NUSALONTAR.com – Lembata – Kasus Dugaan Mafia Tanah di Desa Merdeka, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata, telah memasuki tahap pemeriksaan saksi-saksi oleh Penyidik.
Guna mendukung langkah Kejaksaan Negeri (Kejari) Lembata untuk menuntaskan kasus ini, sebanyak 13 komunitas yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Lembata Bersatu mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Lembata pada Jumat (26/03/2021) pagi.
Perwakilan dari 13 komunitas itu masing-masing datang membawa karangan bunga sebagai simbol apresiasi dan dukungan, sekaligus pengawalan dan kontrol terhadap Kejari Lembata untuk menyelesaikan kasus ini.
Semua karangan bunga yang dibawa bertuliskan “Mendukung Kejari Lembata Mengusut Tuntas Kasus Mafia Tanah di Desa Merdeka, Kecamatan Lebatukan”.
Pater Steph Tupeng Witin, seorang Rohaniwan Katolik yang juga ikut dalam aksi itu kepada NUSALONTAR.com mengatakan, sebagai warga Lembata, dirinya melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Kejari Lembata dalam mengusut kasus dugaan mafia tanah ini adalah langkah yang berani dan maju.
Menurut penulis buku “Lembata Negeri Kecil Salah Urus” ini, gebrakan Kejari Lembata dalam mengusut kasus Mafia Tanah di Desa Merdeka adalah sesuatu yang luar biasa karena selama kurang lebih sepuluh tahun terakhir hal seperti itu belum pernah terjadi.
“Itu sesuatu yang belum pernah terjadi (pengusutan kasus hukum, red) selama 10 tahun terakhir. Apalagi jika kasus-kasus hukum itu melibatkan orang kuat, entah kuat secara politik, maupun kuat secara ekonomi, jangan harap kasus-kasus yang dilaporkan akan diurus dengan benar” tuturnya melalui sambungan telepon.
Pater Steph melanjutkan, “Dari kasus ini kita berkaca bahwa ternyata Aparat Penegak Hukum (APH) kita masih punya hati nurani untuk memberi rasa keadilan kepada masyarakat”.
Mantan Pemimpin Redaksi Harian Flores Pos itu mengatakan bahwa sejak tahun 2019 dia bersama kawan-kawannya sudah menaruh perhatian pada persoalan yang terjadi di Desa Merdeka. Namun waktu itu yang menjadi perhatian dan diselidiki bukan dugaan adanya mafia tanah tetapi pengrusakan hutan mangrove. Dirinya tidak menyangka, ternyata di lokasi itu ada masalah yang jauh lebih besar yakni kasus dugaan mafia tanah yang sedang bergulir itu.
Dalam kasus tanah Merdeka, kata Pater Steph, masyarakat kecil telah dilumpuhkan haknya karena ada persekongkolan yang melibatkan pemerintah (desa) dan pengusaha atas nama investasi. Investasi seperti itu harusnya menguntungkan masyarakat banyak, bukan hanya untuk kepentingan satu atau dua orang. Namun, menurutnya, di Lembata, hal-hal aneh seperti itu bukan barang baru lagi karena kerapkali terjadi.
Oleh karena itu untuk memutus mata rantai “keanehan” yang sering terjadi di Lembata dirinya bersama kawan-kawan yang lain melakukan aksi mengirim karangan bunga untuk Kejari Lembata.
“Apa yang kami lakukan ini merupakan salah satu bentuk dukungan kepada Kejari Lembata. Kami merasa bahwa kami patut memberi apresiasi langkah Kejaksaan hari ini. Tapi apresiasi kita tetap dengan sikap kritis, yakni kita mendesak Kejari Lembata agar kasus ini diproses hingga tuntas. Artinya, kalau ada yang salah ya salah, dengan proses yang transparan, dan jika benar, mesti ada ujung yang jelas,” urainya.
Lanjut Pater Steph, “Kita di Lembata ini, jika kasusnya berhenti di Kepolisian atau di Kejaksaan, dugaan kita, itu pasti uang. Kalau uang sudah datang, habis perkara. Oleh karena itu dengan aksi yang dilakukan ini, Kejaksaan tetap kita kontrol”.
Menurut Pater Steph, Kasus Dugaan Mafia Tanah Merdeka adalah pintu masuk untuk mengusut kasus seperti itu di tempat yang lain. “Secara pribadi, saya pikir kasus dugaan mafia tanah Merdeka ini menjadi pintu gerbang untuk mengungkap dugaan-dugaan mafia tanah yang dikuasai oleh segelintir orang dengan begitu luar biasa di Lembata ini. Bahkan menurut data yang kami peroleh, ada orang yang memiliki sertifikat tanah melebihi aturan yang telah negara tetapkan,” paparnya.
Tambahnya, “Apa yang dilakukan oleh Kejaksaan ini adalah rintisan masa depan yang baik untuk Lembata, supaya ada kesadaran di ruang publik, terutama di masyarakat kita. Apalagi tanah-tanah yang diambil dalam dugaan kasus mafia tanah itu adalah tanah-tanah yang strategis dan potensial, dan patut diduga ada bahan tambang di dalamnya. Ini mesti diwaspadai.”
Ada hal ‘menarik’ yang sempat diungkapkan oleh Pater Tupeng Witin, yakni, di lokasi tanah yang diduga telah dikuasai oleh segelintir orang itu, infrastruktur jalannya luar biasa (bagus). Sedangkan jalan ke pantai selatan seperti ke Lamalera, Atadei, Wulandoni, sangat memprihatinkan. Rusak parah dan tak terurus. Padahal wilayah-wilayah yang disebutkan itu sangat potensial dari sisi pariwisata.
Tentang komunitas atau kelompok-kelompok gerakan yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Lembata Bersatu itu, Pater Steph mengatakan selama dua minggu terakhir mereka sering duduk ngopi bersama di basecamp LSM Barakat, sebuah LSM yang concern dengan pendampingan masyarakat pesisir pantai.
“Kita lihat ada perkembangan yang bagus soal kasus ini. Kita semua ikuti betul kasus ini. Makanya kita bersepakat untuk memberi dukungan kepada Kejari Lembata dengan cara seperti ini,” pungkasnya.
Berikut 13 komunitas yang ikut dalam aksi mendukung Kejari menuntas kan Kasus Mafia Tanah Medeka: 1. Komunitas ARAK, 2. Komunitas Permata, 3. Komunitas Front Mata Merah, 4. Komunitas AJAIB, 5. Komunitas Barakat, 6. Komunitas 212, 7. Komunitas Kraton Kobar. 8. Komunitas Gertak Florata. 9. Komunitas JPIC-SVD, 10. Komunitas JPIC-OFM, 11. Komunitas ASTAGA. 12. Komunitas Rumah Cinta. 13. Komunitas Gempar Kolontobo. (JR)
.