Inspirasi – Nusalontar.com
Kota Ende cerah. Pantulan sinar matahari yang hampir tenggelam di laut selatan kota Ende menghiasi panorama kota Ende yang menawan senja itu. Di hadapan kami terhidang beberapa gelas kopi dan dua piring pisang goreng panas, seakan meminta untuk segera kami nikmati. Sore itu saya bersama beberapa teman memang sengaja bertemu Erik Rede yang saat itu telah menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Ende untuk sekedar ngobrol.
Erik Rede bagi saya adalah sosok yang sangat low profile. Sederhana dan mudah berteman dengan siapa saja. Sore itu Erik hanya mengenakan celana pendek dan sandal jepit. Sama sekali tidak ada kesan menjaga jarak dengan kami yang bukan siapa-siapa. Saya sendiri waktu itu hanya ikut karena diajak seorang teman yang kenal cukup dekat dengan Erik. Suasana santai yang dihadirkan Erik membuat kami, terutama saya, tidak sungkan.
Sembari menikmati kopi dan gorengan, Erik mengisahkan perjalanan politik yang ditempuhnya. Mulai dari dirinya dipercayakan jadi kepala desa di kampung, hingga terpilih menjadi anggota DPRD Ende, bahkan ditunjuk sebagai wakil ketua dewan pada dua periode berturut-turut.
“Aji (adik), saya menjalani hidup ini mengalir saja. Tidak ada target atau ambisi luar biasa yang saya tetapkan untuk meraih sesuatu, termasuk dalam karir politik saya. Tapi saya selalu percaya bahwa jika kita memegang prinsip dan punya integritas, masyarakat akan percaya,” tuturnya.
Erik berkisah, dulu dirinya hanyalah “tukang antar surat” dari DPD PDIP Ende. Erik tidak pernah menolak saat diminta para senior untuk mengantar surat, bahkan sampai ke kampung-kampung (PAC PDIP). Sempat diakomodir sebagai ketua PAC PDIP Kecamatan Wolowaru dan Ketua PAC PDIP Kecamatan Kelimutu, namun Erik akhirnya memutuskan keluar dari PDIP di masa Ruben ResiI, SH menjabat sebagai ketua PDIP Ende karena dirinya ‘tidak dipakai’.
Meskipun sudah hengkang dari PDIP, Erik tetap mengakui bahwa dari sanalah dia belajar banyak tentang cara mengurus dan mengelola partai politik. Segala pengalaman yang diperolehnya di PDIP digunakan dan dikembangkan saat dirinya mengurus Partai Nasdem. Maka tidak heran jika dalam kepemimpinannya Nasdem selalu meraih empat kursi di DPRD Ende.
Erik mengungkapkan bahwa meskipun telah berjerih lelah untuk membantu PDIP Ende namun tidak diakomodir, dirinya tidak dendam. “Saya percaya pada seleksi alam, Aji. Jika satu pintu tertutup, pasti ada pintu lain yang terbuka. Asalkan kita yakin dengan jalan yang kita tempuh, saya percaya kita akan sampai ke tujuan,” tuturnya berfilosofi.
Dengan keyakinan itulah Erik menjejaki langkah-langkah politiknya. Tak ada dendam dalam hati dan isi kepalanya pada setiap peristiwa dan pengalaman politik yang dilakoninya, termasuk yang menyakitkan sekalipun. Keikhlasan adalah titik simpul dari segala keputusan dan sikap politiknya. Karena menurutnya, politik hanyalah instrumen, cuma alat. Muara dari seluruh kegiatan politik adalah kebaikan banyak orang, keadilan dan kesejahteraan bagi semua.
Akhir-akhir ini nama Erik Rede sering sekali disebut dan didiskusikan oleh berbagai kalangan. Namanya moncer baik dalam pemberitaan maupun dalam diskusi-diskusi di akar rumput. Muda, berkharisma, cerdas, dan dianggap calon pemimpin Ende paling menjanjikan. Erik dianggap sosok yang paling pantas untuk menduduki kursi Ende 02 oleh 6 partai koalisi.
Kepercayaan partai koalisi dan orang-orang yang mendukungnya bukannya tanpa alasan. Erik dianggap paling mampu melakukan komunikasi politik; salah satu modal utama untuk menjalin kerjasama dalam menjalankan roda pemerintahan. Selain itu, Erik juga dianggap paling menguasai kondisi politik dan problematika birokrasi di Kabupaten Ende karena sudah cukup berpengalaman berhadapan dengan hal-hal itu (memimpin DPRD Ende sebagai salah satu wakil ketua).
Namun proses pencalonannya sebagai kandidat kuat Ende 02 bukannya tanpa sandungan. Ada banyak protes dan cibiran yang menyertainya. Apakah Erik gentar? Tidak. Erik bukanlah sosok cengeng yang suka baperan dengan aneka kritik, bahkan cibiran dan nyinyiran yang diterima.
“Aji, dalam politik kita dididik oleh pengalaman untuk bisa matang dalam menghadapi aneka kritikan bahkan cibiran. Jangankan berbuat salah, bersikap dan mengambil kebijakan yang benar sekalipun kita masih juga disalahkan. Tapi tidak apa-apa, dengan demikian kita bisa diawasi dan dikontrol,” ungkapnya saat dimintai komentar mengenai hal itu.
Bagi Erik, segala kritikan, bahkan cibiran, adalah dinamika dalam berpolitik yang biasa saja. Yang paling penting baginya adalah bagaimana menyikapi itu semua secara tepat dan dewasa. Menurut Erik, hal paling penting dalam proses politik adalah komunikasi yang baik dengan berbagai pihak, dan menjaga kepercayaan masyarakat.
“Sekarang ini kita berada dalam era keterbukaan informasi. Segala hal bisa diakses dengan mudah. Dengan demikian masyarakat kita sudah punya informasi yang cukup, juga sudah cerdas dalam menilai calon pemimpinnya. Masyarakat tahu siapa yang pantas untuk dipilih, mana yang tidak. Dan dalam politik, menurut saya, penerimaan dan kepercayaan masyarakat adalah faktor yang penting,” ujar pria hitam manis itu.
Dalam konteks Ende 02, Erik mengatakan bahwa hal itu tidak datang tiba-tiba. Semuanya melalui proses dan mekanisme, terutama merujuk pada regulasi yang ada. Erik juga menambahkan bahwa apa yang terjadi hari ini telah melalui komunikasi yang terjalin sudah cukup lama. Tentu saja dirinya patuh pada apa yang telah menjadi kesepakatan bersama, juga regulasi yang ada.
Lepas dari segala perdebatan dan diskursus yang kini tengah ramai di masyarakat, Erik mengatakan bahwa dia ingin menyampaikan pesan khusus, terutama kepada kaum muda, bahwa semua orang punya kesempatan yang sama. Termasuk anak kampung seperti dirinya. Oleh karena itu Erik itu jangan takut atau ragu untuk berjuang. Jangan pernah merasa minder dengan orang lain karena kita semua terlahir sama sebagai manusia. Dalam konteks politik, kata Erik, anak kampung maupun anak kota, orang miskin maupun orang kaya, punya hak yang sama.
Anak kampung itu kini jadi buah bibir. Ada yang menyanjung, ada pula yang mencibir. Banyak yang mendukung, tak sedikit yang menolak. Namun Erik tak pernah berubah. Dia tetaplah anak kampung yang baik dan rendah hati. Tak ada kebencian, apalagi dendam. Erik paham bahwa dalam politik tak ada yang abadi, kawan maupun lawan. Karena semua pasti punya kepentingan yang berbeda. Namun, bagi dia, seperti apapun perbedaan yang ada, jangan sampai mengorbankan kepentingan rakyat banyak.
Ada satu pernyataan yang sangat berkesan bagi saya, “Tidak penting kita akan menjadi apa Aji, yang paling penting adalah kita mesti melakukan yang terbaik, jika kita diberi kepercayaan dan tanggung jawab.”
Apakah anak kampung itu bakal menduduki kursi Ende 02? Hanya waktu yang bisa menjawabnya. (JR)