NUSALONTAR.com – Lembata – Polemik terkait dilantiknya Silvester Samun menjadi Kadis PKO Lembata masih terus bergulir. Selain menyandang status tersangka korupsi dari Kepolisian, Silvester Samun juga ternyata telah mengajukan surat pengunduran diri sebagai ASN dan telah disetujui oleh Bupati.
Surat persetujuan pengunduran diri Silvester Samun yang telah ditandatangani Bupati Eliazer Yentji Sunur itu telah beredar luas dan jadi bahan pembicaraan netizen, bahkan jadi bahan buly-an netizen kepada Pemkab Lembata.
Profesor Aloysius Liliweri ketika dimintai komentarnya mengenai hal tersebut pada Kamis (4/3/2021) sore, menjawab melalui pesan Whatsap. Kepada NUSALONTAR.com Prof. Alo mengatakan, “Jika membaca surat persetujuan bupati atas permintaan pensiun dini dari ybs (Silvester Samun, red), bahwa ybs sedang diproses di Badan Kepegawaian Negara (BKN) Jakarta, belum resmi berhenti dari ASN, sepanjang memenuhi syarat untuk jabatan JPTP/eselon 2, termasuk sudah ikut lelang jabatan, itu boleh diangkat.”
Prof Alo menambahkan, “Namun secara etis tidak bisa. Bagaimana (mungkin, red) orang sudah diusulkan untuk berhenti, bupati sebagai pembina kepegawaian masih melantik ybs untuk diangkat menjadi kepala dinas.”
Lanjut Prof Alo, “Pertanyaannya adalah, apakah ybs benar-benar tenaganya sangat sangat dibutuhkan oleh Pemkab Lembata? Saya yakin masih ada calon lain yang juga memenuhi syarat ketika bersama dengan ybs mengikuti seleksi. Menurut saya, secara etika, tidak elok apa yang dilakukan oleh Bupati Lembata,” tutupnya.
Senada dengan Prof Alo Liliweri, anggota DPRD Lembata, Gabriel Raring mengatakan bahwa kebijakan Bupati Yance yang melantik Silvester Samun yang adalah tersangka kasus korupsi menjadi Kadis PKO itu benar-benar ironis dan memalukan.
Gabriel setidaknya memberi lima poin catatan terkait pengangkatan Silvester Samun menjadi Kadis PKO.
Pertama, Mengurus pemerintahan itu tidak didasarkan hanya pada aturan.Tapi aspek lain yang penting adalah Etika Administrasi Pemerintahan. Bahwa tidak melanggar aturan, itu benar, tapi jangan sampai menabrak Etika Administrasi Pemerintahan.
Kedua, Kebijakan bupati sangat tidak populis baik untuk masyarakat juga sekaligus mencoreng wibawa pemerintahan daerah. Masa seorang tersangka kasus korupsi dilantik jadi Kadis? Terkesan tidak ada proses seleksi untuk menempatkan orang pada jabatan strategis.
Ketiga, Ketika dilantik pasti mengangkat sumpah, dan satu indikator pentingnya adalah siap dan setia menjaga Pemerintahan yang bersih jauh dari KKN. Bagaimana bisa kita percaya jika tersangka kasus korupsi yang mengucapkan itu?
Keempat, Dengan keputusan Bupati ini maka dapat disimpulkan bahwa Bupati tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Dengan tau dan mau, karena kewenangan, lalu mengangkat tersangka korupsi jadi Kadis. Benar-benar ironis dan memalukan.
Kelima, Kebijakan yang harus segera ditinjau dan ditarik kembali, untuk menjunjung tinggi kewibawaan pemerintahan daerah yang bersih, bebas korupsi, dan mengedepankan pula Etika Administrasi Pemerintahan.
(JR)