Oleh: Redem Kono*
INSPIRASI – Tanggal 31 Januari 2023, Bapak Yakobus Olla dipanggil Tuhan. Bapak Jack, sapaan akrabnya, dipanggil Tuhan setelah bertemu Stin, putri bungsu bersama dua cucunya dari Jakarta. Rupanya tidak ada lagi yang perlu ditunggu lagi, selain bertemu dua cucunya.
Mungkin Bapak Jack rindu bertemu dua cucunya, agar bisa memiliki cerita pernah berjumpa dengan kakeknya semasa hidup. Setelah itu almarhum pun tegar menghadap Allah, Awal dan Akhir Kehidupan. Bapak Jack konsisten peduli dan berhati baik hingga kematian-Nya.
Ketika adik Stin memberitahu langsung, saya sangat sedih. Ketika saya meneruskan berita duka banyak yang kaget tetapi memberikan kesan yang mendalam kepada almarhum. “Kita kehilangan orang hebat,” demikian komentar singkat dari Prof. Gabriel Faimau, Ph.D, dari Botswana, Afrika. Anehnya, kesedihan saya datang serentak bersama rasa bangga dan terima kasih karena pernah bertemu, berdialog, dan mengadakan berbagai kegiatan bersama almarhum.
Maka saya tergerak untuk menuliskan berbagai jejak inspirasi, pengabdian, dan kepedulian almarhum sebagai pengingat yang harus kita kenang dan tiru. Saya menulis berdasarkan pengalaman: yang saya amati, yang saya alami, dan saya petik dari Bapak Jack.
Baik Hati, Peduli dan Spiritualitas Kehadiran
Suatu saat ketika masih bersekolah di SD Suanae, almarhum ayah saya bercerita tentang Bapak Jack. Keduanya pernah tinggal seasrama di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) pada tahun 1970-an. Bapak Jack, cerita ayah, adalah sosok yang terkenal baik hati dan senang berbagi. Ia akan selalu bergerak hadir menolong jika teman-teman seasrama mendapat kesulitan. Ketika dipercayakan memimpin dan mengkoordinir sesuatu, ia menjalankannya dengan penuh tanggung jawab dan penuh keteladanan.
Ketika berada di SMP Negeri Eban dan Seminari St. Rafael Oepoi Kupang, saya mengalami langsung bagaimana keterlibatan Bapak Jack dalam kegiatan keluarga kami, keagamaan, pendidikan, perkawinan, kematian, dan lain-lain. Ia selalu hadir mengkoordinasi dan memberikan arahan agar kegiatan-kegiatan berjalan dengan lancar dan memuaskan. Maka, setiap orang akan selalu merasa dekat dengan almarhum.
Salah satu yang menonjol bagi saya adalah Bapak Jack hampir selalu menjadi ketua panitia, koordinator dan atau pengarah dalam kegiatan-kegiatan keagamaan seperti perayaan imam baru, syukuran kaul kekal suster-bruder, ataupun perayaan perak atau emas imamat atau kebiaraan. Kehadiran almarhum adalah energi positif yang menyatukan, memberi semangat, dan membantu agar teknis perayaan dapat berjalan dengan baik.
Bapak Jack menjalaninya dengan penuh sukarela. Ia terlibat, mendarah daging dalam kegiatan. Ia hadir bukan hanya mengurus tetapi memberikan nasihat yang kadang kala diucapkan dengan kritis sebagai koreksi dalam penuh persaudaraan (correctio fraterna). Keluarga dan panitia yang mengalami kesulitan didampingi untuk mencari jalan keluar. Ia adalah seorang problem solver, pemberi solusi!
Bagi saya, sosok Bapak Jack menunjukkan spiritualitas kehadiran yang layak diteladani. Ia mengikuti jejak dari Yesus, yang selalu hadir kepada siapapun yang membutuhkan. Ini adalah teladan yang sangat mahal, ketika sikap egosentrisme (ingat diri) menguasai dunia modern. Bapak Jack menggugah kita untuk hadir, membantu orang lain, dan turut bersama mencari solusi.
Dengan hadir dan menyentuh setiap orang, Bapak Jack melayani Yesus sepanjang hidupnya. Karena, ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku (Matius, 25: 35-36). Ia menunjukkan tanda Kerajaan Allah!
Bapak Jack Guru yang Berdedikasi dan Penuh Keteladanan
Saya belum pernah diajar Bapak Jack. Namun saya pernah mendengar cerita dari mantan murid-murid Bapak Jack. Bagi Bapak Jack, kunci dari menjadi guru adalah keteladanan. Maka ia selalu berusaha menjadikan dirinya sebagai contoh di sekolah maupun di luar sekolah.
Tugas menjadi guru tidak hanya di sekolah tetapi terutama di luar sekolah. Karena itu ia mau terlibat di gereja dan masyarakat agar murid-muridnya dapat mencontoh.
Yang saya tahu, setelah berpindah-pindah tempat menjadi guru, Bapak Jack menjadi pengawas sekolah. Saat itu saya bersekolah di SMP Negeri. Sebagai pengawas sekolah, Bapak Jack berkeliling untuk memberikan pengawasan dan memastikan agar sekolah-sekolah dapat maju. Karena baginya kunci untuk kemajuan adalah Pendidikan. Pendidikan dapat mengangkat derajat manusia dan daerah ke arah yang lebih maju.
Namun, ketika duduk berdiskusi bersama Bapak Jack, saya menangkap pesannya bahwa Pendidikan tidak boleh melupakan kearifan lokal masyarakat. Generasi muda harus berakar dalam budayanya. Dalam konteks ini, Atoni Pah Meto memiliki banyak nilai-nilai moral-etika dalam adat yang harus dilestarikan oleh generasi muda. Karena itu almarhum selalu mau terlibat dalam urusan adat, dan mengajak generasi muda agar mengenal dan memahami adat.
Xavier Faimau ketika mengenang almarhum menulis indah tentang almarhum: “Bapak Jack adalah guru hebat yang rendah hati, disiplin, dan selalu mendidik dengan kasih sayang.” Namun, jika ada kesalahan yang tidak bisa ditolerir, Bapak Jack akan bersikap tegas. Bahasanya yang lugas seperti: “Au etet lof lukem ume namaos meot!” menjadi ciri khas Bapak Jack saat mendidik dan mengajar di sekolah.
Peduli Ekologi dan Edukasi Politik
Bersama Bapak Jack, kami berdiri bersama memperjuangkan penolakan terhadap penurunan status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional. Sebagai seorang tokoh adat dan tokoh masyarakat, ketika saya didelegasikan Anggota DPR RI Yohanis Fransiskus Lema terkait sikap masyarakat, salah satu tokoh yang saya minta pendapatnya adalah Bapak Jack.
Setelah mendengar kajian kami, bahwa penurunan status membuka ruang pada masuknya investasi yang dapat merusak lingkungan hidup di Mutis, Bapak Jack secara spontan menolak. Dengan lugas dan tegas Bapak Jack bersama masyarakat adat Mutis di TTU dan TTS menyuarakan penolakan.
Yang saya catat argumentasi Bapak Jack: “Anak Redem, Mutis itu kita punya faot kanaf oe kanaf. Mutis itu identitas orang Timor. Selain itu juga sumber air minum dan air untuk pertanian dari TTU sampai Malaka. Kalau investasi di sana, maka air akan defisit. Kasihan anak cucu ke depan!”
Setelah sukses menolak Mutis tidak diturunkan statusnya, Bapak Jack dan tokoh masyarakat bertemu langsung dengan DPR RI Ansy Lema di Eban pada 2020 untuk menyuarakan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar Kawasan Cagar Alam Mutis.
Maka sebagai apresiasi, Bapak Jack bersama Kelompok Tani Hutan mendapat bantuan Rp. 100 juta untuk pengembangan 30.000 benih kopi. Saat ini bibit kopi sudah ditanam di Hutan Fatunisuan dan beberapa tahun akan dipetik hasilnya. Di Paroki, almarhum juga terlibat aktif melakukan kegiatan-kegiatan ekologis seperti penanaman bibit bersama Uskup Atambua di Bidjaelsunan, dan berbagai kegiatan lainnya.
Bapak Jack juga memiliki perhatian besar pada edukasi politik. Ketika pada Pilkada TTU 2020, saya menyaksikan Bapak Jack berkeliling hingga subuh untuk memberikan edukasi politik kepada masyarakat. Di beberapa titik di mana kami berada bersama, saya menyaksikan almarhum bersuara tegas dan kritis melawan represi (penindasan) dari penguasa, melawan politik uang, dan perlunya regenerasi kader di wilayah Miomaffo Barat.
Semuanya diucapkan oleh Bapak Jack dengan tegas dan lugas khas Bapak yang peduli terhadap wilayahnya sendiri.
Peninggalan Terakhir: Fondasi Baru Paroki St Maria Diangkat ke Surga Eban
Bagi saya, masterpiece -karya terbaik- dari Bapak Jack adalah salah satu aktor utama yang membangun fondasi baru Paroki St. Maria Diangkat ke Surga Eban. Saya pastikan ribuan umat paroki Eban mengenal Bapak Jack. Ia tidak tergantikan menjadi Ketua Dewan Pastoral Paroki (DPP) Eban selama lebih dari 20 tahun. Bahkan almarhum memulai inisiatif dan menjadi Ketua Panitia Pembangunan gereja Paroki Eban hingga wafat!
Bapak Jack menjadi Ketua DPP ketika Paroki Eban mengalami transisi (peralihan) dari “Gereja Misionaris” Eropa yang ditandai dengan pelayanan imam Serikat Sabda Allah (SVD) menuju “Gereja Keuskupan” oleh para Romo Projo Keuskupan Atambua. Kita tahu, bahwa zaman ketika SVD melayani, terutama dari misionaris Eropa, Paroki Eban mendapat donasi dari Eropa untuk kegiatan pastoral.
Zaman berubah ketika panggilan mulai menurun di Eropa, Gereja Lokal bertumbuh mandiri, maka giliran Paroki Eban mengirim ratusan biarawan-biarawati ke seluruh dunia. Namun, tidak dapat dipungkiri, berhentinya pelayanan misionaris, menyebabkan Paroki Eban harus belajar berkembang dan bertumbuh untuk mandiri. Dan, dalam konteks ini, Umat Paroki Eban harus bersyukur dipimpin Bapak Jack yang melayani sebagai awam tanpa pamrih, berjuang keras melewati transisi.
Ketika saya masih SMP, saya mendengar DPP memulai inisiatif Gereja Mandiri. Kolekte, persembahan, dan sumbangan sukarela dari umat dibiasakan untuk menghidupkan Paroki. Dengan terlibat aktif memberikan dukungan material-finansial, umat memiliki keterikatan dan rasa memiliki terhadap Paroki Eban.
Salah satu kenangan yang harus dicatat adalah kerja keras dan perjuangan keras Bapak Jack untuk membangun gereja baru. Di tengah kesibukan padat sebagai ketua DPP, almarhum menerima tanggung jawab berat sebagai Ketua Panitia Pembangunan gereja yang baru. Tugas yang tidak mudah. Karena tantangan romantisme umat akan gereja lama yang bernilai historis dan daya sanggup umat untuk membiayai pembangunan gereja. Maka almarhum bersama panitia dan Pastor Paroki berkeliling melakukan sosialisasi ke stasi hingga larut malam.
Saya mengalami langsung kegigihan Bapak Jack tersebut. Selama Pandemi, dua kali saya diminta Bapak Jack untuk menjadi host virtual yang mengumpulkan diaspora (perantau) paroki Eban (termasuk biarawan-biarawati) di dalam maupun luar negeri.
Pertemuan virtual pertama bersama diaspora menyampaikan dari DPP, tokoh masyarakat, dan tokoh adat mengenai pembangunan paroki Eban. Yang hadir saat itu juga para misionaris lintas benua dan awam yang memberikan masukan terhadap pendirian gereja. Pertemuan virtual kedua adalah mempresentasikan visual denah bangunan gereja, mendengarkan tanggapan, dan mengundang kontribusi diaspora. Turut hadir saat itu putra Paroki Eban, Uskup Dr Paulinus Yan Olla.
Ketika panitia sudah mulai berjalan mandiri dan peralihan ke gereja mandiri-pemberdayaan menuju relnya, Bapak Jack mulai sakit. Namun, ia tidak menurunkan intensitas kegiatannya untuk terus hadir dalam berbagai kegiatan.
Sikap semangat dan kepedulian tetap konsisten dijalankannya hingga wafat. Hingga akhirnya Tuhan datang menjemput Bapak Jack, hambaNya pada tanggal 31 Januari 2023, di malam yang hening, di Kota Kupang. Bapak Jack pergi menyaksikan apa yang dirintisnya mulai mekar dan berseri.
Selamat Jalan Tua Sait. Am nau tob nek alekot. Amnao musaitan kaiben. Semua umat Paroki Eban yang berdatangan tanpa diundang ke gereja merayakan misa penguburan menjadi saksi keteladanan, pengabdian, cinta, dan kepedulianmu pada sesama. Doa-doa kami tulus membubung ke langit. Terima kasih telah jadi inspirator kebaikan. Surga tempatmu!
*Redem Kono adalah Tenaga Ahli A-DPR RI Ansy Lema, tinggal di Jakarta.