politik dari negara-negara besar dan kaya. Masyarakat seolah-olah buta dan tuli terhadap tangis dunia.

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat di seluruh Indonesia lebih khususnya Nusa Tenggara Timur diperlakukan sejak 3 juli 2021. Sedianya berakhir pada 20 juli 2021 akhirnya diperpanjang lagi akibat situasi virus Corana yang semakin melonjak di bumi kita tercinta ini. Atas dasar situasi sulit ini dan demi mengontrol penyebaran angka penularan Covid-19 mengharuskan pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Keputusan yang sulit namun berbuah manis. Mungkin saja PPKM akan menemui waktu kesudahannya atau akan selalu berlanjut tetapi ganasnya virus corona mungkin juga tak menemui akhirnya. Maka dari itu tidak ada salahnya bila kita tetap waspada terhadap penyebaran dan penularan virus corona ini.

Kebijakan pemerintah dalam memberlakukan PPKM sangat jelas yakni demi mengontrol penyebaran virus corona dan bukan untuk membatasi kebebasan manusia. Saya melihat bahwa hati pemerintah terlukis dengan indah cinta suci bagi masyarakat. Mereka mau membela hidup dan memberi hidup. Tidak ada suatupun yang lain bersarang dalam jiwa mereka kecuali pulihnya negeri kita tercinta ini dari virus corona. Ini adalah telos mereka yang seharusnya mengakar kuat dalam jiwa kita, searah dalam sikap-tindakan dan seirama dalam suara kita sebagai masyarakat. Tetapi, Apakah yang menjadi hakikat kebebasan?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kebebasan berarti lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dsb sehingga dapat bergerak, berbicara, dsb dengan leluasa). Kebebasan dalam arti ini mengandung unsur negatif karena disandingkan dengan kata “tidak”. Sedangkan, kebebasan yang bersentuhan langsung dengan hidup manusia menegaskan kebebasan sebagai kesempurnaan eksistensi manusia atau sebagai telos (tujuan) yang pantas dikejar oleh setiap manusia (bersifat subyektif). Kebebasan merupakan kemampuan kehendak manusia untuk memilih dan menentukan diri artinya kebebasan bukan dilihat sebagai tujuan yang selayaknya dikejar tapi sebagai sarana untuk mencapai tujuan tersebut (Pandor, 2014:161-162). Kebebasan manusia itu digerakkan oleh hati yang dalam untuk memilih yang baik secara sadar dan bukan paksaan dari luar dan bukan pula karena faktor ikut membeo. Dengan demikian kebebasan manusia itu hanya terarah pada apa yang baik, benar, dan adil. Kebebasan manusia itu tidak melukai kebebasan orang lain atau selalu disejajarkan dengan kebijakan umum yang mengatur hidup manusia dan selalu diarahkan demi kebaikan bersama.

Penjelasan di atas memantik kita untuk melihat dua konsep tentang kebebasan yakni kebebasan positif dan kebebasan negatif. Kebebasan positif merupakan kondisi yang membuat kita bebas dan proaktif atau terdorong untuk melakukan hal-hal yang baik, yang bersumber dari kehendak bebas, sedangkan kebebasan negatif merupakan kondisi yang membuat kita tidak terhalang untuk melakukan apa yang hendak kita lakukan. Dengan demikian kebebasan negatif berati ‘bebas dari’, sedangkan kebebasan positif berati ‘bebas untuk’. (Pandor, 2014;164). Bila demikian apakah PPKM membatasi kebebasan manusia?

Setiap orang memiliki cara pandang yang berbeda mengenai PPKM. Ada orang yang melihatnya sebagai sarana menuju pulihnya negeri kita dari ganasnya virus corona. Mereka ini tergolong dalam orang yang sungguh menggunakan kebebasannya dengan baik karena bertolak dari hati yang dalam mau melakukan yang baik ‘kebebasan positif’ sehingga mereka antusias mengikuti PPKM. Ada pula orang yang menilai PPKM sebagai halangan yang merenggut kebebasan untuk bertindak, beraktivitas atau sebagainya ‘kebebasan negatif’. Mereka yang tidak antusias melaksanakan PPKM ini tergolong dalam orang yang keliru mengartikan kebebasannya karena pada hakikatnya kebebasan manusia itu selalu mengarahkan manusia untuk melakukan yang baik. Pertanyaannya, apakah PPKM di situasi Covid seperti ini merupakan sesuatu yang buruk? PPKM adalah salah satu cara atau sarana yang harus dipilih dan harus pula dilalui karena dibalik itu semua terbalut harapan dan cita-cita kita bersama yakni demi pulihnya negeri kita yang tercinta ini dari virus corona.

Kita adalah makhluk bebas yang berakal budi yang tahu apa yang terbaik bagi hidup kita. Bila kita bebas maka hanya kebaikanlah yang menjadi tujuan kita di tengah krisis dunia saat ini. Tujuan kita saat ini adalah pulihnya negeri kita dari virus corona. Tindakan kita yang tidak patuh terhadap kebijakan pemerintah adalah penyelewenggan yang sangat tidak perlu dilakukan. Ketika kita mengabaikan anjuran dari pemerintah ataupun dari pihak kesehatan maka dengan sendirinya kita menodai tujuan kita sendiri. Mematuhi prokes dan PPKM adalah tindakan mulia yang menjadikan kita sebagai pahlawan kemanusian yang peduli terhadap kebaikan dan keselamatan sesama.

Seyogyanya itulah arti pemaknaan kebebasan; tidak melukai kebebasan orang lain dan melakukan yang baik demi kebaikan bersama. Semoga kita menggunakan kebebasan kita dengan selalu membangun kesadaran dalam diri bahwa Covid-19 bukanlah hal yang sepele tapi perlu diwaspadai. Mari kita membangun hati yang menggerakkan, hati sebagai “kompas” yang menunjukkan arah yang tepat, dan hati sebagai alarm untuk mengingatkan sesama betapa pentingnya menjaga kesehatan tubuh dan jiwa di tengah virus corona yang ganas ini.**

*Mahasiswa Filsafat Unika Widya Mandira Kupang

 

Pos terkait