NUSALONTAR.COM – Hong Kong – Menempuh pendidikan setinggi mungkin adalah cita-cita dan impian banyak orang. Karena dengan pendidikan yang tinggi, selain bisa mendapatkan pekerjaan yang diinginkan -yang bisa menghasilkan uang yang cukup-, sekaligus mendapatkan prestise (pengakuan) dari orang lain.
Mimpi untuk meraih pendidikan yang tinggi juga dialami oleh Brigita Mungki Yuris Dian. Perempuan berusia 32 tahun yang berasal dari Kabupaten Blitar ini punya mimpi yang sama, ingin sekolah setinggi mungkin.
Namun, asa-nya untuk mengenyam pendidikan yang tinggi terbentur dengan kondisi ekonomi keluarga yang kurang mendukung impiannya. Kepada NUSALONTAR.COM, Gita menuturkan kisahnya.
“Melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi merupakan mimpi saya sejak remaja, tetapi karena himpitan ekonomi membuat harapan saya sirna,” curhat Gita melalui pesan Whatsapp.
Karena tidak bisa meneruskan studi ke jenjang yang lebih tinggi, Gita akhirnya memutuskan untuk bekerja dan menikah dalam usia muda.
“Akhirnya setelah lulus SMK saya bekerja selama kurang lebih dua tahun sebelum akhirnya menikah dan mempuyai seorang anak,” sambung Gita.
Setelah menikah dan punya anak, Gita pun bertekad untuk bisa menyekolahkan anaknya setinggi mungkin. Namun, hal itu akan sulit terwujud jika dan suaminya tidak mengambil keputusan yang besar.
“Ketika sadar bahwa anak saya tidak boleh menghentikan mimpinya untuk sekolah seperti yang saya alami, akhirnya saya memutuskan untuk pergi meninggalkannya ke Hong Kong sebagai pekerja migran untuk mencari modal masa depan dia,” kisah Gita.
Kuliah
Gita pun meneruskan kisahnya; bahwa awal tiba di Hong Kong dirinya tak ada pikiran untuk melanjutkan sekolah (kuliah).
“Setelah sampai Hong Kong, tidak ada pikiran saya untuk melanjutkan sekolah lagi. Pemerintah Hong Kong memang menjamin hak kita para pekerja migran. kita diberikan libur setiap hari Minggu dan tanggal merah,” imbuh ibu satu anak itu.
Melihat ada celah untuk bisa menambah wawasan, bahkan ada kemungkinan melanjutkan kuliah, Gita pun mencoba mencari informasi.
“Sebelum saya masuk Universitas Terbuka (UT), setiap kali saya libur saya berpikir saya hanya akan menghabiskan waktu libur saya dengan sia-sia jika hanya keluar jalan-jalan dan nongkrong2 saja,” katanya.
Brigita lalu mencari informasi kursus Bahasa Inggris untuk mengisi hari liburnya.
“Akhirnya saya menemukan informasi bahwa ada pendidikan formal dari Indonesia di sini yakni Universitas Terbuka (UT). Sayapun tak ragu-ragu langsung mendaftarkan diri tanpa berpikir kesulitan yang akan saya alami selama menempuh pendidikan saya,” urainya.
Brigita pun memilih jurusan atau Program Studi Sastra Inggris.
“Proses pendidikan yang saya lalui tentu saja tidak mudah karena saya harus membagi waktu antara pekerjaan dan kuliah, juga membagi penghasilan untuk kebutuhannya sendiri (biaya pendidikan) dengan kebutuhan keluarganya. Namun, pada akhirnya saya berhasil menyelesaikan kuliah tepat waktu, bahkan dengan nilai yang amat memuaskan,” bebernya.
Perlu diketahui, Gita adalah lulusan terbaik untuk Universitas Terbuka Cabang Hongkong.
“Karena saya benar-benar berkomitmen, akhirnya saya bisa menyelesaikan pendidikan saya tepat waktu selama 4 tahun, terlepas dari semua hambatan yang saya alami untuk menyeimbangkan waktu antara bekerja ikut orang dengan belajar,” kisah ibu satu putra itu.
Dengan menyelesaikan pendidikan formal di negeri orang, kata Gita, dalam kondisinya yang notabene sudah tidak seproduktif dibandingkan saat remaja dulu, lalu waktu yang harus dibagi agar pekerjaan juga tetap lancar, trus juga jatah untuk rumah agar keluarga tetap berkecukupan, Gita berharap bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang khususnya kaum wanita, bahwa pendidikan itu tidak memandang profesi maupun umur.
“Pendidikan juga bukan semata-mata hanya mencari gelar agar dipandang sebagai seorang yang berpendidikan tinggi, tetapi lebih pada ilmu yang kita dapatkan agar bisa menjadi berkat dan pribadi yang berguna bagi keluarga, sesama, dan masyarakat,” tandasnya.
Gita mengungkapkan, awalnya dia ingn pulang dari Hong Kong kelak dirinya bisa menjadi guru.
“Pengen ngajar sih Kak, tapi ternyata kualifikasinya harus ada pengalaman ngajar, trus jurusan juga ngga tepat, belum lagi umur yang sudah tidak muda, jadi ganti haluan hehehe. Tapi tetap pengen berbagi ilmu nanti Kak, kepada orang-orang yang membutuhkan,” pungkas Brigita. (JR)