ENDE – Belum sampai setahun dikerjakan, bronjong atau penahan longsor di Desa Ndetuzea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, sudah rusak parah.
Berdasarkan informasi, bronjong ini dibangun oleh pemerintah Desa Ndetuzea pada akhir tahun 2021 lalu.
Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa anggaran pembangunan bronjong ini bersumber dari dana desa dengan jumlah Rp199.000.000 (seratus sembilan puluh sembilan juta rupiah). Volume yang dikerjakan adalah 50 meter, dan upah kerja Rp59.600.000 (lima puluh sembilan juta enam ratus rupiah).
Salah satu pekerja yang berhasil diwawancarai namun tidak mau disebutkan namanya, mengatakan bahwa untuk upah kerja mereka hanya mendapatkan Rp35.000.000 (tiga puluh lima juta rupiah) yang dibayar bertahap. Tahap pertama sebesar Rp16.000.000 (enam belas juta rupiah) dan tahap kedua Rp19.000.000 (sembilan belas juta rupiah), serta sisa upah para pekerja sebesar Rp. 24.600.000 (dua puluh empat juta enam ratus rupiah) hingga saat ini tidak tahu keberadaannya.
Amatan di lapangan pada Rabu (02/02/22), terlihat sebagian bronjong sudah dibawa arus sehingga letaknya agak terpencar dengan bronjong yang lain. Kawat-kawatnya pun tampak sudah berkarat. Lokasi bronjong penahan abrasi ini letaknya tidak jauh dari perkuburan umum dan rumah warga yang banyaknya sekitar 16 rumah.
Salah satu warga Dusun Wengge mengeluhkan hal ini. Mereka mengkhawatirkan akan terjadinya longsor dan banjir hingga ke area perkuburan umum dan rumah warga, karena di tebing tersebut hanya tanah kosong tanpa bebatuan sehingga memudahkan air untuk masuk.
“Kami sebagai warga yang mendiami tempat ini, merasa tidak nyaman apalagi di musim-musim begini yang curah hujannya tinggi dan area ini rawan banjir. Jadi kami takutkan air bisa masuk ke area perkuburan umum dan pemukiman warga,” keluhnya.
Adapun keluhan lain dari warga setempat adalah terkait dengan usia bronjong yang masih seumur jagung namun sudah memiliki kerusakan yang cukup parah. Selain itu, salah satu pekerja juga menjelaskan bahwa tinggi bronjong tersebut tidak sepadan dengan tinggi tebing sehingga ketika banjir air gampang naik.
“Kami sebagai pekerja palingan hanya ikut perintah dari pemerintah, walaupun menurut pengamatan kami, tinggi bronjong tersebut sama sekali tidak pas dengan tinggi tebing. Jadi ketika banjir, air gampang naik. Diawal pembuatannya juga kami sudah memberi masukan terkait pengadaan mobil penggali guna menimbun tanah diantara tebing dan bronjong agar tidak berlubang. Namun, pihak pemerintah sama sekali tidak merespon masukan kami,” bebernya.
Setelah adanya kerusakan bronjong, warga berinisiatif untuk memberitahukan hal tersebut ke pemerintah desa namun sampai saat ini belum ada tanggapan balik dari pemerintah Desa terkait kejadian ini.
Warga berharap pihak penegak hukum maupun kejaksaan turun langsung dalam melakukan pemeriksaan terkait kejanggalan-kejanggalan yang terjadi.
Ditambah lagi dengan setiap program dana desa pihak pemerintah desa sama sekali tidak ada transparansi dengan masyarakat terkecuali ada desakan dari masyarakat.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Desa Ndetuzea tidak menanggapi konfirmasi dari wartawan Nusalontar.com. Diitelepon tidak diangkat, dihubungi via pesan WhatsApp juga pesan yang dikirimkan hanya dibaca, tapi tidak membalas. Bahkan sempat dicari ke kantor desa, namun Kepala Desa tidak ada di kantor.
Penulis: Denti S.
Editor: Joe Radha