KUPANG – Di Dapur Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) NTT, pria muda itu unjuk keterampilan. Tangannya cekatan meracik biji kopi yang telah diroasting (sangrai) menjadi bubuk kopi, lalu mencampurkannya dengan air panas pada suhu tertentu, sebelum siap diseruput oleh teman-teman wartawan.
Tidak seperti yang biasa kita saksikan ketika isteri atau ibu kita menyeduh kopi di dapur, kopi bikinan pria ini diseduh dengan cara berbeda. Ada cara tersendiri ketika menuangkan air ke bubuk kopi yang ada di penyaringan. Ada hitungan waktu, suhu air, dan takaran lainnya.
Para penikmat kopi yang suka ‘nangkring’ di kafe-kafe atau kedai yang khusus menyediakan kopi pastinya tahu dan paham dengan apa yang dilakukan pria muda itu. Saya sendiri awam dengan barang ini. Yang saya tahu, kopi cukup dicampur dengan gula, tuangkan air panas, seduh, lalu seruput. Tidak seribet yang dilakukan pria muda itu hari ini.
Namanya Mario Lado. Berusia 32 tahun, sarjana desain grafis lulusan Universitas Mercu Buana Jakarta. Dia tampan. Selain tampan, Mario juga tampak styllish. Sekilas tidak ada yang berbeda ketika pertama kali melihatnya. Kita baru akan menyadari Mario adalah seorang penyandang disabilitas saat berkomunikasi dengannya.
Mario adalah penyandang disabilitas tuli. Ia juga tidak bisa berbicara dengan lancar. Mario kini menjadi pengajar di dua Sekolah Luar Biasa (SLB). Selain itu, Mario Lado kini adalah seorang Barista, usai mengikuti pelatihan yang disponsori oleh Dekranasda di Bandung.
Tentang Barista, dalam sebuah artikel dijelaskan bahwa Barista bukan hanya sekedar orang yang bertugas untuk membuat kopi di kedai kopi. Lebih dari itu, mereka adalah seniman.
Dikatakan juga bahwa menjadi Barista bukanlah perkara gampang. Meskipun istilah barista digunakan untuk menyebut orang yang menyiapkan kopi, namun secara teknis barista adalah seseorang yang memiliki keahlian tingkat tinggi untuk meracik kopi.
Seorang Barista yang terampil juga dituntut memiliki pengetahuan yang baik tentang seluruh proses kopi agar bisa menyiapkan secangkir kopi nikmat yang tak akan terlupakan oleh pelanggannya.
Melalui Juru Bahasa Isyarat (JBI) yang bernama Ike Mauboy, kisah sang Barista Mario diterjemahkan kepada para wartawan yang meliput tentangnya, pada Jumat (21/01/2022).
Mario menyampaikan, kisahnya menjadi Barista bermula ketika ia ditawarkan oleh seseorang yang bernama Cici untuk mengikuti pelatihan meracik kopi yang diadakan oleh Dekranasda NTT. Patihan itu diperuntukkan bagi kaum milenial yang ingin memiliki keterampilan dan punya kemauan untuk berwirausaha.
Namun, untuk bisa mengikuti pelatihan yang dilaksanakan di Bandung itu, Mario harus melewati beberapa tahapan. Salah satu tahapannya adalah wawancara dengan Ketua Dekranasda NTT, Julie Sutrisno Laiskodat, yang akrab disapa Bunda Julie.
Mario mengungkapkan bahwa meskipun tidak PD (percaya diri), namun karena adanya dorongan untuk membantu dirinya sendiri dan teman-temannya, ia memberanikan diri untuk melewati setiap tahapan yang ada. Dan, puji Tuhan, Mario akhirnya lolos untuk mengikuti pelatihan di Bandung.
Bunda Julie yang sempat melakukan video call pada saat para wartawan berjumpa dengan Mario, mengatakan bahwa ada satu jawaban yang sangat menyentuh hatinya pada saat sesi wawancara dengan Mario.
“Bunda, orang-orang seperti kami ini susah untuk mendapatkan pekerjaan. Karena itu saya ingin mengikuti pelatihan ini, supaya ketika sudah mendapatkan ilmu nanti, saya bisa berbagi ilmu kepada teman-teman tuli yang lain. Atau jika sudah punya keterampilan, saya ingin membuka usaha agar teman-teman saya bisa bekerja,” kisah Bunda Julie menirukan jawaban Mario saat wawancara.
Jawaban itu menjadi salah satu alasan paling kuat, kata Bunda Julie, untuk meloloskan Mario ke Bandung guna mengikuti pelatihan. Bunda Julie melihat ada semangat yang membara dalam diri Mario, selain ketulusan hatinya untuk membantu sesama teman tuli-nya.
Di awal-awal masa pelatihan meracik kopi, Mario mengatakan bahwa dirinya cukup mengalami kesulitan. Apalagi ia tidak bisa mendengar. Namun, seiring berjalannya waktu, ia mampu mengikuti semua proses yang menjadikan ia seorang Barista kini.
Ingin Buka Kedai Kopi di Area Kampus Undana
Setelah rampung mengikuti pelatihan, kini di benak Mario bersemayam sejuta mimpi. Mimpi untuk dirinya sendiri, juga mimpi untuk membantu teman-teman tuli-nya meraih mimpi mereka.
Di atara mimpi-mimpinya itu, pria yang mengaku telah memiliki kekasih hati ini mengungkapkan impiannya untuk membuka kedai kopi di area Kampus Universitas Nusa Cendana (Undana). Di sana, Mario ingin menghimpun teman-teman tuli-nya yang bakal ia latih, untuk bekerja bersamanya.
“Kami akan melakukan pendekatan dengan pihak kampus Undana. Semoga kami bisa diberi tempat di sana untuk membuka kedai kopi,” tutur Mario, sebagaimana diterjemahkan oleh Ike Mauboy.
Mario sungguh bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada Dekranasda, terutama kepada Bunda Julie Laiskodat, yang telah membuka ruang dan memberinya kesempatan untuk mewujudkan mimpi-mimpinya.
Dengan ilmu dan keterampilan yang dimilikinya, kini semakin kokoh tekad yang tumbuh di hati Mario untuk membantu teman-temannya yang telah tergabung dalam Komunitas Tuli Kupang (KTK) yang sudah ia bentuk.
Di Dapur Dekranasda NTT, para wartawan yang meliput terkesima mendengar kisah Barista tuli yang hatinya dipenuhi cinta itu. Cinta untuk dirinya sendiri, juga cinta untuk sesamanya. Dan dari Dekranasda, semoga cinta itu mengalir ke mana-mana, berjumpa dengan hati yang lain yang juga punya cinta.
Sukses untukmu dan teman-temanmu Mario!
Penulis: Joe Radha