Oleh: Joe Radha
Rimba persilatan politik di Ende akhirnya menempatkan dua pendekar pada arena pertarungan pamungkas: Erikos Emanuel Rede dan Dominikus Mere. Setelah sebelumya sempat alot dengan dinamika politik yang seakan tak berujung, akhirnya dua nama tersebut tiba di meja DPRD Ende sebagai pihak yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk menentukan siapa yang paling pantas mendampingi Bupati Djafar untuk memimpin Ende di sisa masa jabatannya.
Di atas kertas, Erik Rede harusnya bisa menang mudah dalam perebutan kursi wakil bupati Ende yang lowong. Erik memiliki jurus andalan: dukungan 6 partai pengusung. Dukungan mayoritas partai politik yang ada di DPRD ini harusnya membuat Erik Rede berada di atas angin dalam hitung-hitungan politik. Masa 6 partai kalah dengan Golkar yang hanya sendirian, dan hanya punya 3 seat pula di DPRD? Tambah lagi, proses pemilihan nanti ditentukan oleh masing-masing anggota DPRD Ende. Dengan demikian, kedekatan Erik dengan para mantan koleganya, baik secara psikologis maupun dari sisi politik, akan sangat menguntungkan Erik.
Namun, pemilihan oleh anggota DPRD, selain menguntungkan, juga bisa jadi celah yang amat lebar untuk melumpuhkan Erik. Partai boleh saja dukung Erik, namun kadernya yang duduk di DPRD belum tentu. Dengan demikian, meskipun secara kepartaian sikap partai sudah jelas, namun secara personal masing-masing anggota partai yang duduk di DPRD Ende bisa saja memilih jalan berbeda.
Ini adalah ruang politik. Biasanya, ruang politik seperti ini akan selalu dipenuhi dengan manuver dan intrik. Partai boleh bersepakat. Anggota partai belum tentu. Dan di ruang inilah biasanya lobi dan negosiasi bergerak senyap tapi masif. Kesepakatan-kesepakatan dan perhitungan-perhitungan politik berseliweran, baik untuk kepentingan partai, maupun diri sendiri. Celah sekecil apapun akan dimanfaatkan sebaik mungkin. Di ruang itulah pertarungan yang sesungguhnya terjadi.
Erik Rede memang politisi kawakan. Ia bukan politisi biasa. Tiga periode menjadi anggota DPRD Ende, menempati posisi Ketua DPD Nasdem Ende, dan baru saja melepas posisi Wakil Ketua DPRD. Namun, Domi Mere juga bukan anak kemarin sore. Meskipun wilayah jelajahnya selama ini adalah rimba birokrasi, namun Domi pernah menyelami teluk politik dengan mencalonkan diri sebagai wakil bupati Ende, meskipun kalah. Paling tidak, Domi Mere paham seluk beluk ‘dunia persilatan’ politik.
Domi juga pasti tahu bahwa pertarungan politik butuh banyak ‘senjata’, selain harus kaya strategi. Domi Mere juga tentunya telah menyiapkan jurus-jurus pamungkas untuk melumpuhkan kedigdayaan Erik Rede. Bukan tidak mungkin, Domi juga sudah menyiapkan senjata-senjata rahasia yang siap dilepaskan apabila keadaan menuntut harus demikian. Sejauh ini kita hanya mendengar kemampuannya sebagai birokrat yang bersih dan kompeten. Tentu saja itu hanyalah salah satu senjata andalan yang Domi Mere miliki. Pasti masih ada banyak senjata rahasia.
Pertanyaan yang menarik adalah, kira-kira apa senjata atau jurus pamungkas yang akan dikeluarkan untuk memenangkan pertarungan ini?
Kemarin (18/10/2021) Julie Laiskodat baru saja mampir ke Ende dan membuat siaran pers untuk menyampaikan dukungan morilnya kepada Erik Rede. Dengan posisinya sebagai Ketua Pemenangan Pemilu Wilayah Bali-NTB-NTT – DPP Nasdem, kehadiran Julie Laiskodat tentunya boleh dibilang sebagai salah satu senjata andalan untuk Erik Rede. Selain itu, dengan posisinya sebagai isteri gubernur NTT dan anggota DPR RI, kehadiran Julie Laiskodat tentu sangat berarti secara politik.
Lalu, siapa ‘orang atas’ yang memberi dukungan moril kepada Domi Mere? Dukungan untuk Domi Mere mungkin tidak terang-terangan sebagaimana yang diperoleh Erik Rede dari Julie Laiskodat. Tapi, tentang Domi Mere, patut dicatat bahwa kehadirannya di arena pertarungan telah menghempaskan Ketua DPD II Golkar Ende, Hery Wadhi, keluar dari gelanggang. Padahal Domi sebelumya adalah lawan politik yang menantang pasangan Marsel-Djafar (MJ). Secara politik, boleh dikatakan bahwa kekuatan atau pengaruh Domi Mere pastinya tidak main-main. Ia telah melangkah sejauh ini, tentu saja dia akan membiarkan diri jadi bulanan jurus-jurus yang dimainkan Erik Rede.
Yang juga patut diperhitungkan dalam ‘pertarungan’ ini adalah nama dua ‘maha guru’ yang ada di belakang Erik Rede dan Domi Mere, beserta konteks dan konstelasi politik yang melingkupi rimba persilatan politik ini. Apalagi kalau bukan Pemilukada 2024, dan siapa lagi kalau bukan Laka Lena dan Viktor Laiskodat.
Dua tokoh yang penulis sebut sebagai ‘maha guru’ ini dan pemilihan gubernur tahun 2024, tentunya perlu menjadi faktor-faktor yang turut mewarnai perebutan kursi Ende 02. Berdasarkan ‘penerawangan’ penulis, Viktor dan Melki akan menjadi senjata pamungkas untuk memenangkan pertarungan ini, baik dengan cara melumpuhkan ataupun dengan jalur damai biar tak ada yang terluka. Dalam rimba politik, agak sulit memang untuk menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah, terutama bagi aktor belakang layar. Sebab, dalam banyak kasus, baik yang menang maupun yang kalah tetap eksis dan untung juga.
Di atas semua itu, penulis percaya bahwa entah Erik ataupun Domi, keduanya adalah putra terbaik Ende saat ini. Siapapun yang terpilih, kita harap bisa mendampingi Bupati Djafar untuk membangun Ende menjadi lebih baik. Kita juga berharap para anggota DPRD Ende yang memiliki otoritas untuk menentukan siapa yang pantas, memiliki pikiran yang jernih dan nurani yang bersih dalam mengambil keputusan. Jika tidak, kita semua bisa berdoa semoga Tuhan membantu menjernihkan hati dan pikiran mereka. Jangan pernah lupa, politik adalah kegiatan untuk mewujudkan bonum comune**
Penulis adalah Pemred Nusalontar.com