Ende yang Tak Lelah Berdinamika

Ilustrasi (TribunTimur.com)
Ilustrasi (TribunTimur.com)

PerspektifNusalontar.com

Perang opini terus terjadi di jagat media sosial setelah Partai Koalisi MJ Jilid II gagal menghasilkan dua nama pada pertemuan Sabtu 13 Maret 2021. Pertemuan yang dirancang untuk memfinalkan nama Erik Rede dan Domi Mere guna diusulkan ke Bupati untuk diteruskan ke DPRD Ende itu hanya menghasilkan walk out Partai Golkar dan penerimaan berkas Erik Rede yang telah lengkap.

Bacaan Lainnya

Gagal mendapatkan kelengkapan berkas dari Domi Mere, mengharuskan Koalisi (dan rakyat Ende) menanti satu nama lagi untuk mendampingi Erik Rede yang berkasnya telah lengkap. Kadir Mosa Basa yang didapuk jadi jubir Koalisi menyampaikan bahwa Koalisi masih menanti itikad baik Golkar untuk menyerahkan satu nama (pengganti Domi Mere) supaya Koalisi bisa segera mengusulkannya ke Bupati guna diteruskan ke DPRD untuk dipilih.

Pada sisi yang lain, panjangnya durasi untuk mengahasilkan kesepakatan dua nama calon Ende 02, menambah segmentasi dan polarisasi massa, khususnya di jagat maya. Masyarakat kemudian terpecah-pecah dalam lingkaran perdebatan mengenai proses itu. Bahkan ada banyak komentar yang mengarah pada menyerang pribadi antara sesama netizen.

Untuk sebagian orang, mungkin hal ini dianggap sepele. Namun tanpa disadari para elit telah menyediakan ruang tarung bebas di antara sesama anak Ende, anak bangsa ini, untuk saling mencela, saling mencerca, bahkan saling menghakimi. Medsos akhirnya menjadi ‘kelas’ yang diisi oleh siswa dengan aneka ragam perspektif tanpa ada filter dari ‘guru’ yang jelas. Ujungnya adalah kultur dan peradaban yang dibentuk tanpa sadar, tanpa arah, dan bahkan nirsubstansi.

Elit politik Ende mestinya juga menyadari hal itu. Pembungkusan kepentingan pribadi dan kelompok yang dikemas dengan kata manis ‘demi kepentingan rakyat’ akhirnya menjadi jargon yang benar-benar memuakkan. Akrobat politik sudah saatnya dihentikan. Mulut manis para elit politik mestinya ada batas juga.

Masyarakat sebetulnya juga paham bahwa politik kadang-kadang punya banyak jalan melingkar yang sulit ditelusuri oleh pandangan awam. Namun dengan sengaja menarik ulur tanpa arah proses ini, apalagi dengan mengorbankan rakyat banyak, akan menimbulkan pertanyaan: sudah separah itukah penyakit ‘malas tahu kepentingan rakyat banyak’ yang diderita para elit kita?

Buktinya sederhana saja, sebagaimana diungkapkan di atas, di jagat maya masyarakat ikut-ikutan ‘berkelahi’ tanpa tahu apa sebenarnya yang mereka kejar. Mungkin hanya segelintir orang saja yang berpartisipasi dalam perdebatan itu. Mereka adalah orang-orang yang masuk ‘dalam lingkaran’. Namun apa yang dipertontonkan dan dibaca oleh sekian ribu orang dalam postingan dan komentar di medsos akan menjadi pelajaran buruk bagi generasi kita.

Maka, jikalau ada yang berkata ‘siapa suruh ikut baca’, dia akan menjadi orang paling bebal dalam konteks dunia saat ini. Kenapa? Karena kita semua, terutama para elit, punya tanggung jawab moral untuk membangun peradaban yang baik, menciptakan situasi yang kondusif, menghadirkan rumah yang nyaman untuk ditinggali bersama, di muka bumi ini.

Elit politik mestinya sadar bahwa hingga saat ini mereka hanya menghasilkan carut marut. Insaf sudah! Jangan ada yang ‘ngambek-ngambek’ lagi!

Nusalontar.com

Pos terkait