ENDE – Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia memiliki arti bahwa setiap warga diperlakukan adil tanpa pandang bulu. Namun, hal ini berbanding terbalik dengan apa yang rasakan oleh masyarakat tiga desa di Kabupaten Ende saat ini.
Ketiga desa dimaksud adalah Desa Wolokota, Kekasewa, dan Nila. Warga tiga desa ini masih harus bersusah payah berjalan kaki berkilo-kilo meter hanya untuk bisa ke Kota Ende demi menjual hasil bumi maupun membeli barang kebutuhannya.
Ketika hendak ke Kota Ende, masyarakat tiga desa ini harus berjalan kaki kurang lebih selama tiga jam ke kampung Reka untuk mendapat tumpangan.
Jalur yang biasanya ditempuh masyarakat yakni melalui laut. Namun saat ini mereka tidak berani, sebab gelombang laut saat ini cukup tinggi. Sekalipun gelombang tidak tinggi, masyarakat terkadang harus mengantri guna mendapatkan tumpangan perahu motor karena ketersediaannya hanya satu buah. Sebetulnya ada dua perahu motor, namun warga mengaku salah satu perahu motor (Marina II) taklagi beroperasi sejak mengalami kerusakan.
Yosefina Nggua adalah salahsatu warga Wolokota yang rindu akan ketersediaan infrastruktur yang memadai, terutama jalan dan aliran listrik. Ia mengeluh, sejak dulu mereka sama sekali belum memiliki listrik dan jalan darat untuk kendaraan.
“Kehidupan kami tidak beda dengan masa penjajahan. Warga negara yang lain sudah menikmati sarana dan prasarana yang menunjang sedangkan untuk listrik dan jalan darat saja kami belum ada. Jadi saya sering beranggapan bahwa walaupun negara sudah merdeka tapi kami sendiri belum merdeka,” keluh Yosefina Nggua.
Yosefina berkisah bahwa hal yang paling susah yakni ada anggota keluarga yang sakit parah terpaksa harus dibawa pakai tandu menuju rumah sakit kota.
“Kalau ada keluarga yang sakit parah terpaksa kita pakai tandu untuk bawa ke rumah sakit kota untuk mendapatkan perawatan. Di sana memang ada Puskesmas, tapi tidak selengkap yang di kota. Jadi mau tidak mau kami harus ke kota,” ungkap Yosefina.
Di bidang pendidikan, Yosefina juga merasa kewalahan sebab banyak informasi-informasi dari anak-anak mereka yang berada di perantauan guna mengenyam pendidikan harus terhambat. Sebab kendala di jaringan yang kadang hilang muncul.
“Anak-anak sekolah kalau butuh uang atau keperluan lain kadang terlambat disampaikan karena jaringan juga hilang muncul. Terkadang kalau musim liburan banyak anak sekolah yang harus pikul makanan mereka ke tempat yang ada kendaraannya dan itu jauh. Kita sebagai orang tua kadang kasihan lihat mereka yang seharusnya sebenarnya tidak perlu rasakan hal begini lagi,” ungkap Yosefina.
Yosefina hanya berharap agar apa yang menjadi kerinduan mereka segera dijawab oleh pihak pemerintah. Sehingga keadilan sosial bagi seluruh rakyat juga mereka rasakan. (Denti S)