MALANG – Pada saatnya, ziarah kita di dunia akan mencapai ujungnya. Kegagahan kita memiliki batas. Ketampanan dan kecantikan punya masa, dan ketika masa itu lewat, tak ada lagi yang bisa kita banggakan dengan kemolekan yang pernah kita punya.
Ketika semuanya berlalu, ketika batas ziarah itu kita lewati, yang tertinggal hanyalah nama. Dan yang paling dikenang adalah kebaikan dan cinta yang pernah kita beri selama kita masih menghela nafas.
Tak ada yang abadi selama raga dan jiwa kita masih menyatu. Keabadian hanyalah milik-Nya. Atas keyakinan itulah perbuatan-perbuatan baik kita memiliki arti dan tujuan. Karena kita ingin menyatu dan menikmati keabadian di saat Dia memanggil kita pulang.
Perihal pulang, hari ini Gereja sedunia, khususnya di Indonesia tengah dilanda nestapa. Bukan karena tak ikhlas orang yang dikasihi dipanggil pulang, namun karena kebaikan dan cinta tak terperi yang pernah dirasakan. Cinta dan kebaikan akan selalu membuat hati kita terpaut, membuat emosi kita bersambut. Jika sudah begitu, maka kata pisah tentu akan menjadi kata yang bikin kita takut.
Namun, selama hayat masih dikandung badan, pisah adalah sesuatu yang niscaya. Seperti yang telah digambarkan di awal, pisah itu pasti datang ketika saatnya telah tiba.
Dan tentang pisah, hari ini tersiar kabar, sang gembala, Uskup Emeritus Mgr. Fransiscus Xaverius Sudartanta Hadisumarta, O.Carm., berpisah dengan kita untuk selamanya. Sang gembala telah dipanggil pulang oleh ‘Yang Empunya Kehidupan”. Sebagaimana diberitakan Katolikku.com, Mgr Hadisumarta dikabarkan meninggal dunia pada pukul 03.31, hari ini, Sabtu, 12 Februari 2022.
Meski Mgr. Hadisumarta adalah seorang gembala yang luar biasa, namun, tentu tak semua orang tahu mengenalnya secara personal. Maka sekilas biodatanya mungkin akan membuat kita mengenalnya lebih dekat.
Dikutip dari Katolikku.com, dikisahkan bahwa Hadisumarta lahir pada 13 Desember 1932. Awalnya ia bersama keluarga tinggal di Magelang. Namun pada tahun 1949, karena Agresi Militer Belanda II, ia bersama beberapa teman, termasuk Y.B. Mangunwijaya, mengungsi ke Malang.
Di Malang, ia lalu masuk SMA St. Albertus. Pada waktu itu, kebanyakan klerus berasal dari Ordo Karmelit, sehingga Hadisumarta turut serta masuk novisiat Ordo Karmel pada tahun 1952, dan kemudian mengucapkan kaul pertama pada 16 Juli 1953. Hadisumarta ditahbiskan menjadi imam pada 12 Juli 1959 di Malang, Jawa Timur.
Pastor Hadisumarta ahli dalam bidang tafsir Kitab Suci, dengan dasar pendidikan di Seminari Tinggi Malang. Dengan dasar itu, kemudian Pastor Hadisumarta belajar tafsir Kitab Suci di Roma dan Yerusalem.
Pada tahun 1966, Pastor Hadisumarta sempat mengalami kecelakaan di kawasan perkebunan karet, cukup jauh luar kota Pematang Siantar, Sumatra Utara. Karena kecelakaan itu ia sempat tidak sadarkan diri selama dua bulan.
Akibat kecelakaan tersebut, ia dirawat di rumah sakit di Pematang Siantar dan di Medan sebelum dirawat selama tiga bulan di Nijmegen, Belanda, dan menjalani pemulihan selama enam bulan di Bonn, Jerman.
Setelahnya, ia meneruskan tugasnya mengajar di Seminari Tinggi Pematang Siantar dan kemudian di Seminari Tinggi Malang. Selama menjadi imam, ia juga menjadi Provinsial Ordo Karmelit di Indonesia.
Ia ditunjuk menjadi Uskup Malang pada 1 Maret 1973, bertepatan dengan dikabulkannya permohonan pengunduran diri Mgr. Antoine Everardo Jean Avertanus Albers, O.Carm. oleh Paus Paulus VI.
Tahbisan uskup berlangsung pada tanggal 16 Juli 1973, di halaman tengah susteran Ursulin Cor Jesu, Jln. J.A. Suprapto 55, Malang.
Dalam penahbisan tersebut, Uskup Agung Semarang Justinus Kardinal Darmojuwono menjadi Penahbis Utama, dan bertindak sebagai Uskup ko-konsekrator adalah Uskup Surabaya Mgr. Jan Antonius Klooster, C.M. dan Uskup Agung Jakarta, Mgr. Leo Soekoto, S.J.
Pengaturan keuskupan yang tertib, teratur, dan mempunyai visi yang jelas “Gereja sebagai communio” menandai 15 tahun masa jabatannya sebagai Uskup Malang.
Sejak tahun 1979 hingga 1998, Mgr Hadisumarta menjabat sebagai Ketua Konferensi Waligeteja Indonesia (KWI). Setelah itu, ia ditunjuk menjadi Uskup Manokwari-Sorong pada 5 Mei 1988 oleh Paus Yohanes Paulus II.
Ia meninggalkan Malang pada 1 Juni 1988, dan kepemimpinan Keuskupan Malang diteruskan oleh Mgr. Herman Joseph Sahadat Pandoyoputro, O.Carm. sejak ditunjuk pada 7 Juni 1989.
Mgr Hadisumarta menjabat sampai 30 Juni 2003 dan masa jabatannya berakhir karena mengundurkan diri. Kepemimpinan Keuskupan Manokwari-Sorong diteruskan oleh Mgr. Datus Hilarion Lega. Setelah pensiun, ia bertempat tinggal di Wisma Karmel, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Setelah memgundurkan diri (menjadi Uskup Emeritus), ia masih aktif menulis homili di situs Iman Katolik. Pada beberapa kesempatan, ia turut bertugas dalam penerimaan Sakramen Penguatan terutama di Keuskupan Agung Jakarta, serta bertugas secara periodik di Keuskupan Manokwari-Sorong.
Hari ini, Sabtu 12 Februari 2022, pada pukul 03.31, sang gembala ‘dipanggil pulang’ oleh Sang Gembala Agung. Tugasnya di dunia akhirnya paripurna. Sebagai orang beriman kita percaya bahwa kematian bukanlah akhir dari kehidupan, melainkan pintu untuk memasuki hidup yang baru.
Selamat jalan Bapa Uskup, semoga Ia yang telah memanggilmu pulang memelukmu dalam keabadian. (JR)