Kedekatannya dengan Bung Karno
mengantarkannya pada jabatan Ketua Seksi Dekorasi dalam Panitia Negara Penerimaan Kepala-Kepala Negara Asing pada tahun 1957.
Kiprahnya di bidang seni itu pula yang membuatnya memperoleh kepercayaan untuk menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung mewakili Golongan Karya Seniman pada masa Demokrasi Terpimpin.
Pada tahun 1960, Henk dipilih oleh Bung Karno menjadi Wakil Gubernur (Wagub) mendampingi Gubernur DKI Jakarta ketika itu, Soemarno.
Saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 1962, Henk Ngantung ditugasi merancang karya berupa sketsa “Selamat Datang”. Sedangkan rekannya di Lekra, seniman Edhi Sunarso mewujudkannya sebagai karya patung di bunderan Hotel Indonesia lengkap dengan air mancurnya.
Pada puncak karirnya Henk Ngantung menjadi salah satu seniman papan atas tanah air yang dekat dengan Presiden. Henk Ngantung diangkat sebagai Gubernur Jakarta untuk menggantikan Soemarno yang naik jabatan menjadi Menteri Dalam Negeri.
Oleh Bung Karno, dengan latar belakang senimannya ia ditugasi menjadikan Jakarta sebagai “Kota Budaya”.
“Henk kota ini harus jadi Kota Internasional, harus lebih berbudaya ketimbang New York – yang kota PBB itu. Kota Djakarta akan aku jadikan kota dunia ‘Negara-Negara Kekuatan Baru, New Emerging Forces” begitu amanat Bung Karno.
Henk langsung menyusun ‘blue print’ kota Djakarta yang penuh dengan hasil karya seni di tiap sudutnya, Bung Karno dengan sigap menandatangani.
Saat Bung Karno jatuh dia pun kena imbasnya. Jabatannya dicopot. Cap lekra dn PKI melekat padanya. Kehidupan Henk pun morat marit. Tak mendapatkan pesangon dan pensiun, mengalami krisis finansial yang cukup parah sehingga ia harus menjual rumahnya di Tanah Abang dan kemudian pindah ke perkampungan di Jl. Dewi Sartika, di kawasan Cawang – Jakarta Timur – yang masa itu masih pinggiran.
Henk melanjutkan hidup dan mencari nafkah dengan melukis meski digerogoti penyakit jantung dan glaukoma yang membuat mata kanan buta dan mata kiri hanya berfungsi 30 persen.
Pada akhir 1980-an, dia melukis dengan wajah nyaris melekat di kanvas dan harus dibantu kaca pembesar.
Henk Ngantung menjadi gubernur yang terlupakan, bersama mimpi Sukarno tentang pusat kota budaya dunia yang juga dilupakan.
Ibukota Jakarta menjelma menjadi kota kapitalis yang melahirkan banyak Konglomerat. Antara lain Budi Hartono yang salahsatu unit usahanya mencomot sketsa karya seniman dan gubernur termiskin di ibukota sebagai logo property mal-nya.
*Artikel ini diambil dari akun facebook atas nama Supriyanto Martosuwito atas persetujuan pemilik akun tersebut.