NUSALONTAR.com – Lembata – Beberapa hari terakhir beredar Surat Persetujuan Pensiun Dini dari ASN atas nama Silvester Samun, S.H. Surat itu telah ditandatangi oleh Bupati Lembata Eliazer Yentji Sunur.
Surat persetujuan itu riuh dibicarakan oleh netizen, baik di grup Whatsap maupun di grup-grup Facebook. Keriuhan itu terjadi karena Silvester Samun yang telah mengajukan surat pengunduran diri dan telah disetujui Bupati Yance itu masih dilantik menjadi Kepala Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Kadis PKO) pada 24 Februari 2021 lalu; oleh Bupati Yance pula.
NUSALONTAR.com mencoba mengonfirmasi hal tersebut kepada Sekda Lembata Paskalis Ola Tapobali. Melalui pesan Whatsap Paskalis mengatakan bahwa Surat persetujuan pengunduran diri (pensiun dini, red) itu benar adanya.
“Memang ada proses administrasi terkait yang bersangkutan (ybs), namun belum final. Sy tidak tau mengapa surat itu bisa beredar ke pihak-pihak lain yang tidak berkompeten,” kata Paskalis.
Ketika ditanya mengapa Silvester Samun yang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi tapi tetap dilantik menjadi Kadis PKO, Paskalis menjawab bahwa dari sisi aturan, Undang-Undang tidak melarang itu.
“Berkaitan dengan Manajemen PNS, diatur dalam UU Nomor 5 Th 2014 dan PP Nomor 11 Th 2017, seorang PNS diberhentikan sementara ‘jika ditahan’ karena menjadi tersangka tindak pidana. Selama ini kami hanya mengetahui ybs telah ditetapkan sebagai tersangka, namun belum ditahan, sehingga secara aturan karena tidak berhentikan atau berhentikan sementara, jadi ybs masih aktif sebagai PNS,” jelas Paskalis.
Ketika ditanyakan soal aspek etis, Paskalis sempat mengetik pesan Whatsap-nya, tapi jawaban yang ditunggu terkait itu tak kunjung ada.
Komentar Profesor Alo Liweri
Profesor Aloysius Liliweri ketika dimintai komentar terkait persoalan di atas mengatakan, “Jika membaca surat persetujuan bupati atas permintaan pensiun dini dari ybs (Silvester Samun, red), bahwa ybs sedang diproses di Badan Kepegawaian Negara (BKN) Jakarta, belum resmi berhenti dari ASN, sepanjang memenuhi syarat untuk jabatan JPTP/eselon 2, termasuk sudah ikut lelang jabatan, itu boleh diangkat.”
“Namun, secara etis tidak bisa. Bagaimana (mungkin, red) orang sudah diusulkan untuk berhenti, bupati sebagai pembina kepegawaian masih melantik ybs untuk diangkat menjadi kepala dinas,” jelas akademisi Undana itu.
Lanjut Prof Alo, “Pertanyaannya adalah, apakah ybs benar-benar tenaganya sangat sangat dibutuhkan oleh Pemkab Lembata? Saya yakin masih ada calon lain yang juga memenuhi syarat ketika bersama dengan ybs mengikuti seleksi. Menurut saya, secara etika, tidak elok apa yang dilakukan oleh Bupati Lembata,” tutupnya.
Pendapat Anggota DPRD Lembata
NUSALONTAR.com juga meminta pendapat beberapa anggota DPRD Lembata terkait hal itu. Piter Bala Wukak, anggota DPRD dari fraksi Golkar, saat dimintai pendapat, menjawab bahwa dirinya tidak berkompeten untuk menjawab itu.
“Mohon maaf ini saya tidak berkompeten untuk tanggapi. Tanya di pa Sekda saja e,” katanya melalui pesan Whatsap.
Ketua DPRD Lembata, Petrus Gero, juga sempat dihubungi NUSALONTAR.com untuk dimintai komentarnya. Namun hingga berita ini hendak ditayangkan belum ada respon.
Sementara itu Gabriel Raring, anggota DPRD Lembata dari Fraksi PDIP, ketika dimintai komentar, menanggapi dengan mengirim beberapa catatan melalui pesan Whatsap. Berikut tanggapan Gabriel Raring:
Pertama, Mengurus pemerintahan itu tidak didasarkan hanya pada aturan.Tapi aspek lain yang penting adalah Etika Administrasi Pemerintahan. Bahwa tidak melanggar aturan, itu benar, tapi jangan sampai menabrak Etika Administrasi Pemerintahan.
Kedua, Kebijakan bupati sangat tidak populis baik untuk masyarakat juga sekaligus mencoreng wibawa pemerintahan daerah. Masa seorang tersangka kasus korupsi dilantik jadi Kadis? Terkesan tidak ada proses seleksi untuk menempatkan orang pada jabatan strategis.
Ketiga, Ketika dilantik pasti mengangkat sumpah, dan satu indikator pentingnya adalah siap dan setia menjaga Pemerintahan yang bersih jauh dari KKN. Bagaimana bisa kita percaya jika tersangka kasus korupsi yang mengucapkan itu?
Keempat, Dengan keputusan Bupati ini maka dapat disimpulkan bahwa Bupati tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Dengan tau dan mau, karena kewenangan, lalu mengangkat tersangka korupsi jadi Kadis. Benar-benar ironis dan memalukan.
Kelima, Kebijakan yang harus segera ditinjau dan ditarik kembali, untuk menjunjung tinggi kewibawaan pemerintahan daerah yang bersih, bebas korupsi, dan mengedepankan pula Etika Administrasi Pemerintahan
Tanggapan Ampera
Ketua Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Rakyat Lembata (Ampera-Kupang), Emanuel Boli, meminta Silvester Samun untuk segera mengundurkan diri dan mengikuti proses hukum kasus dugaan korupsi pekerjaan pembangunan destinasi wisata Awololong yang menjeratnya sebagai tersangka. Sebab, menurut aktivis PMKRI ini, wajah pendidikan Kabupaten Lembata tercoreng jika dipimpin oleh tersangka kasus dugaan korupsi.
“Masih banyak putera daerah Lembata yang memiliki kompetensi, berintegritas, pantas dan layak menjabat sebagai kepala dinas,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (4/3/2021), dikutip dari Pos-Kupang.com
Ia juga mempertanyakan alasan Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur kembali melantik tersangka kasus dugaan korupsi sebagai kepala dinas. Sebab, lanjut dia, di dalam UU ASN terkait jabatan pimpinan tinggi mensyaratkan, pejabat tersebut harus memiliki rekam jejak jabatan dan integritas.
UU ASN menyatakan integritas ini diukur dari kejujuran, kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, kemampuan bekerja sama, dan pengabdian kepada masyarakat bangsa dan negara.
“Secara jelas, Silvester tidak memenuhi syarat teknis tersebut. Bagaimana mungkin seseorang jadi kepala dinas dengan label tersangka kasus dugaan korupsi? Dinas pendidikan sepertinya jadi tempat bolak balik jabatan Silvester,” tegasnya.
“Secara etika Lamaholot, semestinya Silvester mengundurkan diri secara terhormat sebagai kepala dinas dan meminta maaf secara lisan dan tulisan kepada masyarakat Lembata dan siap menjalani proses hukum dengan sebaik-baiknya,” pungkas Emanuel. (JR)