Kritik Bupati, Legislator Lembata Ini Bilang Kebijakan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Diskriminatif

Anggota DPRD Lembata Gabriel Raring
Anggota DPRD Lembata Gabriel Raring (Foto: ist)

Lembata, NUSALONTAR.com — Legislator Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Gabriel Raring, mengeritik kebijakan Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, yakni Bupati Lembata, terkait penutupan semua pasar kecuali pasar TPI. Menurutnya keputusan itu adalah kebijakan yang diskriminatif dan tidak berpihak pada Rakyat, tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.

Kritik itu ditulis Gabriel di laman facebooknya pada hari ini, Kamis (18/2/2021). Gabriel mempertanyakan, “Kenapa pasar yang lain tutup, sedangkan pasar TPI tidak?”

Bacaan Lainnya

Menurut anggota komisi III itu, salah satu kebijakan nasional, yang juga diturunkan dalam KUA APBD TA 2021 Kabupaten Lembata terkait skala prioritas pembangunan adalah pemulihan ekonomi. “Lalu kenapa Pasar di tutup? Apakah itu solusi menjaga penyebaran Covid-19? Jika itu adalah slolusi, kenapa toko-toko tetap dibuka, pompa bensin tetap dibuka?,” tanya Gabriel.

Gabriel berpendapat, jika pasar ditutup, harusnya toko dan stasiun pengisian bahan bakar (pompa bensin) juga ditutup, biar adil. “Sekalian saja semuanya ditutup biar memenuhi nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” sindirnya.

Gabriel juga menyoroti aktivitas Bupati Lembata, Eliazer Yentji Sunur, sebagai Ketua Satgas Penanganan Covid-19 yang dinilainya tidak patuh pada protokoler kesehatan.

Kata Gabriel, sepulangnya dari Jakarta, bukannya melakukan karantina mandiri, Bupati malah melakukan kegiatan yang menimbulkan kerumunan di beberapa tempat.

“Lebih ironis lagi, Ketua Satgas Covid 19, Bupati Lembata, pasca kembali dari Jakarta, langsung melakukan kunjungan kerja ke kecamatan Atadei, Buyasuri, dan Omesuri. Semakin ironis, untuk Kecamatan Omesuri dan Buyasuri, camat diperintahkan untuk mengumpulkan semua kepala desa dalam maksud kunjungan ini,” tulis Gabriel.

“Larangan mengumpulkan banyak orang, hindari kerumunan tidak diberlakukankah? Bukankah Jakarta itu zona merah? Lalu kenapa tidak karantina mandiri? Aktivitas Sekolah, Rumah-rumah Ibadat ditutup, aktivitas perkantoran dibatasi, lalu kenapa kenjungan ke kecamatan, desa tetap dijalankan?? Aneh tapi inilah kenyataannya,” urai Gabriel.

Ketua PAC PDIP Lebatukan itu menilai, kebijakan yang dibuat oleh bupati itu adalah kebijakan yang tidak humanis dan populis, kebijakan yang diskriminatif dan tidak pro rakyat, juga kebijakan yang tumpul ke atas, tajam ke bawah.

Bahkan mantan aktivis itu juga membeberkan soal bagi – bagi honor dari dana Covid -19. “Honor Covid-19 dibagi – bagi, sedangkan sarana seperti Alat Pelindung Diri (APD) sangat terbatas bahkan tidak ada untuk puskemas – puskesmas tertentu. Yang tak bekerjapun terima honor Covid-19, bahkan lebih besar nilainya daripada dokter, bidan, perawat yang berada di garda terdepan dlm urusan Covid-19,” paparnya.

Pada bagian akhir, Gabriel menuliskan semacam sajak keluhan sekaligus ajakan untuk bersatu.

“Lembata ooooo…
Negeri kecil salah urus.
Negeri kecil banyak masalah.
Banyak orang dibuat tak berdaya.
Mari kita bangkit dan bersatu.”

(JR)

Pos terkait