Dalam perjalanan, kisah Miji terus terngiang. Kisah tentang perjuangan tak kenal lelah, kisah tentang penghargaan terhadap hidup, kisah tentang mujizat yang bisa hadir untuk siapa saja yang percaya.
***
INSPIRASI – Kami hendak beranjak pulang ketika Miji tiba dengan sepeda motor. Ia diantar oleh saudaranya. Sebelumnya, Nyongki Malelak, wartawan TVRI yang keren itu sempat memberi informasi, “Abang jangan pulang dulu, ada saudara saya yang mau datang, nanti kita liput dia”.
Saya hanya mengiyakan sambil lalu saja. Karena saya pikir, pasti Nyongky yang punya narasumber, jadi, kami yang lain cukup mendengarkan kalau ada wawancara. Apalagi sudah hampir malam, sudah waktunya untuk pulang ke rumah.
Ketika Miji tiba, niat untuk pulang saya urungkan. “Abang, ini saudara saya, dia buta, tapi dia keren sekali. Abang harus tulis tentang dia,” ujar Nyongky lagi.
Maigel Arifen Dano demikian nama lengkapnya. Orang-orang menyapanya Miji. Miji adalah seorang difabel tuna netra. Ia berasal dari Rote Ndao, sebuah pulau di Provinsi NTT yang terletak di bagian paling selatan Indonesia.
Kepada kami Miji berkisah. Matanya bukan buta sejak lahir. Ia terlahir sebagai anak yang normal, tanpa cacat sedikitpun. Nasib nahas menimpanya saat Ia duduk di bangku kelas 3 SMA. Kala itu seorang guru memukulinya hingga Ia mengalami gangguan penglihatan secara permanen.
“Jadi sebelumnya, itu saya bukan tuna netra, tetapi waktu SMA kelas 3 baru jadi tuna netra. Kena pukul dari guru itu tahun 2007, dan setelah kena pukul itu tidak tahu buat apa? Katanya dari pihak sekolah juga dikeluarkan, tidak bisa berbuat apa lagi,” ucapnya.
Dalam keterbatasannya karena tak bisa melihat, Miji berusaha keras untuk tetap menyelesaikan pendidikan. Ia terpaksa hijrah di Kupang, karena di tempat kelahirannya harapan untuk melanjutkan studi sepertinya sudah pupus.
Di Kupang, dalam kondisi buta, Miji memaksa dirinya untuk berusaha sekeras mungkin mengulang masa SMA di Sekolah Luar Biasa hingga berhasil lulus.
“Jadi saya sempat lari dari rumah orang tua. Datang ke Kupang, karena di Rote kita tidak ada sekolah luar biasa (SLB). Di Kupang dapat sekolah SMA luar biasa, mulai ulang dari kelas satu SMA. Akhirnya sampai selesai,” ungkap Miji.
Tidak puas hanya tamat SMA, Miji pun bertekad untuk bisa menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Berkat tekad yang kuat dan usaha yang tak kenal lelah, Miji berhasil menyelesaikan studinya dan mendapat gelar sarjana di perguruan tinggi umum.
“Karena punya keinginan untuk kuliah, akhirnya saya belajar sungguh-sungguh. Waktu itu belajar berair dan belajar komputer. Saya kuliah di kampus umum bukan kampus disabilitas. Sempat ditolak, tetapi karena perjuangan, akhirnya saya kasih tahu bahwa saya belajar pakai laptop,” katanya.
Setelah selesai kuliah, Miji pernah bekerja sebagai guru di sekolah lapangan Nekamese milik Farry Francis (mantan anggota DPR RI).
“Pokoknya banyak hal, ketika mengajar kepala sekolah menolak, katanya nanti ini belajar bagaimana? Tetapi berkat saya menguasai powerpoint, dengan pake infokus. Saya tinggal kontrol saja. Saya tidak menyukai kegiatan yang bersifat rutinitas, lebih suka yang fleksibel, suka ambil tantangan,” ujarnya.
Tidak lama bekerja sebagai guru, ia kemudian memilih untuk pulang ke Rote untuk menikah. Setelah menikah, Ia bersama istri merintis sebuah usaha yang diberi nama Ikan Se’i Miji.
“Akhirnya saya pergi ke Rote, dapat istri di sana. Lalu menikah, dari situ mulai berpikir untuk membuka usaha, karena tugas pengabdian ini tidak cukup buat kebutuhan rumah tangga kita,” kisah.
Di Rote, Miji menemukan sebuah peluang usaha. Berdasarkan survey dan kajian sederhana yang ia buat, Miji memutuskan untuk memulai usaha Se’i Ikan.
NTT, khususnya Rote, yang kaya akan ikan tangkapan, dilihat Miji sebagai peluang yang menjanjikan. Hal itulah yang semakin kuat mendorongnya untuk membuat olahan berbeda dari ikan, yakni Se’i Ikan.
Ternyata Se’i Ikan olahan Miji diminati oleh banyak kalangan. Kini, permintaan akan Se’i Ikan Miji kian meningkat bahkan telah menjadi salah satu ole-ole khas NTT. Selain untuk ole-ole dan menu makan keluarga, Se’i Ikan Miji juga bisa diolah kembali, semisal menjadi ikan se’i bumbu kuning, goreng balik kecap, atau untuk buat sambal goreng.
Kenikmatan Se’i Ikan Miji kian terasa karena diolah tanpa bahan pengawet dan bumbu yang serba alami.
Ketika Se’i Ikan Miji mulai laris, nama Miji pun kian populer. Semakin banyak kegiatan pemberdayaan yang ia ikuti, bahkan dirinyapun kerap diminta untuk menjadi narasumber.
Miji tak menduga bahwa usaha dan kerja kerasnya akan menjadi inspirasi bagi banyak orang. Kisah hidupnya yang inspiratif itu akhirnya sampai juga di meja redaksi Metro TV, khususnya pada program Kick Andy.
Tahun lalu, Ia diminta untuk diwawancarai oleh Metro TV. Tim Metro TV turun, melakukan interview, dan mengajak Miji untuk berbagi kisahnya langsung di stasiun Metro TV di Jakarta.
“Buat prodak namanya ikan se’i miji, itu ikan asap yang sudah kita kasih bumbu, buat kemasan, dan kasih label. Untuk pemasarannya kita posting lewat media sosial baik YouTube, Tik tok . Akhirnya booming. Suatu ketika di tahun 2021 di bulan September waktu itu , tiba-tiba saya dihubungi dari pihak Metro TV, minta untuk diwawancarai. Tim Metro TV turun, lalu interview. Akhirnya kita sampai di Jakarta untuk diwawancarai di Metro TV. Dari situlah mulai booming terus usaha ini,” kisahnya.
Sejak saat itulah, usaha Miji kian melejit. Metro tv berhasil membuat usahanya kian populer.
Pada tahun 2022 ini, Ia mendapat informasi bahwa akan ada pelatihan untuk kaum difabel dari Kementerian Komunikasi dan Informasi di bidang TIK tingkat nasional.
“Akhirnya saya daftar lalu pilih bidangnya itu digital marketing, supaya sesuai dengan basic yang selama ini saya dapat. Akhir pelatihan itu ada kompetisi. Ada seribu peserta di seluruh Indonesia. Kita akan dilombakan begitu,” ujarnya.
Dengan kemampuannya di bidang IT sukses membawa Miji keluar sebagai pemenang juara 1 dari regional 6.
“Sebagai pemenang juara 1 dari regional 6. Jadi, saya diminta lagi ke Jakarta untuk mengikuti lomba tingkat Nasional. Sampai di sana kita lomba, dan dapat lagi juara 1 di tingkat nasional. Akhirnya dapat piala serta penghargaan dari Kementerian Komunikasi dan Informasi,” katanya.
“Apalagi saya dari daerah 3 T yang selama ini dianggap Rote sebagai Daerah terdalam, terluar, dan terpinggirkan. Ternyata ada disabilitas di sana yang mampu bersaing di tingkat Nasional dengan regional,” tambahnya.
Dijanjikan ke Luar Negeri
Setelah meraih juara 1 di tingkat nasional bidang digital marketing, Miji dijanjikan Menteri Kominfo, Jonny G. Plate akan membawa Miji ke luar negeri untuk studi banding.
“Janji bapak menteri bahwa nanti yang juara 1 itu akan bawa ke luar negeri, untuk studi banding. Melihat pengalaman dari teman-teman sebelum yang menang sudah pernah ke Korea. Tapi kita tidak tahu tahun ini kita ke mana,” pungkas Miji.
Senja sudah lama berlalu ketika kami satu persatu beranjak pulang. Miji pun telah kembali bersama saudaranya, Nyongky Malelak. Pulang membawa serta sejuta mimpi yang terus memenuhi isi kepala dan ruang hatinya. Kembali bersama energi baru yang akan terus ia bagikan kepada siapa saja yang ingin terus memperjuangkan kehidupan.
Dalam perjalanan, kisah Miji terus terngiang. Kisah tentang perjuangan tak kenal lelah, kisah tentang penghargaan terhadap hidup, kisah tentang mujizat yang bisa hadir untuk siapa saja yang percaya.
Miji benar. Se’i Ikan Miji bukan sekedar makanan. Se’i Ikan Miji adalah inspirasi kehidupan.
Terima kasih Miji.
Penulis: Joe Radha